Mohon tunggu...
4458 Aqori Satria Azka
4458 Aqori Satria Azka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna Poltekip

LV POLTEKIP

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Jurnal Normatif Hukum

11 September 2023   10:04 Diperbarui: 11 September 2023   10:24 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Reviewer : Aqori Satria Azka (STB 4458 No. Absen 06)

Dosen Pebimbing : Bapak Markus Marselinus Soge., S.H., M.H

JURNAL 1

1. Judul: Perlindungan Hukum Anak Sebagai Korban Eksploitasi Seksual Berdasarkan UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

2. Penulis: Made Fiorentina Yana Putri, Diah Ratna Sari Hariyanto

3. Nama Jurnal, Penerbit dan Tahun Terbitnya: Jurnal Normatif Hukum, Universitas Warmadewa, Volume 4 Nomor 1 - April 2023

4. Link artikel jurnal: https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/6546

5. Latar Belakang/Pendahuluan

Setiap anak berhak atas perlindungan dari segala Tindakan kekerasan dan diskiminasi karena anak merupakan generasi bangsa yang memiliki peranan yang penting pada masa depan bangsa, sehingga wajib pendapatkan perlindungan dari negara. Undang-undang perlindungan anak harus didasarkan pada pertimbangan perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Penelantaran terhadap anak dapat menjadi penyebab munculnya kejahatan terhaap anak dengan berbagai macam bentuk kejahatan. Tindak Pidana Eksploitasi Seksual Anak (TPESA) adalah suatu jenis kejahatan baru yang sedang berkembang di dunia sekarang ini. Kejahatan ini terdiri dari Prostitusi Anak, Pornografi Anak, Perdagangan Anak untuk Tujuan Seksual, Pariwisata Seks Anak dan Perkawinan Anak. ECPAT ( End Child Prostitution, Child Phornography, And Trafficking Of Children For Sexsual Purposes) Indonesia mencatat berdasarkan hasil putusan Mahkamah Agung selama 2010-2014, terdapat 35 kasus pornografi anak, 64 kasus prostitusi anak, 46 kasus pariwisata seks anak, dan 74 kasus perdagangan anak. Masalah krisis pengasuhan keluarga, semakin tingginya penyalahgunaan teknologi berbasis elektronik dan media sosial hingga anak rentan dimobilisasi, dimanfaatkan dan dieksploitasi secara seksual menjadi sorotan utama KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Eksploitasi dan perlakuan yang salah terhadap anak utamanya terjadi di platform media sosial, seperti WhatsApp, Facebook, dan Facebook Messenger. Namun, hingga 56% anak tidak pernah menceritakan insiden yang dialami kepada siapa pun. Rendahnya pelaporan disebabkan oleh ketidaktahuan mengenai siapa yang dapat dihubungi atau diajak bicara rasa bersalah, kekhawatiran tidak akan dimengerti, kekhawatiran akan mendapat masalah, rasa malu, dan kekhawatiran akan menimbulkan masalah bagi keluarga. Dampak negatif dari tindak pidana ini, salah satunya di era digitalisasi ini berdampak negatif terhadap pola pikir dan kesehatan mental manusia terutama anak, sedangkan dampak negatif terhadap korban eksploitasi seksual menghadapi beberapa konsekuensi emosional, psikologis, serta fisik yang parah. Namun peraturan perundang-undangan Indonesia tidak mengatur eksploitasi seksual anak dalam suatu perundang-undangan atau bagian di dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. Permasalahan yang terjadi adalah definisi tindak pidana eksploitasi terhadap anak di dalam peraturan perundang-undangan masih sangat abstrak

6. Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian

Konsep atau masalah dalam penelitian ini adalah perlindungan hukum bagi anak sebagai korban eksploitasi seksual. Perlindungan anak tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak. Perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhnya hak-hak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

Tujuan dari penelitian ini adalah guna mengkaji perlindungan hukum kepada seorang anak berupa hak-hak yang terdapat pada diri anak serta upaya pemerintah dalam melakukan pemulihan dalam bentuk fisik, psikologis, social dan restitusi. Penelitian ini fokus pada hak-hak yang diberikan kepada anak sebagai korban eksplotasi seksual dan pemulihan terhadap anak sebagai korban eksploitasi seksual.

