"Sorry, gua baru beres. Sebagai permintaan maaf hari ini gua yang traktir, deh," kataku meminta maaf.Â
"Nah gitu dong!" seru Haikal. "By the way, gimana lu udah ungkapin perasaan lu ke Maudy, jurnalis dari Jurnalis Muda?"Â
"Belum. Emang kenapa?"Â
"Sebenernya nggak apa-apa, tapi mau sampe kapan memendam perasaan lu?"Â
Aku menghela napas, lalu menyeruput kopi. Kemudian kembali berseru. "Lu udah tau betapa takutnya gua dengan penolakan. Lu juga paham gimana perihal percintaan gua di masa lalu. Gua belum siap untuk itu semua, Kal."Â
"Ini, nih, yang bikin gua kesel sama lu. Ayolah, Gun. Gua tau semua ini agak berat buat dilakukan, tapi gua yakin lu pasti bisa ngelewatinnya. Jadi, jangan tunda-tunda lagi!"Â
***
Aku berjalan di belakang Maudy sesampainya di acara pernikahan Julian. Akhirnya kudapat melihat Julian secara langsung. Dengan balutan jas hitam dipadu kemeja putih dan dasi merah, ia terlihat sangat elegan. Maudy mencoba menutupi kesedihannya ketika berjabat tangan dengan Julian, meskipun aku dapat mengetahui kesedihannya.
"Gun, kita langsung pulang aja, ya?"
Tanpa menjawab, aku langsung menggandeng Maudy yang sedang menutupi kekecewaan. Kulemparkan senyum agar dapat meredakannya, namun tak mempang. Di atas sepeda motorku, ia masih membeku, tatapannya kosong. Aku memberhentikan sepeda motor sejenak, yang membuatnya sedikit terkejut.
"Loh, kok, berhenti, Gun!?" tanya Maudy terheran-heran.