Tetang Jejak & Patah Hati
Penulis puisi : Abubakar Difinubun
Tentang jejak dan patah hati
Suatu waktu, setalah di pojek waktu
Cinta berirama seumpa doa telah sampai pada altar terakhir
Tak ada senyum yang paling bahagia saat itu.
Tentang jejak dan patah hati
Suatu ruang, setalah di pojok jalan yang sepih
Tawa paling meria hadir serupah tembok langit telah dilukis abunawas
Lalu, igin memeluknya dan terdiam selamanya.
Tentang jejak dan patah hati
Suatu waktu, lorong tepat di sudut kota.
Senyum saat itu seumpama Cilu Bintang di tanah Banda
Seumpama Manhiya di Hatuhaha, Seumpama peluk Ina di tanah Seram.
Tentang jejak dan patah hati
Suatu waktu, di pojok tahun
Cinta masi tumbuh subur seumpama Parigi di Tanah banda
Matanya masih ceria, pipi lesungnya masi tertatah rapih.
Tentang jejak dan patah hati
Suatu waktu tepat di sudut Januari
Tawa masi terlihat dari lesung pipi yang manis
Tepat di sudut tempat duduk miliknya, masi ada sepotong buku milik kekasihnya
Itu adalah teman setelah pergi.
Tentang jejak dan patah hati
Suatu waktu di pojok Februari
Senyum sempat terlihat pada bola mata cinta yang sedikit pura-pura
Ia sedikit senyum dengan terpaksa atas luka yang perlahan-lahan membara
Tentang jejak dan patah hati
Suatu waktu, di sepanjang jalan Maret
Disuatu waktu, cinta panik di pojok kota, hatinya tak tenang menatap halaman yang sepih
Cinta barangkali tak sempat disiram saat pertemuan di pojok tahun
Ia pergi dan pulang dengan sepotong buku ditangan kirinya.
Tentang jejak dan patah hati
Suatu waktu, tepat di penghujun April yang dingin
Cinta mendapatkan sepotong catatan kecil
Tepat di halaman belakang buku yang ia pegang
Cinta tak sempat meliriknya: ia telah jatuh hati.
Tentang jejak dan patah hati
Suatu waktu dipelantaran Mei yang basah
Di pojok kota, sepatu miliknya basa
Pikirya ia telah tergores embun disuatu pagi diperlantaran Mei
Lalu cepat-cepat menghapusnya.
Tentang jejak dan patah hati
Suatu waktu, di ruang tamu milik Juni
Cinta terbaring memandang langit rumah tanpa tertawa yang meria
Sesekali menatap pojok ruang dengan tempat duduk yang masi tertata rapi.
Tentang jejak dan patah hati
Suatu waktu, di halaman rumah, Juli terliha dari sudut pagar miliknya.
Ia telah tibah dengan kenangan yang sempat menyita waktu
Ia masuk ke dalam rumah, dan sempat memberikan senyum yang sedikit meria
Tentang jejak dan patah hati
Suatu pagi, anak-anak bermain benderah dengan meria
Mereka telah merayakan kedatangan Agustus yang merdeka
Dari atas lantai dua, tepat dipojok, cinta menatap kemerdekan tanpah sedikit semangat dari lesung pipi serupah Mahinya di Hatuhaha
Ia terdiam sembari menatap jalan yang ramai, dengan hatinya yang tak ramai
Tentang jejak dan patah hati
Suatu waktu, tepat di jalan-jalan kota
September menyapanya dengan seluru senyum di bola mata dan pipinya
Cinta hanya terdiam dan menatapnya dalam-dalam.
Sambil menunduk dan berjalan
Di taman, cinta sempat menatap tempat duduk waktu itu
Tentang jejak dan patah hati
Di ruang kota. Pemuda-pemuda berbicara dengan cinta
Mengajak cinta untuk mengucapkan sumpah pada dirinya
Bahwa ia cinta yang bahagia, bukan cinta yang lesu
Bahwa cinta harus merdeka atas dirinya sendiri
Tapi cinta memilih hanya terdiam di sudut gedung
Sambil menatap halaman belakang.
Tentang jejak dan patah hati
Suatu pagi disuatu waktu, tepat depan teras rumah
Cinta menatap geleri yang penuh dengan pahlawan waktu itu
Waktu itu, tertawa, tersenyum, bahagia seumpama doa telah sampai pada altar yang paling tinggi setalah mimbar tuhan.
Cinta menatap pahlawan dalam-dalam.
Cuuuuuuuu, Ahhhhhhhhhhh
Terikakan cinta sebesar-besarnya serupa pahlawan adalah orang yang jahat padanya
Seumpama pahlawan adalah jejak yang jahat padanya.
Cinta seakan tak butuh pahlawan untuk melindunginya
Tentang jejak dan patah hati
Suatu pagi dari dalam rumah
Cinta berterik atas kehadiran jejak desember yang kelam
Matanya seakana menatap Iblis dari dalam neraka
Aaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhh
Kelopak matanya hingga hitam
Bola matanya merah
Cinta, rambutnya tak beraturan di kepala
Semua yang ada dirinya seakan ingin ia lepaskan.
Tentang jejak dan patah hati
Suatu sore, semua yang di depan cinta seakan memiliki sayap
Semuan berterbangan di atas langit-langit rumah.
Darah berserahakan di lantai rumah
Cermin miliknya terpantul wajah pojok desember yang kelam
Setalah berusaha membaca catatan terkahir milik kekasihnya
Tepat di sudut kamar, cinta terdiam dan memeluk catatannya eret-erat
Cinta memilih tidur dalam keabadian.
Puisi : Tentang Jejak Dan Patah Hati
Penulis : Abubakar Difinubun
Puisi Tentang Jejak Dan Patah Hati  : adalah puisi kisah cinta Putri sebelum tidur dalam keabadian. Saya telah berjanjiakan menuliskannya, akan membaca puisinya, dan membakar puisi ini, tepat di atas tempat tidurnya tepat di hari ulang tahunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H