7. Metode Penelitian Hukum Normatif

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif (legal research) biasanya "hanya" merupakan studi dokumen, yakni menggunakan sumber bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan, keputusan/ketetapan pengadilan, kontrak/perjanjian/akad, teori hukum, dan pendapat para sarjana. Nama lain dari penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum doktrinal, juga disebut sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen.

a. Obyek Penelitiannya

Penelitian ini menggunakan obyek penelitian sistematik hukum. Pada diri setiap anak yang dilahirkan telah melekat hak-hak yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah dan pemerintah daerah. Hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Pertama Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tujuan perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhnya hak-hak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

b. Pendekatan Penelitiannya

Pendekatan yang dipergunakan yaitu Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach) dan Pendekatan Kasus (Case Approach). Peneliti menggunakan Pendekatan Perundang-Undangan dan Pendekatan Kasus karena yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban eksploitasi seksual berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta kasus yang berkaitan dengan eksploitasi seksual anak yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini.

c. Jenis dan Sumber Data Penelitiannya

Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan sekunder. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian dikumpulkan dengan melakukan penelusuran (searching) dan studi dokumentasi, baik melalui tokotoko buku, perpustakaan dan media internet, serta media dan tempat-tempat (lembaga) lainnya yang mengeluarkan serta menyimpan arsip (dokumen) yang bekenaan permasalahan penelitian.

d. Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Penelitiannya

Penelitian ini menggunakan Teknik penelitian studi kepustakaan. Studi pustaka (bibliography study); adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif. Tekhnik pengolahan terhadap bahan hukum yang telah terkumpul dilakukan dengan tahapan; inventarisasi, identifikasi, klasifikasi dan melakukan sistematisasi. Tahap sistematisasi ini dilakukan agar tidak terjadi kontradiksi antara bahan hukum yang satu dengan yang lain.

8. Hasil Penelitian dan Pembahasan/Analisis

Anak korban merupakan anak yang belum berusia 18 tahun yang mengalami penderitan baik fisik mental, maupun ekonomi karen atindak pidana. Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan bernegara di mana dalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya. Ia berhak untuk menikmati kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara fisik, mental dan sosial serta berhak atas perlindungan dan upaya untuk mewujudkan kesejahteraan anak serta pemenuhan hak-haknya. Tujuan perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhnya hak-hak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Perlindungan anak sebagai korban kejahatan eksploitasi seksual tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 59 ayat 2 yaitu perlindungan khusus.

Pengawasan ekstra terhadap anak baik secara pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat, perlu dilakukan. Hal tersebut ditujukan untuk melindungi hak-hak anak serta mencegah masuknya pengaruh eksternal yang negatif yang dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Dukungan yang dibutuhkan guna mewujudkan perlindungan atas hak anak di Indonesia diatur Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tersebut menyebutkan bahwa negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak yang menjadi korban tindak pidana pelecehan seksual berhak untuk mendapat perlindungan sebagaimana hak anak yang diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 15. Hak-hak anak ini belum terpenuhi sesuai dengan perundang-undangan, hak-hak anak tidak terpenuhi secara maksimal. Artinya adanya Undang-Undang Perlindungan Anak belum bisa diimbangi dalam implementasinya terhadap anak.

Dampak yang terjadi pada anak korban eksploitasi seksual ditandai dengan adanya powerlessness, dimana korban merasa tidak berdaya dan tersiksa ketika mengungkap peristiwa pelecehan seksual tersebut. Semakin sering kekerasan yang diterima, maka trauma yang timbul juga akan semakin besar dan membutuhkan pemulihan jangka panjang. Untuk mencegah hal-hal mengerikan terjadi pada anak, keluarga terutama orang tua harus berperan aktif dalam mengawasi dan mendidik anak. Anak harus diajarkan batasan-batasan mengenai dirinya. Upaya pemulihan fisik & psikologis dilakukan dengan memberikan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan baik secara fisik dan mental pada korban. Dampak psikologis pada anak-anak akan melahirkan trauma berkepanjangan yang kemudian dapat melahirkan sikap tidak sehat, seperti minder, takut yang berlebihan, perkembangan jiwa terganggu, dan akhirnya berakibat pada keterbelakangan mental. Keadaan tersebut kemungkinan dapat menjadi suatu kenangan buruk bagi anak korban kekerasan seksual tersebut. Maka diperlukan bantuan ahli yaitu psikolog atau psikiater yang memang ahli dalam hal kejiwaan dan telah mempelajari mengenai kesehatan mental orang lain secara lebih mendalam. Pelaksanaan Restitusi yang dimaksud dalam pengertian secara definitif harus sesuai dengan Prinsip Pemulihan dalam Keadaan Semula (restutio in integrum), sebab hal tersebut merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan bahwa korban kejahatan haruslah dikembalikan pada kondisi semula sebelum kejahatan terjadi meski didasari bahwa tidak akan mungkin korban kembali pada kondisi pada saat sebelum mengalami kerugian yang diderita.

Pemerintah wajib memfasilitasi korban dengan memberikan fasilitas yang cukup memadai bagi anak-anak jalanan, anak-anak yang memiliki keterbatasan ekonomi dan keterbelakangan mental tentunya akan meninimalisir angka diskriminasi anak dan kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak tersebut, pembangunan sekolah gratis bebas biaya bagi anak-anak tidak mampu, pembangunan rumah penampungan dan perlindungan bagi anak-anak terlantar serta anak jalanan dan juga pemberian fasilitas kesehatan yang memadai. Aturan dalam Undang-Undang tersebut dianggap belum memadai. Peraturan yang ada masih fokus terhadap aspek pidana dan pemidanaan pelaku, namun kurang memperhatikan pemenuhan hak korban dan pemulihan fisik, psikologis, social serta pemberian restitusi terhadap korban.

 

9. Kelebihan dan Kekurangan Artikel, Serta Saran

Abstrak pada penelitian ini dijelaskan secara menyeluruh, penelitian ini juga menggunakan Bahasa yang mudah dipahami oleh penulis. Dalam menganilis kasus pada penelitian ini kurang dijelaskan secara maksimal sepertu contoh kasus dan sebagainya. Saran dari penelitian ini diperlukannya aturan-aturan yang memperkuat hak-hak korban, memperjelas aturan-aturan tindak pidananya agar bisa menjangkau segala bentuk kekerasan seksual selama ini, sampai soal saluran pelaporan karena mereka menilai selama ini aparat penegak hukum tidak merespons kasus kekerasan seksual dengan baik.

JURNAL 2

1. Judul: Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan Cyber Crime Berbentuk Phising Dalam Transaksi Perdagangan International

2. Penulis: Tuti Warsiti, Markoni

3. Nama Jurnal, Penerbit dan Tahun Terbitnya: Jurnal Normatif Hukum, Riviera Publishing, Volume  6 Nomor 2 - Juni 2023

4. Link artikel jurnal: https://jmi.rivierapublishing.id/index.php/rp/article/view/262

5. Latar Belakang/Pendahuluan

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berkembang sangat pesat, ditandai dengan penggunaan teknologi melalui perangkat mobile merupakan suatu kebutuhan. Kemudahan dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini ada hal yang harus diperhatikan yaitu maraknya kejahatan yang dilakukan di dunia maya, atau lebih dikenal dengan istilah "cybercrime". Cyber Crime Phising adalah penipuan yang melibatkan orang lain dengan memanfaatkan email atau situs web palsu untuk mendapatkan informasi pribadi seseorang, seperti User ID, PIN, nomor rekening, nomor kartu kredit, dan sebagainya. Salah satu pendekatan rekayasa sosial yang sering digunakan oleh peretas untuk menipu korban adalah email phising. Peretas mengirimi penerima email yang terlihat mengundang dan biasanya bertema keuangan atau pemasaran (hadiah, voucher, diskon, dll.) kepada penerima. Penyelesaian sengketa melalui ADR mempunyai keungulan-keunggulan dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi, diantaranya ialah adanya sifat kesukarelaan dalam prosesnya karena tidak adanya unsur pemaksaan, prosedur yang cepat, keputusannya bersifat non judicial, prosedur rahasia, fleksibilitas dalam menentukan syarat-syarat penyelesaian masalah, hemat waktu dan hemat biaya, tingginya kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan dan pemeliharaan hubungan kerja. Sementara dalam Prinsip-prinsip penyelesaian sengketa perdagangan international salah satunya tercantum prinsip Exhaution of local remedies, sesuai dengan prinsip ini, mengamanatkan bahwa hukum kebiasaan internasional menegaskan sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional, maka langkah- langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional negara harus terlebih dahulu dilalui (exhausted).

6. Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian

Konsep atau teori permasalahan dalam penelitian ini adalah perlindungan hukum bagi korban kejahatan cyber crime. Kasus cybercrime phising ini juga terjadi pada PT. Fortuna Aero Asia Jakarta suatu perusahaan swasta dalam negeri yang bergerak dibidang aviasi. Dimana terdapat Perjanjian Jual Beli suku cadang pesawat terbang.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi orang-orang yang memanfaatkan teknologi tidak diragukan lagi penting. Karena dapat mencegah timbulnya korban baru, yang dapat menurunkan tingkat kejahatan, selain mengurangi penderitaan korban kejahatan yang dideritanya

7. Metode Penelitian Hukum Normatif

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normative. Penelitian hukum normatif, karena peneliti menggunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai data utama untuk menganalisis kasus, dan penulis tidak melakukan penelitian lapangan.

a. Obyek Penelitiannya

Obyek penelitian ini adalah penelitian asas-asas hukum dengan menelaah perlindungan hukum bagi korban kejahatan cyber crime. Merupakan sebuah hal yang penting dan memiliki efek pada penelitian. Dikatakan demikian karena asas merupakan sebuah pelopor berdirinya peraturan perundang-undangan yang ada Asas hukum akan membentuk  peraturan perundang-undangan sehingga bisa menjadi acuan untuk munculnya hukum positif. Beberapa ahli menyetujui bahwa asas hukum merupakan sebuah pedoman yang sangat penting untuk membuat sebuah hukum positif dikarenakan sebuah hukum positif pasti akan mengacu pada asas hukum dalam penerapannya di dalam masyarakat

b. Pendekatan Penelitiannya

Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan ini merupakan penelitian yang mengutamakan bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan sebagai bahan acuan dasar dalam melakukan penelitian. Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi (Saifulanam and Partners). Pendekatan konseptual (conceptual approach) merupakan jenis pendekatan dalam penelitian hukum yang memberikan sudut pandang analisa penyelesaian permasalahan dalam penelitian hukum dilihat dari aspek konsep-konsep hukum yang melatarbelakanginya, atau bahkan dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam penormaan sebuah peraturan kaitannya dengan konsep-konsep yang digunakan (Saifulanam and Partners).

c. Jenis dan Sumber Data Penelitiannya

Penelitian ini menggunakan  data penelitian sekunder dengan bahan hukm primer berupa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen; serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan bahan hukum sekunder berupa penjelasan dari peraturan perundang-undangan yang di gunakan sebagai bahan hukum primer; buku-buku literature bacaan yang menjelaskan mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan Cyber Crime Berbentuk Phising Dalam Transaksi Perdagangan International; dan Data dari wawancara dengan staff dari PT. Fortuna Aero Asia.

d. Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Penelitiannya

Penelitian ini menggunakan Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah model library research atau studi kepustakaan, dan didukung dengan wawancara. Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yang didukung oleh logika berfikir secara deduktif, sebagai jawaban atas segala permasalahan hukum yang ada dalam penelitian ini.

8. Hasil Penelitian dan Pembahasan/Analisis

Kasus cyber crime melalui phising terjadi antara PT. Fortuna Aero Asia Jakarta dengan Aeroservices, Ltd. Beberapa perjanjian jual beli sudah berhasil dilaksanakan tanpa adanya masalah maupun kendala yang berarti sampai akhirnya terjadi masalah yang diduga dipicu oleh adanya cyber crime melalui phising oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. pelaku phising menampakkan diri sebagai pihak Aeroservices atau pihak yang berwenang dengan menggunakan email palsu yang tampak meyakinkan korban, sehingga PT. Fortuna Aero Asia merasa yakin bahwa email yang diterima itu berasal dari pihak Aeroservices, dengan demikian PT. Fortuna Aero Asia dalam kasus tersebut adalah sebagai korban tindak pidana phising melalui email. Berbagai upaya telah disiapkan oleh masing-masing pihak termasuk di dalamnya kemungkinan untuk menempuh jalur hukum yaitu membawa kasus ini untuk diselesaikan di pengadilan. Sebagai tindak lanjut dari upaya penyelesaian kasus ini kedua belah pihak telah melakukan pertemuan di Hotel Pullman Central Park Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2022. Masing-masing pihak telah mengakui bahwa mereka telah menjadi korban dan setelah dilakukan negosiasi yang cukup alot dan atas itikad baik dari masing-masing pihak dengan mempertimbangkan hubungan dan kerjasama baik yang telah terjalin selama ini.

Phising dalam perkara ini merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memancing korbanya supaya mengikuti apa yang ia sampaikan, dimana seakan akan pelaku tersebut benar-benar memiliki kepentingan dengan korban, sehingga dengan mudahnya korban tindakan phising terjerumus kedalam jebakanya. Tindakan phising tersebut mengakibatkan kerugian para pihak yang melakukan hubungan jual beli spare parts pesawat antara PT. Fortuna Aero Asia sebagai pembeli dan Aeroservices sebagai penjual. Timbulnya sengketa pada kegiatan perdagangan dalam perkembangannya dapat diselesaikan melalui mekanisme litigasi (Pengadilan) maupun nonlitigasi atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan (melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa/ APS). Dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan, pihak yang bersengketa tidak melalui proses hukum formal yang seringkali mahal dan memakan waktu. Para pihak cukup mengajukan perkaranya pada pihak ketiga untuk menyelesaikan persengketaan.

Kesepakatan  yang terjadi antara PT. Fortuna Aero Asia Jakarta dengan Aeroservices, Ltd. melahirkan perjanjian diantara keduanya yang pada saat bersamaan juga menerbitkan perikatan diantara para pihak yang telah bersepakat dan berjanji tersebut Secara umum dikatakan bahwa kesepakatan selalu ada dalam setiap perjanjian, kecuali jika dapat dibuktikan bahwa telah terjadi kekhilafan, paksaan atau penipuan. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 1449 jo Pasal 1452 KUHPerdata.

Perlindungan Hukum PT. Fortuna Aero Asia Sebagai Korban Atas Tindak Pidana Cybercrime Berbentuk Phising Dalam Transaksi Perdagangan International yaitu hampir seluruh negara-negara di dunia telah memiliki UU yang mengatur tentang cybercrime dengan berbagai macam model dan variasi. Adapun perlindungan menurut UU ITE hanya ditandai dengan adanya bentuk penyelesaian perkara berupa ketentuan pemidanaan atas perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam undang-undang ini kepada pelaku, sehingga Terhadap kerugian materiil bagi korban tindak pidana cyber crime berbentuk phising ini diatur dalam Pasal 1 Angka 11 UUPSK bahwa perlindungan korban dan/atau saksi tindak pidana yaitu dalam bentuk Kompensasi, Restitusi dan Bantuan

9. Kelebihan dan Kekurangan Artikel, Serta Saran

Penelitian ini menggunakan model analisis yang tepat yang dituangkan secara deskriptif sehingga mudah untuk dipahami oleh pembaca. Namun pada penelitian ini abstrak yang dituliskan tidak secara menyeluruh sehingga perlu dikembangkan lagi dalam penulisan abstraknya. Saran dari penelitian ini yaitu UU ITE hanya ditandai dengan adanya bentuk penyelesaian perkara berupa ketentuan pemidanaan atas perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam undang-undang ini kepada pelaku, sehingga Terhadap kerugian materiil bagi korban tindak pidana cyber crime berbentuk phising ini diatur dalam Pasal 1 Angka 11 UUPSK bahwa perlindungan korban dan/atau saksi tindak pidana yaitu dalam bentuk Kompensasi, Restitusi dan Bantuan.

JURNAL 3

1. Judul: Analisis Anak Korban Pelecehan Dan Kekerasan Seksual Dalam Perspektif Hukum Dan Hak Asasi

2. Penulis: Livia Ramayanti, Suryaningsi

3. Nama Jurnal, Penerbit dan Tahun Terbitnya: Jurnal Normatif Hukum, Actual Insight, Volume 2  Nomor 1 -- Januari 2022

4. Link artikel jurnal: https://journal.actual-insight.com/index.php/nomos/article/view/875

5. Latar Belakang/Pendahuluan

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib untuk dihormati, dijunjung tinggi serta dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Pengertian tersebut disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Anak mempunyai hak yang ada dan melekat di dalam diri seorang anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Anak merupakan mereka yang usianya masih dibawah 18 tahun, juga mereka yang belum lahir kedunia atau masih dalam kandungan ibunya seperti yang kita ketahui bersama, hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014. adapun hak anak secara umum yaitu: (1) hak hidup; (2) hak tumbuh-kembang;(3) hak perlindungan; dan (4) hak partisipasi. Perlindungan adalah suatu bentuk kewajiban serta tanggung jawab yang diemban oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua yang mencakup perlindungan di segala bidang seperti agama, pendidikan, kesehatan dan sosialnya. Sebuah kekarasan, ataupun penyiksaan pelecehan seksual sudah tentu itu jelas-jelas adalah bentuk daripada pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Aktivitas seksual tersebut seperti melihat, meraba, penetrasi (tekanan), pencabulandan, bahkan pemerkosaan. Dampak yang ditimbulan dari kekerasan seksual pada anak dapat berupa gangguan fisik, psikologis, bahkan sosialnya. Adanya luka atau robek pada selaput dara merupakan dampak pada fisiknya. Kemudian trauma mental, rasa takut , malu, kekhawatiran yang berlebihan bahkan keinginan untuk mengakhiri hidupnya adalah dampak pada psikologinya. Menurut undang-undang tujuan perlindungan pada anak yaitu agar terjamin dan terpenuhinya hak-hak anak untuk dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskrimisasi, demi terciptanya anak-anak yang memiliki kualitas, dengan akhlak yang mulia dan juga Sejahtera.

6. Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian

Konsep atau teori permasalahan pada penelitian ini yaitu pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi pada anak. Kekerasan seksual pada anak merupakan keterlibatan seorang anak dalam aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batas usia tertentu. Usaha penanganan dan pencegahan hal ini tentunya bermula dari dalam rumah tangga.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis anak sebagai korban pelecehan dan kekerasan seksual dalam perspektif hukum dan juga hak asasi manusia. Melakukan  kekerasan terhadap anak dan membiarkan kekerasan terjadi pada anak adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Kebijakan untuk merespon banyaknya kasus kekerasan seksual tersebut harus dipikirkan secara matang. Selain itu perlu dilakukan upaya serta langkah yang strategis demi untuk menangani anak korban kekerasan seksual. yang ditujukan melalui pendekatan-pendekatan praktik menggunakan barang bukti, serta tidak dilihat legalnya sebuah reaksi terhadap suatu kejahatan atau pelanggaran pidana saja.

7. Metode Penelitian Hukum Normatif

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normative. Tahapan utama dalam penelitian hukum normatif sendiri merupakan penelitian yang ditujukan guna memperoleh hukum obyektif (norma hukum). Menurut Johnny Ibrahim, penelitian hukum normative adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemupakan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya.

a. Obyek Penelitiannya

Obyek penelitian ini adalah penelitian asas-asas hukum. Dengan menelaah kajian hukum dan hak asasi manusia terhadap anak sebagai korban pelecehan dan kekerasan seksual. emua bentuk kegiatan seksual yang melibatkan anak ketika usia mereka belum sampai batas usia yang ditetapkan. dimana pelakunya merupakan orang dewasa, ataupun anak lain yang usianya lebih tua, atau seseorang yang dirasa memiliki fikiran dan tau mana perbuatan yang boleh atau tidak boleh dilakukan namun, memanfaatkan situasi anak tersebut untuk kesenangan ataupun aktivitas seksual dengan melakukan tindak pidana kekerasan seksual.

b. Pendekatan Penelitiannya

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dengan peraturan perundang-undangan saja. Penelitian yang dilakukan lebih ditujukan kepada pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus-kasus yang terjadi. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undangundang dan regulasi yang bersangkut paut dengan persoalan yang sedang dibahas. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkenaan dengan kekerasan seksual pada anak.

c. Jenis dan Sumber Data Penelitiannya

Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer berupa Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. dan bahan hukum sekunder berupa KUHP, KUHPer dan buku/jurnal hukum dan pandangan/doktrin ahli hukum lainnya.

d. Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Penelitiannya

Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka yang mengkaji informasi tertulis mengenai hukum dari berbagai sumber, dipublikasikan secara luas dan diolah secara deskriptif dengan analisis deskripsi kualitatif.

8. Hasil Penelitian dan Pembahasan/Analisis

Semua bentuk kegiatan seksual yang melibatkan anak ketika usia mereka belum sampai batas usia yang ditetapkan. dimana pelakunya merupakan orang dewasa, ataupun anak lain yang usianya lebih tua, atau seseorang yang dirasa memiliki fikiran dan tau mana perbuatan yang boleh atau tidak boleh dilakukan namun, memanfaatkan situasi anak tersebut untuk kesenangan ataupun aktivitas seksual dengan melakukan tindak pidana kekerasan seksual. Pelecehan dan kekerasan yang dilakukan kepada anak merupakan masalah besar. Ada 190 data yang dimiliki oleh UNICEF, Berdasarkan laporan UNICEF "ada sekitar 1 dari 10 anak perempuan di dunia telah mengalami pelecehan seksual." UNICEF telah mencatat bahwasannya anak di dunia terus menerus mendapatkan perlakuan tidak senonoh seperti pelecehan dbaik fisik maupun mentalnya. Tindakan kekerasan seksual tidak berasal hanya dari pihak luar saja, bahkan pelaku bisa saja datang dari orang-orang terdekat, seperti anggota keluarga sendiri. Pelecehan seksual yang menimpa dapat terjadi karena anak terbujuk oleh pelaku, maupun dipaksa, atau bahkan terjadi pengan camanuntuk melakukan hal yang sama sekali tidak wajar, seperti menonton tayangan pornografi, berciuman atau berhubungan seksual.

Beberapa faktor penyebab tindak pidana kekerasan seksual terhadap anakAdapun beberapa faktor penyebab diantaranya: faktor internal, yakni biasanya, pelaku dengan korban sudah memiliki kedekatan, hubungan ataupun keterkaitan sebelumnya, biasanya pelaku adalah orang terdekat korban bisa jadi keluargaa,kerabat ataupun tetangga korban, hubungan inilah yang digunakan pelaku untuk berbuat asusila yakni dengan melakukan kekerasan seksual. Tindakan kekerasan seksual dapat terjadi bukan hanya dipengaruhi oleh tidak terkontrolnya dorongan seksual pelaku, tetapi disebabkan pula karena dendam yang memicu emosi pelaku. Terjadinya tindak kekerasan seksual juga difaktori oleh peran pelaku dan posisi korban. Faktor eksternal. Kekerasan seksual adalah suatu tindakan yang yang kejam yang tidak dapat berdiri sendiri. cukup banyak faktor penyebabnya salah satunya adalah keberadaan korban yang menurut pelaku adalah suatu situasi dan kondisi yang mendorong pelaku secara tidak langsung untuk berbuat hal tersebut, dan ada unsur-unsur lain yang mempengaruhinya. Lingkungan yang jauh dari keramaian, sepi, ataupun tempat-tempat yang tertutupu juga memengaruhi selain peran pelaku dan posisi korban.

