Mohon tunggu...
Andreas RizkyAbimanyu
Andreas RizkyAbimanyu Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kesempatan Kedua

5 April 2022   10:07 Diperbarui: 5 April 2022   11:03 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum sempat mencerna, sebuah pisau berkarat menghunus perutnya. Tak hanya sekali pisau itu menembus tubuh Dico. Dico roboh tak berdaya.

Darah menyebar ke mana-mana, mengotori badan Eri yang telanjang dada. Ia meninggalkan Dico yang kondisinya mengenaskan, penuh luka tusukan. Ia tak peduli dengan musuhnya itu. Dibiarkannya mati monster itu. Ia berjalan menuju belakang gedung. Ada sungai di sana. Ia membasuh tubuhnya di sana. Jiwanya masih haus akan pembalasan. Rasa dendam dan amarah yang membara mengalahkan rasa penyesalannya. Kini, ayahnya yang akan jadi target selanjutnya.

***

Malam hari desa terlihat sepi. Dengan riang, Tono pulang dengan membawa uang yang banyak. 

“Akhirnya aku bisa menang. Akan kugandakan uang ini besok,” ucapnya gembira. Semakin banyak uang yang dia pegang, semakin besar pula keinginannya untuk berjudi. Ia masuk ke rumah dan menutup pintu. Pintu tertutup dan sebuah benda tumpul mendarat dengan keras di kepala bagian belakang, merobohkannya ke lantai.

“Si-siapa kamu?” tanyanya sambil mengerang.

Tampak di matanya pria besar berjenggot. Tatapan pria itu penuh benci dan dendam.

“Pembalasan... aku ingin membalasmu. Nikmatilah pembalasan ini. Selamat tinggal,” ucapnya sambil mengangkat balok kayu.

Dengan amarah ia melakukan fatality kepada ayahnya itu. Rasa puas memenuhi hatinya. Ia kemudian meninggalkan rumahnya, beserta ayahnya dan uang-uang ayahnya itu. Kondisi ayahnya sama dengan Dico. Darah segar membanjiri lantai rumahnya.

Dendamnya telah lunas. Tapi, sekarang apa yang ia dapatkan? Hatinya tiba-tiba tak tentram. Rasa penyesalan muncul tiba-tiba. Ia memandang tangannya yang penuh darah.

“Apa yang sudah kulakukan?” tanyanya dalam hati menyesal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun