Gugatan diajukan jika seluruh prosedur terkait telah berjalan dengan benar. Namun, jika ternyata terdapat kesalahan berbentuk pelanggaran, terlebih kejahatan dalam segi apapun, maka terbuka peluang untuk menuntut pengembang dan pejabat terkait di muka hukum atas kesalahan yang dilakukannya. Pada intinya adalah, hukum telah berupaya sedemikian rupa memuat ketentuan yang melindungi masyarakat, dan tidak terdapat alasan apupun untuk mengorbankan masyarakat kecil dan miskin yang tidak melakukan kesalahan.
Konsekuensi Menghentikan Reklamasi
Secara kasat mata, jika menghentikan Reklamasi Teluk Jakarta saat ini konsekuensi yang diemban saat ini mungkin tidak serumit yang hadir jika tetap melanjutkan Reklamasi Teluk Jakarta. Namun, pilihan yang terlihat sederhana ini bukan tanpa konsekuensi. Perlu disadari kembali, bahwa saat ini kondisi Reklamasi Teluk Jakarta dalam keadaan tanggung. Banyak dari 17 pulau buatan yang sudah selesai dan dalam tahap pengembangan bangunan diatasnya.
Pertimbangan yang matang mutlak diperlukan. Karena telah adanya sejumlah pulau yang telah selesai dibuat dan bahkan sudah terdapat bangunan diatasnya, maka diperlukan suatu studi yang mendalam mengenai dampak dihentikannya pembangunan pulau-pulau tersebut dalam kondisi seperti saat ini. Studi tersebut harus mampu mengantisipasi dan mengatasi persoalan yang ada dan akan ada dengan hadirnya pulau-pulau buatan yang telah mengubah bentang alam Teluk Jakarta.
Studi tersebut seharusnya mengacu dan berpegang pada AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang telah dibuat sebelumnya sebagai salah satu prasyarat utama ketika akan melaksanakan suatu proyek pembangunan. Kembali melansir pendapat Bambang Prabowo Soedarso, dalam disertasinya “Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Dokumen Ilmiah, Dokumen Hukum, dan Piranti Pengelolaan Lingkungan)”, Disertasi Doktor Universitas Indonesia Tahun 2003, tentang kemungkinan yang dapat dilakukan jika terdapat beberapa masalah dalam suatu rencana pembangunan yang seharusnya diprakirakan dalam AMDAL:
1) Jika terjadi suatu permasalahan dikemudian hari, maka adanya rencana mitigasi dengan membuat suatu re-design project dalam bentuk penyesuaian;
2) Jika nyatanya lokasi yang dipilih memiliki kompleksitas lebih dari yang diperkirakan, maka terdapat kemungkinan untuk melakukan pemindahan lokasi
3) Jika nyatanya terdapat dampak negatif yang lebih besar dari dampak positif yang diperkirakan sebelumnya, maka ada kemungkinan untuk membatalkan suatu rencana pembangunan
AMDAL yang disusun oleh para pengembang yang kemudian dinilai oleh Komisi Penilai Amdal seharusnya memuat tentang hal ini sebagaimana diatur dalam Lampiran II: Pedoman Penyusunan AMDAL, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup. Karenanya, jika AMDAL pulau-pulau Reklamasi Teluk Jakarta tidak memuat adanya prakiraan tiga hal diatas, dapat dikatakan AMDAL yang dimiliki para pengembang tidak layak. Sehingga dapat dikatakan pula pembangunan yang selama ini berlangsung dapat cacat prosedural karena dimulai melalui AMDAL yang tidak layak. Oleh karena itu, tentunya terdapat konsekuensi hukum bagi para pihak yang menyusun dan menggunakan AMDAL yang tidak layak dalam melakukan pembangunan.
Penyusunan AMDAL yang tidak layak dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk pidana lingkungan. Dapat dikatakan demikian karena secara sadar melakukan perusakan lingkungan dengan melanggar asas pelestarian lingkungan melalui AMDAL yang tidak layak. AMDAL merupakan salah satu instrumen utama dalam upaya menjaga keseimbangan kelestarian lingkungan hidup dan pemanfaatannya dalam melakukan pembangunan dengan upaya untuk mencegah dampak-dampak penting dan berbahaya bagi lingkungan. Sehingga dapat dikatakan tidak cermat dalam menyusun AMDAL sama saja dengan merusak lingkungan hidup.
Selain konsekuensi terhadap lingkungan, menghentikan Reklamasi Teluk Jakarta saat ini barang tentu memiliki implikasi ekonomi. Pemerintah harus juga mencermati tentang besarnya kerugian yang mungkin akan hadir dalam penghentian konsorsium Pemerintah dan Pengembang Swasta yang terlibat dalam Reklamasi Teluk Jakarta saat ini. Perhitungan mencakup dari besaran pinjaman yang diambil dalam melaksanakan proyek ini, dan siapa yang memiliki pertanggungjawaban dalam pengembalian pinjaman. Harus dicermati pula sejauh mana implikasi kerugian yang timbul dari besaran pinjaman tersebut, akankah berimbas langsung pada masyarakat atau tidak.