The Door between The Great Wall
 Di suatu kampung kecil terdapat Masjid dan Gereja yang jaraknya tidak terpaut jauh. Dua bangunan tersebut hidup berdampingan dan tidak pernah menimbulkan kericuhan. Mereka menjalankan ibadah mereka masing-masing dengan damai dan tentram. Kampung tersebut terkenal dengan masyarakat yang memiliki nilai toleransi yang tinggi.
 Azzahra Amerta adalah bunga desa yang membuat semua orang menyayanginya. Ayahnya adalah seorang Dokter sedangkan Ibunya adalah seorang pemilik butik ternama. Azzahra aktif dalam kepengurusan Remaja Masjid atau yang biasa disebut dengan ReMas. Ia senang sekali dalam bersosialisasi, tidak membedakan satu sama lain membuatnya mempunyai banyak teman. Di antara teman-temannya Azzahra sangat dekat dengan Annisa Humaira dan Cathleen Brisia. Mereka sudah berteman dekat sejak masih kecil, berbeda agama dengan Cathleen tidak membuat Azzahra dan Annisa menjauhinya. Mereka bertiga sangat dekat sudah seperti anak kembar.
 "Umi, Zahra pamit mau keluar dulu ya, bareng Annisa dan Cathleen"
 "Kamu sudah pamit dengan Abi belum?"
 "Sudah Umi"
 "Kalau begitu jangan pulang terlalu malam, hati-hati bawa sepeda motornya"
 "Baik Umi, Zahra pergi dulu Assalamu'alaikum" "Waalaikumsalam."
 Zahra pun berangkat dengan motor kesayangannya, namun saat di tengah perjalanan motornya sempat berhenti. Ia pun mengecek motornya, ternyata motornya hampir kehabisan bensin. Tak selang berapa lama ia bertemu dengan toko yang menjual bensin eceran.
 "Pak, beli bensinnya pertalite dua puluh ribu." Ucap Zahra.
 "Waduh, Maaf mbak, ini bensinnya sudah dibeli sama masnya" ucap bapak penjual bensin sambil menunjuk kepada cowok.
 "Yahhh, kalau begitu gaapa deh pak. Terimakasih pak."
 Saat Zahra hendak pergi dengan motornya, tiba-tiba terdengar suara cowok hendak menghentikannya.
 "Eh eh eh, tunggu dulu mbak. Pak, ini bensinnya kasih saja ke mbaknya. Saya gak buru-buru kok dan mbaknya kayaknya lebih butuh bensinnya."
 "Loh, gaapa mas? Kalau gitu ini uangnya saya kembalikan saja ya." Ucap bapak penjual bensin sambil mengembalikan uang cowok tersebut.
 "Dua puluh ribu ya, mbak." Ucap bapak penjual bensin.
 Saat beliau mengisi bensin motor Azzahra, Azzahra menghampiri cowok yang sudah membantunya.
 "Permisi, terimakasih ya mas sudah mau bantuin saya. Maaf ya kalau saya belum bisa balas budi ke masnya" Ucap Azzahra.
 "Iya mbak, gaapa kok, saya malah senang kalau bisa membantu." Ucap cowok tersebut.
 "Kalau begitu saya permisi, sekali lagi terimakasih". Ucap Azzahra lalu ia pergi meninggalkan cowok yang telah membantunya.
 Ia bergegas menuju tujuan awalnya ke cafe tempat biasa mereka bertiga berkumpul. Setibanya di Cafe, Azzahra langsung menghampiri temannya yang sudah lama menunggu.
 "Hai, guyss." Sapa Zahra. "Maaf ya kalau kalian menunggu lama."
 "Eh Zahra, udah gaapa duduk aja dulu. Eh ayo dong pesen nih pesen udah pada laper semua nih gara-gara nungguin Zahra." Ucap Annisa yang sudah kelaparan dari tadi.
 "Iya iya maaf ya guys." Ucap Zahra.
 "Oh ya, tumben banget kamu telat Za, kamu emang bangun kesiangan?" Tanya Cathleen kepada Zahra.
 "Enggak kok, tadi motorku hampir mogok, eh pas aku cek ternyata bensinku hampir habis dong. Untung aja ada cowok baikkk bangettt mau nolongin aku, jadi aku bisa deh dapat bensin." Ucap Zahra kepada kedua sahabatnya dengan sangat bahagia.
 "Ha? Serius? Wihhh beruntung banget kamu Za ditolongin sama orang baik. Tapi ngomong-ngomong, cowoknya yang nolongin kamu ganteng kan?" Ucap Cathleen dengan nada menggoda.
 "Ya Allah, Cathleen Brisiaaaaa, kalau masalah cowok aja selalu langsung gercep ishh." Ucap Annisa sambil menegur Cathleen.
 "Ya kan namanya juga penasaran, gimana? Ganteng gak nih?" Ucap Cathleen.
 "Hmmmm, ganteng gak ya? Kalau aku sih...., lebih ganteng Abi ku sih, Wlekkk." Ucap Zahra sambil mengejek Cathleen.
 "Ah gak asik mah si Zahra udah serius tahu ihh." Ucap Cathleen dengan wajah cemberut sekaligus kecewa.
 Selagi menunggu pesanan mereka datang, mereka mulai berdiskusi tentang projek gabungan mereka.
 "Oh ya, guys, kita jadikan mau bahas projek gabungan?" Ucap Cath yang membuka awal percakapan.
 "Projek kunjungan bencana korban Gunung Semeru kan? Aku sama Nisa sudah bicarain sih sama pengurus ReMas dan harusnya sih mereka bakal setuju, kan tujuannya kita untuk saling membantu sama lainnya." Ucap Zahra.
 "Semoga semua pada setuju deh, kapan lagi kita ada projek gabungan kayak gini." Ucap Cathleen.
PING !!!
PING !!!
PING !!!
Terdengar suara notifikasi dari Hp Zahra.
"Abique"
Zahra
Kalau kamu sudah selesai, sebelum pulang mampir dulu ke GREMET
Belikan kamus bahasa Jerman buat Abi
Siap Abi
 "Siapa Za? Tumben ada yang mau chatan sama kamu." Ucap Cath sambil mengejek.
 "Ihhh, dasar kamu ya. Ini Abi tahu yang ngechat aku." Ucap Zahra dengan nada kesal.
 "Oh iya, nanti kalian temenin aku ke GREMET bentar ya nyari kamus bahasa Jerman buat si Abi." Ucap Zahra kepada mereka
 "Ha? Buat Abi?" serentak ucapan mereka berdua bersama.
 "Om Azzam masih gaapa kan Za? Belum kenapa- kenapa kan?" Tanya Cathleen yang terheran-heran.
 "Ishh kamu nih pikirannya negatif mulu, kan siapa tahu Om Azzam kan butuh buat belajar bahasa Jerman kan." Ucap Annisa yang menegur Cathleen.
 "Ya kan tiba-tiba banget tahu gak sih Om Azzam minta dibelikan kamus bahasa Jerman." Ucap Cath dengan nada bicara masih terheran.
 "Udah-udah mending sekarang kita selesaikan pembahasan proyek kita dulu, lalu kita makan, baru deh kita GREMET nyari buku buat si Abi." Ucap Zahra yang melerai pembicaraan kedua sahabatnya itu.
 Setelah dari cafe, mereka pergi ke GREMET untuk mencari kamus bahasa Jerman untuk Abi. Setelah mendapatkannya mereka bergegas pulang ke rumah mereka masing-masing.
 Keesokan harinya, Petang setelah pulang dari kuliah, Azzahra menemui Abinya untuk membahas kunjungan korban bencana alam Gunung Semeru.
 tok... tok... tok...
 "Assalamualaikum."
 "Waalaikumsalam, masuk Za."
 "Abi, abi lagi sibuk tidak?" Ucap Zahra yang sedang mengintip abinya yang sedang membaca di ruang kerja.
 "Enggak kok, ini abi lagi baca kamus yang kemarin kamu belikan. Kamu ngapain disitu? Sini masuk." Ucap Abi yang kebingungan melihat putrinya mengintip dari balik pintu.
 Azzahra pun menghampiri abinya lalu duduk di kursi depan abinya.
 "Emmm, jadi gini bi, Ara sama teman ReMas berencana mengadakan kunjungan untuk korban bencana alam Gunung Semeru, tapi nanti bukan hanya anak ReMas saja, teman-teman Cathleen juga mau gabung juga. Kalau menurut abi gimana?" Tanya Zahra yang kebingungan.
 "Kalau menurut Abi kalau tujuannya baik ya gaapa, kan tujuannya saling membantu dan yang terpenting adalah niatnya harus baik ." Jawab Abi sambil tetap membaca buku.
 "Yeayyy, terimakasih Abi. Oh iya nanti setelah sholat isya Ara izin kumpul dulu ya abi sama anak ReMas" Ucap Zahra dengan nada senang.
 "Boleh, tapi jangan pulang terlalu malam okey"
 "Siap abi, kalau gitu Ara mau mandi dulu, Love you abi" Ucap Zahra sambil beranjak keluar dari ruang kerja abinya.
 "Pantesan dari tadi ada bau asem, ternyata Ara belum mandi" Ucap Abi yang menggoda putrinya.
 "Ara wangi tau abiii" Ucap Zahra sambil mempoutkan bibirnya
 "Iya wangi, yasudah sana mandi. Jangan lupa tutup pintunya kalau keluar"
 "Iyaa, Abinya Zahra yang gantengggg, jangan kangen sama Ara, heheh" Ucap Zahra sambil menutup pintu ruang kerja Abinya.
 Setelah pintu ruang kerjanya tertutup, Abi tersenyum. Putrinya yang sudah dewasa pun tingkahnya masih terlihat seperti seorang anak kecil.
Â
 Setelah selesai mandi dan sholat sholat isya, Azzahra pamit kembali kepada abinya untuk kumpul rapat dulu bersama anak ReMas. Setelah pamit kepada abinya, Azzahra menuju ruang khusus yang ada di sekitar masjid yang biasanya digunakan anak ReMas melakukan kegiatan seperti rapat atau kumpul bersama.
 Rapat berjalan dengan lancar, banyak anggota lainnya yang setuju dengan kegiatan yang akan dilakukan. Sekarang tinggal menunggu rapat selanjutnya bersama anak Volunteer dari gereja sebelah.
 Keesokan harinya, dikarenakan Zahra tidak ada jadwal kuliah ia berniat untuk bertamu ke rumah Cathleen. Ia sengaja berangkat lebih pagi karena Cathleen sendiri yang meminta dikarenakan orang tuanya sedang dinas keluar kota.
 Setelah sampai di rumah Cathleen, ia disambut dengan sangat ramah oleh sang tuan rumah.
 "Aduh duh duhh, selamat pagi neng cantik. Waduh apa nih repot-repot bawa sarapan jadi senang deh sang tuan rumah." Ucap Cath dengan terkekeh.
 "Ih kamu bisa aja, nih dari Umi, di habisin ya awas aja sampai gak habis." Ucap Zahra dengan nada kesal sambil tersenyum.
 "Hehehehe makasih ya, yuk masuk." Jawab Cathleen.
 Sembari Cathleen menyantap makanan yang dibawakan oleh Azzahra. Ia memulai pembicaraan mengenai pembicaraan rapat kemarin malam.
 "Oh ya, Za, hasil rapat kemarin jadinya gimana?" Tanya Cathleen sembari menyantap makanan.
 "Kemarin lancar-lancar aja sih semua juga pada setuju kok jadi kita bisa dong mulai rapat gabungan." Jawab Zahra.
 "Yesss, kalau gitu nanti aku kabarin anak-anak yang lain ya buat nentuin kapan kita bisa mulai rapat gabungan." Ucap Cathleen dengan penuh antusias.
 Siang pun tak terasa, Azzahra pamit pulang pada Cathleen. Dalam perjalanan siang itu terasa sangat terik membuatnya singgah sebentar di es degan langganannya, Bu Mira.
 "Bu, Es degan satu pakai sirup ya, esnya yang banyak minum disini." Ucap Zahra yang sudah kehausan.
 "Oke neng, ditunggu ya." Jawab Bu mira.
 Sambil menunggu, ia terkaget dengan kedatangan seorang pelanggan lainnya yang memesan minuman yang sama dengan dirinya namun dibawanya pulang. Pelanggan itu tak lain adalah cowok yang pada saat itu membantu Azzahra pada saat kehabisan bensin.
 "Hei, kamu kan cowok yang waktu itu bantuin aku kan?" Tanya Zahra kepadanya.
 "Kenalin, aku Zahra. Makasih banget ya waktu itu sudah bantu aku. Sebagai gantinya aku traktir deh minumanmu saat ini deh, gimana?" Ucap Zahra sambil mengedepankan tangannya untuk berkenalan.
 "Oh ya, hai juga. Ya aku ingat kamu cewek yang waktu itu kehabisan bensin. Kenalin namaku...." Ucap cowok misterius tersebut.
