Mohon tunggu...
Abilio Fernandes da Silva
Abilio Fernandes da Silva Mohon Tunggu... -

Pegiat Hukum dan Pemerhati Masalah Sosial

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Buah Simalakama, Reklamasi Teluk Jakarta

31 Oktober 2017   01:57 Diperbarui: 31 Oktober 2017   16:47 3123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap rencana pembangunan hampir selalu mendapati perdebatan antara yang mendukung dan menolak. Begitupun halnya dengan Reklamasi Teluk Jakarta yang selalu menjadi perdebatan hangat dari masa ke masa. Sejak direncanakan dengan diterbitkannya Keppres 52/1995 hingga dewasa ini, dimana tampuk kepemimpinan Gubernur DKI baru berganti dalam kepemimpinan Anies-Sandi, persoalan ini tak henti mengundang perdebatan hangat bagi yang mendukung dan menolaknya.

Hari-hari ini Reklamasi Teluk Jakarta kembali menghangat, terutama mengenai pilihan akan dihentikan atau tetap dilanjutkan. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta yang dalam keadaaan tanggung seperti saat ini, menimbulkan posisi yang sulit layaknya buah simalakama bagi masyarakat dan pemerintah. Posisi sulit ini dikarenakan konsekuensi yang tidaklah mudah baik dilanjutkan maupun dihentikan.

Pada artikel ini, ijinkan saya menyampaikan telaah mengenai konsekuensi yang hadir, dan kemungkinan-kemungkinan tentang pilihan penyelesaian permasalahan reklamasi di Teluk Jakarta. Tujuan penulisan artikel ini semata-mata sebagai bentuk kepedulian berupa penyadaran dan upaya advokasi bagi masyarakat guna menyadari hak-hak yang dimiliki terkait permasalahan ini. Karena sesungguhnya, masyarakat kecil tidak layak dikorbankan karena alasan apapun.

Sebelum masuk ke dalam pokok persoalan, marilah merefleksi pandangan kita tentang Reklamasi Teluk Jakarta. Perspektif dalam memandang Reklamasi di Teluk Jakarta sesungguhnya tidak dapat dilihat hanya sebagai pembangunan dalam bentuk proyek berorientasi keuntungan semata. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisr dan Pulau-pulau Kecil beserta perubahannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 dalam Pasal 1 butir 23 menyebutkan Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.  Peraturan ini dalam Penjelasan Pasal 34 ayat (1) menentukan bahwa Reklamasi di wilayah pesisir hanya  boleh  dilakukan apabila manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar daripada biaya sosial dan biaya ekonominya.

Amanat dan Penjelasan Undang-undang diatas tentu mengundang perdebatan dalam memaknainya. Namun dengan disebutnya manfaat sosial dan ekonomi, dan bukan hanya ekonomi. Maka seyogyanya pendapat bagi yang mendukung Reklamasi Teluk Jakarta tidak hanya berpegang pada keuntungan ekonomi finansial semata yang akan dihasilkan dari pulau-pulau buatan tersebut. Manfaat sosial adalah suatu kondisi dimana masyarakat dalam segala lapisan merasa terbantu dan merasakan manfaat dalam segala sendi kehidupan baik secara langusng dan tidak langsung dengan hadirnya reklamasi pantai yang dilakukan. Manfaat sosial tidak dapat digantikan dan ditutupi dengan hadirnya manfaat ekonomi yang mungkin menggiurkan.

Melihat Reklamasi Teluk Jakarta seharusnya sebagai salah satu upaya dalam memperbaiki kawasan Jakarta Utara. Yang dalam batas tertentu standar kehidupan di Utara Jakarta kurang memadai bagi standar kehidupan yang sehat, dan layak. Banyak permasalahan kehidupan seperti masalah kebersihan, kesehatan, intensitas kepadatan penduduk, dan pranata sosial lainnya yang sangat perlu untuk diperbaiki. 

Reklamasi Teluk Jakara memberi kemungkinan akan suatu perbaikan melalui bentuk Rekayasa Lingkungan dalam wujud reklamasi pantai. Keuntungan dari Reklamasi Teluk Jakarta tidak dapat dilihat untung-rugi, dan penambahan Pendapat Asli Daerah semata. Reklamasi Jakarta adalah suatu kesempatan penataan kembali. Keuntungan pada akhirnya akan hadir dikarnekan perbaikan dengan membangun pulau-pulau buatan, baik berupa penambahan lahan, rekayasa ekosistem yang seharusnya dapat mendorong perbaikan ekologis, perluasan lapangan kerja, dan lain sebagainya. Namun, fokus utama Reklamasi Utama seharusnya tetaplah sebagai sarana rekonstruksi perbaikan sosial kemasyarakatan yang ditunjang dengan rekayasa lingkungan yang berutjuan untuk memperbaiki. 

Konsekuensi Melanjutkan Reklamasi

Jika mengacu pada segenap Peraturan Perundang-undangan yang mengelilingi pelaksanaan Reklamasi Teluk Jakarta terdapat konsekuensi-konsekuensi yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh para pengembang sebagai pelaksana dan pemerintah sebagai pemberi ijin. Konsekuensi yang berkaitan dan dirasakan langsung oleh masyarakat secara garis besar terbagi dalam tiga hal, yakni konsekuensi dalam penyelesaian permasalahan sosiologis, ekologis, dan ekonomis. Konsekuensi tersebut adalah keharusan yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan terkait yang tentunya tidak dapat dinafikan dan diabaikan begitu saja.

Konsekuensi Permasalahan Sosiologis

Permasalahan sosiologi Reklamasi Teluk Jakarta bersangkutan dengan nasib nelayan yang akan  tergusur dari sumber penghidupannya, kelangsungan hidup masyarakat yang berada di wilayah reklamasi, dan masyarakat yang terkena dampak reklamasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun