Mohon tunggu...
Elwahyudi Panggabean
Elwahyudi Panggabean Mohon Tunggu... -

Journalist

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bercak Hitam Gaun Malam

27 September 2015   12:28 Diperbarui: 27 September 2015   13:11 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Empat bulan setelah kejadian itu, Muri mulai melupakannya. Ia tak pernah menanyakan jam itu kepada istrinya, Sutri. Ia ingin bukti pendukung yang lebih kuat, modal bertanya. Suatu saat. Suatu malam, sebenarnya telah kuat juga hasratnya untuk menanyakan itu, saat tengah bermesraan dengan istrinya. Tetapi, ia tak berani.

Ia belum tega mengumpan pertengkaran di gubuk mereka. Apalagi, Muri tak mau kehilangan istri kedua kalinya. Prapti, istrinya yang pertama, pergi meninggalkannya, hanya karena sering bertengkar. Sepuluh tahun menduda, kehadiran Sutri baginya suatu pertolongan yang teramat sangat.

Masalah kemudian  menjadi lain. Pak Yakub, konon, segera menjual lahan untuk kepentingan pendirian sekolah di sana. Muri diminta untuk memanen lahannya untuk sekali panen saja. Tanah sudah diukur. Polisi desa juga ikut kecipratan dari uang calo.

 Saat pengukuran itulah, Indar, polisi desa itu melihat wajah Sutri yang masih manis. Polisi itu menatapnya dengan mata tak berkedip. Begitu Sutri memandangnya, perempuan itu langsung membuang muka. Saat ia memalingkan pandangan ke mata suaminya, ternyata suaminya juga telah lama menatap polisi yang memerhatikan istrinya itu. Indar, yah, anak muda lajang, sudah setahun bertugas di pos desa. Berwajah tampan, suka bergaul, walau jarang ikut kegiatan mesjid.

Setelah transaksi tanah, Muri lebih banyak menganggur. Suatu sore, sekitar pukul tiga, Muri tengah merenung di warung. Tiba-tiba, Marmo datang menawarkan sesuatu.

“Pokoknya, Mas hanya tempat menitip saja. Satu amplop, jika sudah dijemput pembeli, sama Mas lima puluh ribu.Tunggu saja di sini setiap sore. Terutama hari Sabtu,” Marmo merayu.

“Gimana kalau Pak Polisi tahu?” Muri bertanya heran, tapi ngiler. Marmo langsung membisiki Muri.

Saat itulah, Indar, Polisi itu, tiba. Dan duduk di sudut kiri pintu.

“Tenang aja, Mas,” Indar tiba-tiba menimbrung.

Pekerjaan ini menggiurkan juga. Sutri sendiri mulai aman dengan kebutuhan sehari-hari saat suaminya pergi pagi pulang malam, dengan uang rata-rata Rp 100 ribu sehari.

“Katanya, kerja jadi calo tanah di kota kecamatan, Pak,” jawab Sutri dalam pemeriksaan kedua kalinya. Ia ditanyai, seorang polisi baru di pos itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun