"Sebenarnya ada yang ingin kubicarakan denganmu."
Maudy turun dari sepeda motorku. "Katakan saja."
"Kita ke taman itu saja biar lebih leluasa bicaranya," kataku menunjuk sebuah taman kota yang ada di hadapan kami.
Aku menggandeng Maudy menuju taman tersebut. Perasaanku langsung berdebar-debar, sementara Maudy terlihat kebingungan. Sesampainya di taman, aku tak melepas genggaman pada tangannya. Kutatap matanya dengan penuh rasa, semakin membuatnya kebingungan.
"Sebenarnya ada apa ini, Gun?"
"Aku suka denganmu, Maudy!"
"Apa kamu sedang mencoba menghiburku?"
"Tidak. Aku serius dengan ucapan tadi. Sejak pertemuan pertama kita di sebuah halte bus, aku langsung jatuh hati denganmu."
"Sumpah aku terkejut dengan ucapanmu. Kamu mengerti perasaanku saat ini, mengapa kamu baru mengatakannya?"
"Aku tahu kalau ini bukan waktu yang tepat, tapi sejujurnya aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Berbulan-bulan aku memendamnya, terutama ketika dirimu selalu menceritakan Julian. Hingga akhirnya aku berani mengatakannya hari ini."
Maudy melepas genggamanku. "Maaf, Gun. Selama ini aku hanya menganggapmu teman yang selalu ada untukku. Aku belum bisa membalas perasaanmu, terlebih dengan peristiwa hari ini yang sangat membuatku sedih. Jika kamu ingin menunggu, beri aku waktu untuk menjawabnya."