Penyebab terjadinya kekerasan seksual, yakni juga difaktori oleh tingkat kendali masyarakat atau biasa disebut social control yang sangat rendah, dengan demikian tindak tanduk mereka yang dianggap sebagai penyimpanga serta melanggar hukum dan menciderai norma-norma keagamaan dan kesusilaan kurang memperoleh respons dan kontrol dari masyarakat. Dari penjabaran di atas, dapat kita simpulkan bersama bahwasannya kekerasan seksual terjadi karena disebabkan oleh dua faktor, yakni faktor internal maupun faktor eksternal.

Gejala pada anak yang mengalami kekerasan ataupun pelecehan seksual. Terkadang orang tua tidak menyadari atau sulit untuk mendeteksi tanda-tanda ataupun gejala pelecehan sesksual terhadap anak, dikarenakan kadang anak yang menjadi korab pelecehan seksual dikarena usianya belum dewasa belum mengerti jika perbuatan yang dilakukan oleh pelaku pelecehan ataupun kekerasan seksual tersebut adalah tindakan yang salah dan sangatlah tidak wajar, tidak hanya itu bahkan kadang anakmerasa pelecehan yang dilakukan kepadanya diakibatkan oleh kesalahan dirinya sendiri karena di ancam oleh pelaku, dan mereka akhirnya merasa sangat takut untuk menceritakan kejadian yang menimpanya.

Komunikasi yang berjalan dengan baik anatara anak dan orang tua tentu sangat penting dilakukan guna menghasilkan hubungan yang baik pula, dengan keterbukaan dari keduanya. Komunikasi juga perlu dibangun sedini mungkin. Hal ini diharapkan agar terbentunya hubungan yang poistif antara keduanya sang anak dengan orang tua, supaya nantinya dapat membentuk sebuah hubungan yang rukun dan ideal. Mengajak anak untuk berbicara atau berkomunikasi dari hati ke hati. Dalam melakukan sebuah perlindungan terhadap anak diperlukannya lima kunci utama yaitu, kedua orang tuanya, keluarganya, masyarakat di lingkungannya, pemerintah, baik itu pemerintah daerah dan juga negara.

Demi untuk menghindari terjadinya kekerasan kepada anak, terkhusus tindak kekerasan seksual maka Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menitikberatkan serta memberikan kewajiban dan tanggungjawab kepada Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga dan Orang Tua atau Wali dalam penyelenggaraan perlindungan anak yang diatur dalam Pasal 20 BAB IV Kewajiban Dan Tanggung Jawab dan selanjutnya dalam Pasal 21-26 Undang-Undang ini menjelaskan secara terperinci masing-masing peran dan tugas Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali dalam penyelenggaraan perlidungan anak

9. Kelebihan dan Kekurangan Artikel, Serta Saran

Teori dan model analisis yang digunakan sangat tepat. Abstrak yang ditulis cukup menyeluruh dan mudah dipahami oleh pembaca. Penulis detail dalam memberikan metode penelitian dan hasil yang didapat dalam melakukan penelitiannya. Penggunaan bahasa dan analisis yang dilakukan oleh penulis sangat mudah dipahami. Penulis seharusnya lebih mengembangkan materinya tidak hanya di satu konsep saja sehingga wawasan kita pun ikut bertambah. Sarannya adalah agar orang tua harus sangat menekankan kehati-hatian dalam proses mendidiknya, membesarkannya, serta melindunginya, demi untuk memenuhi hak-hak asasi pada anak. Selain itu perlu dilakukan upaya serta langkah yang strategis demi untuk menangani anak korban kekerasan seksual. yang ditujukan melalui pendekatan-pendekatan praktik menggunakan barang bukti, serta tidak dilihat legalnya sebuah reaksi terhadap suatu kejahatan atau pelanggaran pidana saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun