Mohon tunggu...
Abdullah Muntadhir
Abdullah Muntadhir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menatih jiwa dengan berkarya dan membuka hati untuk menggenggam dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pulang (Bismillah, Kami Bangkit)

22 Januari 2022   16:52 Diperbarui: 22 Januari 2022   16:59 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara itu indah dan lembut menyapa kedua telinga Ratih. Tiba-tiba ia seperti terhempas dan terhenyak dari lelapnya.

"Astaghfirullah Ya Rab!" Kakinya gegas mengambil air wudlu, bersiap diri untuk shalat shubuh berjamaah.

Sungguh Allah sangat menyayangi hambaNya, Allah berikan jutaan nikmat dan perlindungan. Namun, uforia atas kenikmatan membuat manusia tenggelam dalam mengingat sang maha. Tak jarang, justru lautan dosa dengan rela diselami demi sebutir mutiara yang akhirnya menyia-nyiakan hidupnya sendiri. Allah memberi perintah ataupun larangan, pasti menguntungkan makhluknya. Lain halnya dengan kebijakan dengan segudang janji dari insan pengejar amanah, daya dan upaya manusia sangat terbatas. Tapi, Allah memiliki segala yang ada dan tidak ada. Dengan kehendak Allah, semua PASTI terjadi.

***

"Kak, ajari aku membaca Al Qur'an ya" pinta ilham pada Ratih.

"Iya, insya Allah. Tapi ilham harus sehat dulu ya"

"Ilham sudah sehatan kok, kak.  Ayo!" ilham terus membujuk. Tiada raut sedih di wajahnya. Padahal, mereka barusaja bertemu sejam yang lalu. Selepas shalat subuh yang lalu, Ratih meluangkan waktu untuk menemani bude zainab menjenguk putranya.

Ilham Pratama, putra bungsu bude zainab yang ngeyel ingin ke Makkah dengan mengajak keluarganya, namun hanya ibunya yang tertarik ikut umroh menemani ilham.

Pagi itu, mereka hanyut dalam nada tilawah. Ratih menitah bacaan ilham dengan penuh kesabaran, beberapa kali remaja itu kesulitan melafalkan lafadznya, namun Ratih tetap telaten mengajarinya. Wajar saja, kegemaran beragama yang pemuda ini miliki telah menggebu tanpa arah. Belajar tanpa guru di hadapannya, meringkas banyak istilah dengan hati dan perasaannya sendiri melalui media masa dan tulis. Sungguh bagai memondong seikat kayu bakar diwaktu malam hari, dimana ada seekor ular berbisa berada diantara kayu tersebut yang siap mematuknya, sedang dia tak mengetahui. Proses belajar mengaji masih berlangsung, sedang bude zainab menyimak dengan bola mata yang berembun, kerut wajahnya berseri dibalik kerudung blusukan yang ia kenakan. Hijab putih yang menjadi buah kerinduan pada makkah al mukarromah saat itu.

Dikala hening mendengar ilham menuntun lidahnya membaca surat At-Takatsur (tentang bermegah-megahan), dua orang perawat memasuki kamar. Seorang perawat memasang Sfigmomanometer di lengan ilham dan seorang lagi menyiapkan obat-obatan dan makanan. Pemuda itu masih meneruskan bacaannya. Tidak disadari, waktu shalat dluhur masih menyisakan 30 menit lagi. Ratih dan bude zainab sepakat untuk melangkah ke mushola Rumah Sakit.

Seusai menuntaskan kewajiban shalat dluhur, bude zainab meninggalkan Ratih yang sedang bersama hafalan Al Qur'annya. Keindahan setiap bait ayat suci dapat mengikat hati dan menenangkan jiwa setiap pembacanya. Bagi orang tua, keberuntungan yang amat agung memiliki buah hati yang hafal Al Qur'an, karena kelak pada hari mahsyar akan dipakaikan jubah. Dan dipakaikan mahkota bak seorang raja bagi penghafalnya. Tak berselang lama, waktu ashar pun tiba. Segelintir jama'ah memasuki mushola, raut wajah yang sama, makna yang tunggal: Bahagia itu butuh sehat, termasuk kesehatan orang-orang yang disayangi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun