Mohon tunggu...
Abdurrazzaq Zanky
Abdurrazzaq Zanky Mohon Tunggu... petani.

Senang membaca segala jenis buku, nulis diary, mengamati lingkungan alam dan sosial, menertawakan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Romantika Hujan

25 November 2024   20:10 Diperbarui: 25 November 2024   20:37 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pxhere.com/id/photo/1054228

Romantika Hujan

Musim hujan selalu membawa romantika tersendiri bagi

kami sekeluarga. Ketika angin bertiup kencang dan kilat

bersahutan, otomatis segala jenis alat elektronit dilarang

digunakan. Hp, televisi, dan laptop segera dimatikan.

Yang tinggal hanya hembusan angin pada dinding, suara

keriat-keriut atap seng, dan cambukan halilintar yang

sebentar-sebentar membelah angkasa. Membias lewat

kaca jendela.

Kadang kami duduk berbaris di depan jendela kaca.

Berkemul sarung sambil makan camilan rumah yang

baru turun dari wajan penggorengan. Alangkah nikmat.

Di luar sana daun-daun berhamburan, dahan-dahan

membengkok seperti digayuti tangan-tangan gaib yang

tak kelihatan. Kadang terdengar celoteh sang ibu pada

abang dan adek:"Untung sekali kita punya rumah.

Untungnya atap kita tidak bocor. Coba bayangkan

orang-orang yang tinggal di kolong jembatan, yang

rumahnya terbuat dari kardus, orang gila dan gelandangan

yang berteduh di bawah pohon dan emper toko..."

dan seterusnya.

Akan halnya saya, justru teringat pada seorang teman masa

kecil yang baru saja saya tengok. Kabarnya dia akan segera

melakukan cuci darah. Pertemuan itu cukup mengharukan.

Dia yang tidak punya lagi tempat untuk kembali ke kampung

halaman, terpaksa nebeng pada sebuah sarang walet milik

seorang juragan.

Dia berujar pada saya dengan mata berkaca-kaca: "Kalau

nanti aku pulang, aku mau kita mancing belut seperti dulu.

Kamu masih ingat kejadian itu?"

Tentu saja saya ingat. Waktu itu belum ada pestisida digunakan

untuk mengolah lahan persawahan. Ikan dan belut masih ramai

berkeliaran dan membuat lobang. Di awal musim hujan, ketika

ceruk-ceruk kecil di sawah tergenang, belut-belut akan bertelur

dan membuat lobang. Hampir setiap depa ada saja lobang baru

dengan penghuni baru pula.

Hari itu kami terlalu asyik menjelajah hingga terpisah dari

rombongan. Menjelang sore, cuaca segera mendung seperti

biasa, lalu hujan turun dengan lebatnya. Padang luas itu jadi

memutih seketika. Sadarlah kami bahwa rombongan telah

pulang sebelum hujan. Kami tertinggal bertiga di tengah

keluasan savana.

Lalu kilat dan petir sabung-menyabung di angkasa. Memekkan

telinga dan membutakan pandangan. Kami sadar akan adanya

bahaya yang suatu kali akan menimpa. Alam tak bisa dilawan.

Tapi kami hanya bisa bergerak pelan. Kami harus menggotong

masing-masing setengah karung belut yang beratnya tiba-tiba

menyerupai batu cadas. Begitulah. Kami mencoba saling menunjang

dan merapatkan diri agar tidak terlalu kedinginan. Rasanya

benar-benar seperti keong.

Ada satu jam lebih sebelum akhirnya kami sampai ke jalan

setapak menuju perkampungan pertama. Cuaca cepat menggelap

dan kami berada persis di depan pulau kecil yang angker.

Di situlah drama itu terjadi. Sebuah sambaran hebat dari kilatan

cahaya menyilaukan membelah pohon kelapa di sisi jalan.

Kami membeku saling berpelukan. Pohon kelapa itu tercabik

dua dengan asap berkepulan. Allahuakbar! Tuhan semesta alam

baru saja menyelamatkan kami dari cakar kematian.

Kenangan indah dan ngeri itu sama-sama terpatri kuat dalam

memori kami. Itulah kenangan sahabat saya itu tentang

masa-masa mengesankan di kampung halaman. Kenangan

yang tidak luput dari musim hujan.

Hujan adalah berkah alam, kerinduan musim untuk

memperbarui kehidupan, perayaan kebahagian bagi

segenap hewan dan tetumbuhan, juga menjadi sumber

inspirasi banyak seniman dan penyair. Tidak sedikit orang

yang jatuh cinta dan tergila-gila pada penghujan. Tidak

sedikit karya-karya besar dan mendalam lahir dari rahim

suasana penghujan yang misterius, akrab membius, dalam

dan menggugah rasa.

Romantika penghujan bukanlah romantika suasana biasa.

Romantika hujan adalah gabungan antara melankoli

perasaan, bisik-bisik keakraban, nostalgia kenangan,

persinggahan inspirasi, ancaman malapetaka, sejarah

hati, filosofi kearifan alam, bahkan ilham dan wahyu

yang mencerahkan. Romantika penghujan adalah

kaleidoskop kehidupan yang menghuni ceruk-ceruk

kenangan tersembunyi yang terbuat dari impian,

kontemplasi, dan imajinasi kita tentang hakikat

dan nostalgia kehidupan akan datang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun