Mohon tunggu...
Abdillah Hisyam
Abdillah Hisyam Mohon Tunggu... Operator - pegawai swasta

hiburan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Nikah

11 Oktober 2024   05:00 Diperbarui: 11 Oktober 2024   07:51 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 a. Sebagian Hanafiyah berpendapat bahwa nikah adalah:

b. Sebagian lagi berpendapat bahwa nikah adalah:

 c. Sebagian Syafi'iyah berpendapat bahwa nikah adalah:  

d. Sebagiannya lagi berpendapat bahwa nikah adalah:  

e. Hanabilah berpendapat bahwa: Dari definisi nikah yang dikemukakan fuqaha, pada prinsipnya tidak terdapat perbedaan yang berarti kecuali pada redaksi atau phraseologic saja. Nikah pada hakikatnya adalah akad yang diatur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak memiliki dan menikmati faraj dan seluruh tubuh wanita itu dan membentuk rumah tangga.(Abu al-'Ainain Badran, tt: 20- 21)  

Yang dimaksud hak milik, yang dapat ditemukan hampir di setiap definisi yang disebutkan fuqaha, ialah milku al-intifa', yaitu hak milik penggunaan (pemakai) sesuatu benda, karena itu akad nikah tidak menimbulkan milku ar-raqabah, yaitu memiliki sesuatu benda, sehingga dapat dialihkan kepada siapapun; juga bukan milku al-manfa'ah, yaitu hak memiliki kemanfaatan sesuatu benda, yang dalam hal ini manfaatnya boleh dialihkan kepada orang lain.(A. Basit Badar Mutawally, 1999:120-137) 

1. Hak monopoli dalam memiliki kemanfaatan atas istrinya hanya dimiliki oleh suami, karena selain suaminya haram merasakan kenikmatan itu. 

2. Si istri tidak terikat dengan suami, karena ia mempunyai hak untuk dapat melepaskan diri dari suaminya.

 3. Faraj (kemaluan) si istri adalah hak miliknya selaku pemilik raqabah dan manfa'at, karena jika terjadi kekeliruan dalam wati syubhat, maka wajib atas suami tersebut membayar misl kepada istri, bukan kepada suami. 

4. Suami tidak berkewajiban menyetubuhi istrinya, tetapi si istri berkewajiban menyerahkan faraj (kemaluannya) sewaktu diminta oleh suaminya. Kewajiban suami bukanlah tuntutan akad, tetapi hanya berkewajiban memelihara moral istri. Jadi kalau si suami sudah membuktikan kepada istrinya dalam persetubuhan yang pertama kali bahawa ia impoten, maka hal ini dianggap cukup untuk memenuhi tuntutan istrinya.

Sebagian ulama Syafi'iyah memandang bahwa akad nikah adalah akad ibadah, yaitu membolehkan suami menyetubuhi istrinya. Jadi bukan akad tamlik bi al-intifa'. Demikian pula di dalam al-Qur'an dan hadishadis Nabi, perkataan "nikah" pada umumnya diartikan dengan "perjanjian perikatan". Firman Allah SWT 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun