Sebagai contoh, mayoritas praktik perpustakaan di Indonesia sekarang ini adalah melayani peminjaman bahan perpustakaan. Kegiatan back office dari layanan ini adalah pengadaan/ pembelian bahan perpustakaan dan pengolahan bahan perpustakaan sampai bahan perpustakaan tersebut siap digunakan oleh pemustaka. Sampai di sini para pustakawan sering merasa sudah puas karena sudah memberikan layanan kepada pemustaka dengan baik.
Dalam terminologi Kuhlthau layanan seperti itu justru berada pada level layanan (istilah Kuhlthau: level mediasi) terendah atau disebut "organizer". Dalam hal ini pustakawan hanya menyediakan koleksi yang dibutuhkan oleh pemustaka dan mengaturnya (mengolah sampai menempatkannya di rak dan melengkapinya dengan alat telusur yang baik) sehingga dapat ditemukan kembali dengan mudah.
Dalam keadaan seperti ini maka interaksi pustakawan dengan pelanggannya sangat minim atau bahkan tidak terjadi interaksi sama sekali. Dan ini yang sebagian besar terjadi di perpustakaan di Indonesia.
Kebutuhan informasi pemustaka
Pemustaka menggunakan perpustakaan karena mereka memiliki kebutuhan akan informasi. Kebutuhan informasi tersebut timbul karena adanya kesenjangan pengetahuan yang dimiliki pemustaka dengan kebutuhan pemenuhan informasi yang diperlukannya dalam menyelesaikan sebuah persoalan.
Sebagai contoh, dalam menyusun karya ilmiahnya seorang mahasiswa tingkat akhir merasa memiliki masalah karena pengetahuannya yang kurang atau tidak memadai dalam hal mencari dan menemukan informasi yang mereka butuhkan.
Oleh sebab itu, timbul kebutuhan untuk memenuhi kekurangan pengetahuan tersebut. Kebutuhan informasi mengharuskan mahasiswa berinovasi mencari dan menemukan informasi yang relevan dengan kebutuhannya guna menyelesaikan masalahnya (Jamaluddin & Tommeng, 2021).
Sejalan dengan pernyataan Jamaluddin dan Tommeng, Zha dkk yang mengutip Marchionini (1995) menyatakan: "ketika individu mengalami kesenjangan kognitif yang mencegah mereka memahami situasi tertentu, mereka akan berusaha mencari informasi untuk mengubah keadaan pengetahuan mereka dan memenuhi kebutuhan informasi mereka" (Zha, Wang, Yan, Zhang, & Zha, 2015).
Lima level Mediasi Kuhlthau
Di era teknologi informasi sekarang ini maka masyarakat (baca: pemustaka) dihadapkan kepada situasi yang sangat rumit. Katz mengatakan bahwa ada satu persoalan besar mengenai informasi saat ini yaitu informasi tersebut sangat banyak.
Menurutnya bahkan tidak terhitung jumlah artikel, materi diskusi, buku dan bahkan program televisi yang diproduksi setiap hari. Orang menamakan kondisi ini sebagai "information overload" (Katz, 2002).