"Dua minggu, bagaimana dengan yang lain?" tanyaku setelah sebagian ingatanku terkumpul dan menyadari aku berada di ruang darurat perawatan Covid 19 terletak tidak jauh dari Balai Diklat.
"Saya minta maaf, hanya kalian berdua yang selamat." Dokter Seno menunjuk seseorang terbaring di bed yang bersebelahan dengan sekat kain yang terbuka, pada papan status pasien tertulis nama Tristan.
"Bagaimana mungkin, kemarin kami berada di ..."
"Aruna, kalian tidak pernah meninggalkan ruang isolasi, maaf saya menyimpan sesuatu mungkin anda membutuhkannya," dokter Seno menyerahkan gadget-ku dan meninggalkan aku yang masih terheran-heran.
Semuanya tampak begitu nyata, dan kupastikan aku tidak mengalami amnesia. Segera kuaktifkan gadget karena masih lekat dalam ingatan aku tertidur dengan kamera yang menyala. Tidak ada file video, foto atau aktivitas chating yang merekam semua kegiatanku selama perjalanan dan berada di pulau itu, termasuk rekaman malam terakhir ketika berada di atas menara suar. Semua notifikasi aktivitas gadget hanya sampai pada hari sebelum meninggalkan Balai Diklat.
Aku melihat folder SENT pada email-ku, terakhir pengiriman adalah Jurnal Harianku berjudul Reflection. Rasa penasaranku semakin menjadi, dengan sangat hati-hati kulihat punggungku dan luka gores itu masih ada namun sudah hampir mengering.
Who is that girl I see
Staring straight back at me?
Why is my reflection someone I don't know?
Must I pretend that I'm someone else for all time?
When I will my reflection show Who I am inside?