Mohon tunggu...
Elwahyudi Panggabean
Elwahyudi Panggabean Mohon Tunggu... -

Journalist

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bercak Hitam Gaun Malam

27 September 2015   12:28 Diperbarui: 27 September 2015   13:11 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Saya ada sedikit masalah dengan Marmo. Masalah komisi. Kami sempat bertengkar,” kata Muri.

Dasar istri nrimo, Sutri tak mau usil soal cerita suaminya.

Tetapi, dalam situasi berduka, pikiran Sutri terus melayang. Ia teringat ketika suatu malam. Saat suaminya tengah ke kota menagih uang panen. jarum jam weker di meja kecil buruk kamarnya hampir menunjuk angka  12. Tiba-tiba, pintu diketuk. Ia terjaga. Ia merasa, yang berdiri di depan pintu, bukan suaminya. Ia segera duduk. Ditatapnya wajah anaknya yang tertidur pulas. Pintu diketuk lagi.

Ia beranjak sembari membereskan daster pendek lusuh tanpa lengan. Celah buah dadanya terlihat di keremangan lampu teplok . Begitu pintu dibuka, ternyata seorang pria berambut cepak langsung membekap mulut Sutri dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya, langsung menyentuh daun pintu, menutup dan memasang gerendelnya. Pintu kembali tertutup.

Sutri diancam. Angin malam menembus celah dinding gubuk, membawa hawa dingin. Perlawanan seorang Sutri terlalu lemah buat dekap paksa tangan kekar seorang pria perkasa berusia 23 tahun. Tak perlu ke kamar. Cukup di lantai tanah berbantalkan gulungan kain sarung yang lusuh.

Dari jarak sekitar 15 meter, terdengar suara derap langkah orang. Sepertinya hendak menuju rumah Sutri. Desah napas kencang pria yang merenggut paksa kehormatan Sutri, mendadak pelan. Pria itu, menghentikan aksinya. Sutri kemudian menolak dadanya yang gempal. Pria itu, bergegas cepat. Buru-buru keluar dari pintu belakang. Meninggalkan Sutri terbaring lesu. Menangis tanpa suara.

“Tri, Sutri, buka pintu!” Muri berdiri di depan pintu dengan kantung bekas karung tepung berisi beras.

Sutri segera membereskan rambutnya yang kusut masai. Mencoba menghapus air mata di pipinya, seolah tak terjadi peristiwa dahsyat itu. Ia bangkit menuju pintu.

“Apa kabar? Sepertinya ketakutan?” tanya Muri. Sutri mencoba tersenyum. Dipaksakannya.

“Ah, tak apa-apa, Mas. Kukira tadi, entah siapa. Kiranya Mas yang datang,” jawabnya pelan.

Tiba-tiba, terdengar suara derap langkah di semak sekitar gubuk mereka. Seorang pria mencoba mendorong pelan sepeda motor yang diparkir agak tersembunyi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun