Mohon tunggu...
RISKA GUNIAR TIFALDI
RISKA GUNIAR TIFALDI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Never give up

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Artikel Penelitian Hukum Normatif

11 September 2023   09:54 Diperbarui: 11 September 2023   10:00 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

e. Pendekatan Penelitian

Jenis dan pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian non doktrinal/hukum normatif

f. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Karya tulis ini dihasilkan dari mengkaji sudut pandang teoritis dari perundang-undangan, putusan pengadilan, penelitian akademis, dan literatur lainnya, kemudian persepsi dan dijabarkan sinkron dengan maksud penulisan ini. Jenis penelitian yang dipakai adalah deskriptif analisis. Sumber data penelitian ini diperoleh melalui data sekunder.

g. Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data

Cara penulisan data secara deskriptif adalah dengan menetapkan pendekatan kualitatif. Ini adalah penjabaran data, melantaskan kebenaran dan mengekstraknya dari literatur. Artinya, dengan menggabungkan informasi dengan semua undang-undang, peraturan, dan makalah akademis. Ada hubungannya dengan judul itu. Menganalisis kesimpulan secara kualitatif sehingga dapat dengan mudah dipahami.

h. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pelanggaran harkat dan martabat atau kesusilaan dan pelecehan atau pelecehan seksual yakni dua bentuk harkat martabat yang tidak hanya menjadi persoalan hukum domestik di satu negara, tetapi sudah menjadi isu hukum atau global di semua negara di dunia. Pelaku kejahatan dan pelecehan seksual tidak didominasi oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah, apalagi tidak berpendidikan atau tidak berpendidikan, tetapi pelakunya dari yang terendah hingga tertinggi di semua kelas sosial tertinggi. 13 Pelecehan seksual, karena cakupannya yang luas, dapat terjadi di mana saja tidak memandang antara laki-laki dan perempuan atau dalam komunitas yang homogen. Pelaku merupakan pelaku utama dalam kasus pemerkosaan atau pelecehan seksual, namun bukan berarti pemerkosaan atau pelecehan seksual tersebut semata-mata disebabkan oleh perilaku menyimpang pelaku dan dapat dipengaruhi oleh faktor selain pelaku.

Pelecehan seksual adalah tingkat kekerasan tertinggi dan paling mengancam dari semua bentuk kekejaman fisik dan psikis lainnya. Pembuktian pada kekerasan psikis tidaklah semudah pembuktian kekerasan fisik. Karena pembuktian kekerasan fisik mudah terlihat oleh mata dan dapat dibuktikan dengan visum et repertum sedangkan bukti dari kekerasan psikis tidak terlihat karena rasa sakitnya hanya dapat dirasakan oleh korban melalui batin dan jiwanya.15 Oleh karena itu, upaya pengungkapan fakta dalam perkara kekerasan psikis seringkali mengalami kesulitan. Bentuk perlindungan hukum bagi korban pelecehan seksual harus diberikan dengan cara yang berbeda-beda tergantung dari kerugian yang diderita korban, baik secara psikologis maupun emosional. Pelecehan seksual merupakan tindakan wajib dan ancaman untuk melakukan aktivitas seksual. Ini termasuk tidak hanya kecabulan dan pemerkosaan, tetapi juga aktivitas seksual seperti penglihatan, sentuhan, penyisipan dan tekanan.

Pelecehan seksual adalah kemarahan, penghinaan, atau intimidasi dari aktivitas yang meresahkan dan tidak diharapkan dari tindakan seksual, keinginan bantuan memuaskan hasrat salah satu pihak, perilaku verbal atau tubuh atau istilah yang bermakna seksual, atau respons. Perilaku pelecehan seksual lainnya. Harus dingatkan bahwa pelecehan seksual ini ada dimana-mana tidak peduli tempat dan waktu, tanpa memandang usia atau jenis kelamin. Perilaku linguistik dan fisik lainnya dikaitkan dengan hal-hal berbau seksual, karena korbannya bisa bayi, orang tua, dan bahkan jenis kelamin yang sama. Pelanggaran harkat dan martabat atau kesusilaan dan pelecehan atau pelecehan seksual merupakan dua bentuk harkat martabat yang tidak hanya menjadi persoalan hukum domestik di satu negara, tetapi sudah menjadi isu hukum atau global di semua negara didunia. Pelaku kejahatan dan pelecehan seksual tidak didominasi oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah, apalagi tidak berpendidikan atau tidak berpendidikan, tetapi pelakunya dari yang terendah hingga tertinggi di semua kelas social tertinggi.

Pelecehan seksual adalah tingkat kekerasan tertinggi dan paling mengancam dari semua bentuk kekerasan fisik dan psikologis lainnya. Pada masalah kekerasan seksual terhadap perempuan, pihak korban sangat besar, namun banyak yang mengeluhkan ketidakpekaan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku. Ancaman interpretasi hukum dan sanksi semakin direvisi. Pasal 389 KUHP Stigma sosial tentang kekerasan seksual seringkali dikategorikan sebagai perempuan manja yang selalu bahagia bersamanya. Di sisi lain, pelaku tidak pernah dikritik. Di level politik, masih banyak kebijakan yang tidak mendukung perempuan. Misalnya, ketika menangani kasus kekerasan seksual, perempuan seringkali tidak mendapatkan haknya. Warga menuntut pengesahan RUU TPKS. Padahal undang-undang juga dapat mengakses dan mengurangi kasus pelecehan seksual dan pelecehan seksual Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun