7. Sebagai bukti otentik terjadinya pernikahan, sesuai dengan analogi surat Ali-Imran ayat 282 harus diadakani i'lan an-nikah (pendaftaran nikah), kepada Pejabat Pencatat Nikah, sesuai pula dengan UU No. 22 Tahun 1946 jo UU No.32 Tahun 1954 jo UU No.1 Tahun 1974 (lihat juga Pasal 7 KHI Instruksi Presiden RI No.1 Tahun 1991).(M. Idris Ramulyo, 2002:48-49)
Di dalam Fiqh para ulama menjelaskan bahwa menikah mempunyai hukum sesuai dengan kondisi dan faktor pelakunya. Hukum tersebut adalah (As-Sayyid Sabiq, 1973:15):Â
1. WajibÂ
Bagi orang yang sudah mampu menikah, nafsunya telah mendesak dan takut terjerumus dalam perzinaan, maka ia wajib menikah. Karena menjauhkan diri dari perbuatan haram adalah wajib Allah berfirman dalam QS An-Nur 33: Â
2. Sunnah Bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mampu menikah, tetapi masih dapat menahan dirinya dari perbuatan zina, maka sunnah baginya menikah. Nikah baginya lebih utama daripada bertekun diri beribadah.Â
3. Haram Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan lahirnya kepada istri serta nafsunyapun tidak mendesak, maka ia haram menikah.Â
4. Makruh Makruh menikah bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi belanja kepada istrinya. Walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuatÂ
5. Mubah Bagi orang yang tidak terdesak oleh alas analasan yang mengharamkan untuk menikah, maka nikah hukumnya mubah baginya.
Hikmah PernikahanÂ
Mengenai hikmah pernikahan, sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari tujuannya di atas, dan sangat berkaitan erat dengan tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini. Al-Jurjawi menjelaskn bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan memakmurkan bumi, di mana segala isinya diciptakan untuk kepentingan manusia. Oleh karena itu, demi kemakmuran bumi secara lestari, kehadiran manusia sangat diperlukan sepanjang bumi masih ada. Pelestarian keturunan manusia merupakan sesuatu yang mutlak, sehingga eksistensi bumi di tengah-tengah alam semesta tidak menjadi siasia. Seperti diingatkan oleh agama, pelestarian manusia secara wajar dibentuk melalui pernikahan, sehingga demi memakmurkan bumi, pernikahan mutlak diperlukan. Ia merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran bumi. (Ali Ahmad al-Jurjawi, tt:6-7)Â