Kedua, KepmenKP 46/2019 merupakan turunan dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2008 ("PermenKP 17/2008") tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Â
PermenKP 17/2008 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 ("UU 27/2007") tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 ("UU 1/2014").
Selain kedua hierarki tersebut di atas, analisis pada tulisan ini juga akan mengkaitkan beberapa ketentuan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ("UU 23/2014") tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ("UU 12/2011") tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (yang berdasarkan informasi telah disahkan perubahannya namun belum diundangkan), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 ("UU 32/2009") tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Presiden Nomor 122 tahun 2012 ("Perpres 122/2012") tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Tentang Perpres 45/2011 jo. Perpres 51/2014
Perpres 45/2011 berjudul Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Peraturan Presiden ini pada intinya mengatur hal-hal terkait pengelolaan kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan) yang oleh PP 26/2008 telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (lihat Lampiran X PP 26/2008 Nomor 35).Â
Polemik mulai muncul pada saat Perpres 51/2014 mengubah Teluk Benoa yang awalnya merupakan Kawasan Konservasi Perairan (masuk dalam Zona L3 menurut Perpres 45/2011) menjadi Zona P (Zona Penunjang menurut Perpres 51/2014) yang mana terhadapnya dapat dilakukan reklamasi seluas 700 Hektar.
Tentang KepmenKP 46 Tahun 2019
KepmenKP 46 Tahun 2019 menetapkan kawasan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim pada kategori Daerah Perlindungan Budaya Maritim.Â
Menurut PermenKP 17/2008, untuk dapat menjadi Daerah Perlindungan Budaya Maritim sebuah area harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu: (i) tempat tenggelamnya kapal yang mempunyai nilai arkeologi-historis khusus; (ii) situs sejarah kemaritiman yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya yang perlu dilindungi bagi tujuan pelestarian dan pemanfaatan guna memajukan kebudayaan nasional; dan (iii) tempat ritual keagamaan atau adat.
Lebih lanjut, di dalam Daerah Perlindungan Budaya Maritim Teluk Benoa seluas 1.243,41 Hektar ini ditetapkan 15 titik Zona Inti yang masing-masing memiliki radius 50 sentimeter dan Zona Pemanfaatan Terbatas. Pengelolaan Daerah Perlindungan Budaya Maritim ini diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Bali.
Tentang "morat-marit"nya