Kesejahteraan masyarakat yang dimaksud adalah sejauh mana lahan yang dihasilkan proyek reklamasi dapat dinikmati oleh masyarakat, dan memberi nilai tambah dalam segala sendi kehidupan bermasyarakat. Nilai tambah tidak dapat diartikan secara harfiah dengan pertambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun bagaimana masyarakat merasakan adanya manfaat baik langsung maupun tidak langsung dengan hadirnya reklamasi yang dapat dinilai menambah kesejahteraannya.
Kembali mengacu pada Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisr dan Pulau-pulau Kecil beserta perubahannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 dalam Pasal 1 butir 23 menyebutkan Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.  Peraturan ini dalam Penjelasan Pasal 34 ayat (1) menentukan bahwa Reklamasi di wilayah pesisir hanya  boleh  dilakukan apabila manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar daripada biaya sosial dan biaya ekonominya.
Perencanaan Reklamasi yang ditentukan Pasal 13 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 salah satunya tersusun oleh Studi Kelayakan. Studi Kelayakan ini diantaranya memuat analisis kelayakan ekonomi-finansial. Kelayakan ekonomi-finansial meliputi analisis mengenai:
1) rasio manfaat dan biaya [(Benefit Cost Ratio (B/C-R)];
2) nilai bersih perolehan sekarang [(Net Present Value (NPV)];
3) tingkat bunga pengembalian [(Internal Rate of Return (IRR)];
4) jangka waktu pengembalian investasi [(Return of Investment (ROI)]; dan
5) valuasi ekonomi lingkungan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Hak Mutlak Masyarakat Yang Tidak Boleh Ditiadakan
Ketiga konsekuensi diatas harus dipenuhi oleh Pemerintah dan para Pengembang jika Reklamasi Teluk Jakarta tetap dilanjutkan. Kesemuanya adalah prestasi mutlak yang diamanatkan dan dijamin oleh Peraturan Perundang-undangan dalam melindungi masyarakat. Indonesia sebagai Negara Hukum, dimana hukum yang memerintah dan membatasi serta menjaga kekuasaan para pejabat guna melindungi seluruh lapisan masyarakat, dan membuat setiap orang melaksanakan kewajiban dan menerima haknya, maka sesungguhnya segala hal yang telah diutarakan diatas harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat dalam melakukan Reklamasi Teluk Jakarta.
Jika Reklamasi Teluk Jakarta tetap dilanjutkan, maka seluruh pihak yang terkena dampak berhak untuk meminta pertanggungjawaban pemenuhan prestasi diatas. Jika kewajiban-kewajiban tersebut terabaikan dan tidak dilaksanakan, maka sudah sepatutnya para pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan Class Action terhadap para pengembang Reklamasi Teluk Jakarta sebagai pelaksana reklamasi untuk memenuhi kewajibannya. Bahkan, terbuka peluang bagi masyrakat secara lebih luas dapat mengajukan gugatan Citizen Law Suit terhadap Pemerintah sebagai pemberi ijin untuk membuat para pengembang melaksanakan kewajibannya.