dan kita berjalan sendirian tak tentu arah. Membawa luka hati.
Penolakan cinta yang tegas dan nyata. Saking dalamya kesedihan
itu, hingga seakan "laut hilang ombak." Seruruh kehidupan seakan
mati dalam perasaan sang pujangga. Ternyata suasana senja bisa
begitu sugestif untuk melipatgandakan duka.
Saya lantas teringat tulisan Prof. Ajib Rosidi, tentang kebiasaan
sebagian penyair Haiku, yang kadang mengundang seorang teman
untuk bertandang dan menyuguhkan pemandangan matahari
terbenam sebagai menu hidangan. Wuih! Itu pasti dahsyat sekali.
Pastilah mereka itu sedang mengadakan adu perenungan. Saling
menjajal kedalaman rasa dan kontemplasi. Saya bayangkan,