Gubernur Bali baru-baru ini menyatakan bahwa dengan terbitnya KepmenKP 46 Tahun 2019, maka kegiatan reklamasi akan berhenti. Jika melihat pada ketentuan Pasal 32 PermenKP 17/2008, hanya kegiatan-kegiatan tertentu saja yang dapat dilakukan baik di dalam Zona Inti maupun Zona Pemanfaatan Terbatas dari sebuah Kawasan Konservasi Maritim.Â
Reklamasi untuk pembangunan hotel dan lain-lain tidak termasuk salah satunya. Namun demikian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman juga baru-baru ini menyatakan bahwa reklamasi tidak otomatis berhenti karena Perpres 51/2014 masih berlaku.
Kondisi ini patut kita sayangkan, karena menciptakan ketidakpastian hukum. Awam dapat mengatakan bahwa KepmenKP 46/2019 bertentangan dengan hukum karena menurut Pasal 7 UU 12/2011 Kedudukan Peraturan Presiden lebih tinggi dibanding Keputusan Menteri. Sejatinya hal ini tidak sesederhana itu.Â
Mengapa? Pasal 7 UU 12/2011 tidak menyebutkan dimana kedudukan "Keputusan Menteri" dalam hierarki peraturan perundang-undangan karena memang "Keputusan" sejatinya bukan "Peraturan". Sifat kedua produk hukum ini berbeda, dimana keputusan bersifat einmahlig (individual, konkret, sekali selesai) dan peraturan bersifat dauerhaftig (umum, abstrak, terus menerus).
Bukan hal hierarki yang perlu diperdebatkan saat ini, karena baik keputusan dan peraturan, saat ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sama-sama memiliki daya laku.Â
Untuk menghilangkan daya laku ini perlu dilakukan pencabutan baik oleh pejabat penerbit maupun lembaga peradilan (mekanisme judicial review).Â
Menurut penulis, hal yang paling penting saat ini adalah memahami bagaimana sistem dari berbagai peraturan perundang-undangan untuk menentukan langkah-langkah yang dapat ditempuh.
Analisis 1: Perubahan Perpres 45/2011
Perubahan regulasi adalah sebuah hal yang lumrah terjadi. Namun demikian perubahan itu harus dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan salah satunya adalah tidak mengabaikan hak masyarakat untuk memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundangundangan sebagaimana diatur dalam Pasal 96 UU 12/2011.
Secara spesifik, UU 26/2007 juga mengatur bagaimana hak, kewajiban serta peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang. Pasal 65 ayat (1) secara tegas menyebutkan bahwa, "Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat."Â
Lebih lanjut pada ayat (2) disebutkan, "Peran masyarakat dalam penataan ruang ... dilakukan antara lain melalui: a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;..."