Mohon tunggu...
Abdurrazzaq Zanky
Abdurrazzaq Zanky Mohon Tunggu... Petani - petani.

Senang membaca segala jenis buku, nulis diary, mengamati lingkungan alam dan sosial, menertawakan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Literasi Senja

26 November 2024   19:16 Diperbarui: 26 November 2024   19:18 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Literasi Senja

Bila hari sedang cerah, saya suka berlama-lama tinggal

di ladang, terutama saat menjelang petang. Saya sangat

menikmati gradasi perubahan cuaca yang alami dan tak

kentara. Matahari yang mulai meredup, angin semilir yang

berhembus lembut, dan nun di kejauhan rombongan bangau

putih terbang beriringan dengan formasi menyerupai huruf U

besar. Kilauan cahaya keemasan membias pada setiap kepakan

sayap yang mereka ayunkan.

Dari menara masjid kampung, mengalun bacaan ayat-ayat suci

Al-qur'an oleh qari H.Muammar ZA. Seakan membersit dari

bibir-bibir alam. Melintasi pucuk-pucuk kelapa lalu menggema

syahdu di seantero padang persawahan. Berbaur dengan suara

burung-burung yang mulai kembali ke masing-masing sarang.

Sementara matahari makin meredup. Cahayanya berubah jadi

kemerah-merahan. Membias lembut di atas air, barisan daun

teratai di danau, pada dinding-dinding rumah warga di perkampungan.

Ada sebuah pesawat terbang sendirian dari arah barat yang sedang

membuat putaran kecil untuk mendarat di Bandara. Seperti

seorang kesepian yang terpisah dari rombongan. Terasa hati

merindukan sesuatu yang tak terpermai.

Inikah yang dialami Amir Hamzah ketika menuliskan sajak

"Berdiri Aku" yang legendaris itu? Ketika hati dan intusi kita

terpukau oleh keindahan alam, jiwa kita justru merindukan

sesuatu yang lebih indah lagi. Keindahan yang lebih dalam dan

mutlak. Karena pada akhirnya hidup itu harus "bertentu tuju."

Ada kesudahan puncak yang akan melampaui kesudahan-kesudahan

sebelumnya. Senja bisa menjadi sangat relligius bagi orang yang

selalu merindukan keabadian.

Lalu bagaimana keadaan Chairil saat menuliskan"Senja Di Pelabuhan

Kecil" yang super romantis dan melankolis itu? Bayangkanlah

suatu keadaan hari yang remang, kapal-kapal berayun terpapar

gelombang, tak ada seorangpun terlihat. Sementara hari gerimis

dan kita berjalan sendirian tak tentu arah. Membawa luka hati.

Penolakan cinta yang tegas dan nyata. Saking dalamya kesedihan

itu, hingga seakan "laut hilang ombak." Seruruh kehidupan seakan

mati dalam perasaan sang pujangga. Ternyata suasana senja bisa

begitu sugestif untuk melipatgandakan duka.

Saya lantas teringat tulisan Prof. Ajib Rosidi, tentang kebiasaan

sebagian penyair Haiku, yang kadang mengundang seorang teman

untuk bertandang dan menyuguhkan pemandangan matahari

terbenam sebagai menu hidangan. Wuih! Itu pasti dahsyat sekali.

Pastilah mereka itu sedang mengadakan adu perenungan. Saling

menjajal kedalaman rasa dan kontemplasi. Saya bayangkan,

tamu dan tuan rumah itu, dalam ketenangan mereka yang sempurna,

diam-diam di bawah permukaan sedang mengadu tenaga dalam

yang tak kelihatan. Ternyata senja di masa lalu, bisa dimodifikasi

menjadi semacam makanan rohani yang amat bergizi dan mewah

bagi para pegiat rohani.

Sekarang, tidak sedikit orang yang juga tergila-gila dengan

senja. Banyak turis dan pelancong pergi ke pantai atau gunung

hanya demi melihat Sunset. Sambil berpelukan dengan pasangan

atau hanya termenung sendirian bagi yang jomblo. Saya tidak

bisa menggambarkan apa yang mereka rasakan. Mungkin karena

pada saya belum ada puisi, diary, atau sekedar kabar tentang

kesan mereka terhadap senja. Atau memang senja di zaman

sekarang sudah tidak lagi terbaca aksaranya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun