"Kau bisa datang tidak terlambat untuk melihat kunang-kunang itu. Apakah hari ini perkerjaanmu sudah selesai?" Tanya Sukar. "Sudah tentu belum. Tapi aku tadi sudah izin ke Mami untuk pulang lebih awal. Lagian hari ini tidak ada pelanggan yang terlalu istimewa." Ucapnya berbohong.
Sukar mengangguk,
"Pekerjaanmu tadi siang gimana?" Kini giliran kekasihnya yang bertanya.
"Lumayan, tidak terlalau banyak. namun, uangnya cukup untuk mentraktirmu malam ini."
"Gak seperti biasanya, kau mentraktirku?"
"Malu, tiap ketemu. Kamu terus yang mentraktirku." Jawab Sukar tersenyum setelah mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya yang lusuh.
"Kau lihat kunang-kunang itu, orang-orang menyebutnya berasal dari kuku-kuku orang-orang yang mati ditempat ini." Ucap kekasihnya sembari menunjuk ratusan kunang-kunang yang terbang berwarna kuning ke hijau-hijauan atau hijau ke kuning-kuningan.
"Aku tidak percaya." Sukar menjawab setelah menghisap dalam-dalam rokoknya.
"Aku lebih percaya kunang-kunang itu berasal dari harapan-harapan orang-orang yang mati ditempat ini." Kembali Sukar melanjutkan. "Kenapa kau lebih percaya itu?" Kekasihnya bertanya
"sebab mereka mati dengan harapan yang tinggi. Kemudian harapan itu tidak sampai pada apa yang diharapkannya. Hingga kemudian, berubah menjadi kunang-kunang yang terbang kemudian menyala dan akhirnya kembali padam setelah mereka lelah."
"Darimana kau tau tentang itu?"