"Dari mulut-mulut kunang-kunang itu." Jawab Sukar singkat diakhiri dengan tawa nya yang renyah.
Desir angin yang lembut mengusap satu dua helai rambut kekasih Sukar, juga mengusap helaian rambut Sukar yang gimbal tidak terurus. Suasana menjadi begitu dingin. Kekasih Sukar yang memakai pakaian serba mini terdampak dinginnya malam itu.
"Bicara tentang harapan. Apakah kau mempunyai sebuah harapan?" Sukar bertanya setelah merapatkan badananya kepada kekasihnya yang terlihat kedinginan.
"Apa harus, seroang pelacur sepertiku mempunyai harapan?" Jawab kekasihnya pendek. Â Ya, dia adalah seorang pelacur kelas tinggi di daerah itu. Banyak orang ingin tidur dengannya. Tidak heran jika sang Mami mematok tarif yang tinggi untuk dia. Bukan hanya ingin menidurinya. Banyak juga lelaki yang ingin menjadi kekasihnya, atau melamarnya menjadi istrinya. Dengan paras yang cantik, kulit putih, dengan tahi lalat di dekat dagunnya, rambutnya yang terurai lurus berwarna hitam disertai hidungnya yang mancung siapa yang tidak tergila-gila dengan gadis itu, bibirnya yang tipis dan perawakan yang tinggi membuat kecantikannya bertambah lebih dari gadis-gadis pada umumnya ditempat itu.
Namun untuk urusan hati, ia memilih Sukar sebagai pasangannya. Bukan karena dia ganteng, bukan karena dia kaya, apalagi romantis seperti kebanyakan lelaki lainnya. Tidak ada yang bisa diharapkan dari Sukar yang berprofesi sebagai pencopet dan spesialis maling malam hari. Sudah belasan kali jika dihitung Sukar keluar masuk penjara. Namun tidak ada efek yang jera. Sukar meneruskan kembali pekerjaannya seperti biasannya.
"Setidaknya kau mempunyai harapan." Sukar mejawabnya.
"Kalau begitu, harapanku ingin seperti kunang-kunang itu." Jawab Kekasihnya sembari menunjuk kunang-kunang yang masih terbang menghiasi langit bukit itu. "Yang terbang tinggi, kemudian menyala dan membuat orang-orang senang dengan kehadiranku." Dia melanjutkan
"Lalu, apa yang diharapkan seroang pencopet sepertimu?" Tanya gadis itu.
"Aku ingin menjadi cahaya, agar kunang-kunangku tidak kehilangan cahayannya."
Kekasihnya tersenyum, entah apa yang membuatnya demikian. Malam itu yang dingin menjadikannya hangat dengan pelukan Sukar yang kasar. Lebih dekat, lebih pekat. Akhirnya bibir Sukar mendarat di lembutnya bibir kekasihnya. Suasana yang dingin berubah menjadi suasana yang panas. Dua orang yang dicap sebagai sampah masyarakat itu bersatu dalam nafsu dan cinta.
                                                                  *****