 "Mas, ini minumannya, jadinya 5 ribu saja ya." Ucap Bu Mira yang memotong pembicaraan mereka.
 Ucapan cowok misterius itu terpotong begitu saja sehingga membuat Zahra semakin penasaran dengan dirinya. Cowok itu pamit dan pergi setelah minumannya telah disiapkan oleh Bu Mira.
 "Makasih ya bu, kalau gitu aku pamit dulu ya lagi buru-buru. Kalau suatu hari kita ketemuan lagi kita kenalan ya. Dahh." Pamitlah cowok itu kepada Zahra.
 Azzahra hanya mengangguk sambil melambaikan sayonara kepada cowok itu.
 Sesampainnya di rumah, Zahra langsung mandi setelah itu lanjut sholat dhuhur. Setelah sholat, ia membantu uminya memasak. Saat memotong bawang, Azzahra secara tidak sengaja melukai tangannya dan membuat uminya terkejut.
 "Awwwh sakit." Rintihlah Zahra.
 "Ya Allah, Zahra kamu kenapa? Kok bisa sampai ke gores gini?!! Sini umi bantu bersihkan." Ucap Umi Raisha dengan panik.
 "Awwh pelan-pelan umi, huhuhu. Ara tadi gak fokus. Tadi tiba-tiba keingat seseorang yang udah bantuin Ara waktu itu di jalan." Ucap Zahra sambil menahan rasa sakit.
 "Keingat? Kamu keingat sama siapa? Cowok ya? Cowoknya yaapa? Ganteng gak? Kamu suka ya sama cowok yang bantuin Zahra? Hayo ngaku sama umi cepattt." Ucap Umi sambil mengobati dan menggoda Zahra.
 "Ihh umi, gak perlu lengkap-lengkap juga dong kan Ara jadi malu." Ucap Azzahra yang dibuat tersipu malu oleh uminya.
 "Cieee, Ara jatuh cinta, Ara jatuh cinta. Ternyata anaknya Umi udah cepat besar ya." Ucap Umi dengan menggodanya lagi.
 "Ihhhh umi lohhh, udah ayo umi buruan ngobatinnya Ara udah laper berat tahu." Ucap Azzahra dengan nada kesal nan imut.
 "Tapi, apakah jatuh cinta bisa secepat ini?" Gumam Azzahra di pikirannya.
 Hari silih berganti, hari untuk rapat gabungan telah tiba. Cathleen dan Annisa berkumpul di rumah Azzahra untuk berangkat bersama. Tidak butuh waktu lama mereka telah sampai di tempat rapat. Sesampainya disana, pundak Azzahra tiba-tiba di tepuk oleh seseorang yang berada di belakangnya.
 "Hai mbak bensin, akhirnya kita bisa bertemu lagi." Ucap cowok misterius itu.
 Pikiran Azzahra kacau melihat seorang cowok misterius yang tepat di depan matanya dan memanggil dirinya. Sontak ia merasa malu namun ia mencoba untuk menenangkan dirinya di depan teman-temannya.
 "Astaga, Hai juga. Namaku bukan mbak bensin ya, aku Azzahra. Bukannya waktu itu kita sudah berkenalan bukan?" Ucap Azzahra sambil mencoba menenangkan dirinya.
 "Iyadeh iya, maaf ya." Ucap cowok misterius itu.
 "Marvel? Kamu ngapain disini? Mau coba godain temen baik aku ya?" Ucap Cathleen yang menegur cowok misterius itu.
 Zahra terheran, bagaimana bisa Cathleen mengenal cowok misterius ini? Apakah Cathleen dekat dengan cowok ini? Apakah mereka mempunyai hubungan khusus? Dan bagaimana bisa Cathleen tahu namanya?
 "Eh tunggu, kok kalian berdua bisa saling kenal sih?" Tanya Azzahra yang terheran.
 "Udah lah ceritanya panjang, mending gak usah deket-deket sama cowok buaya ini Za. Ayo Za, mending kita rapat aja udah ditungguin loh." Ucap Cathleen sambil menarik lengan Zahra.
 Cathleen mengajak Azzahra dan Annisa duduk jauh dari Marvel. Marvel yang ditinggal pun menatap Azzahra dari jauh sambil mencuri-curi pandang padanya.
 Rapat telah usai, hasil rapat menunjukkan bahwa Marvel sebagai ketua dan Azzahra sebagai wakil. Entah bagaimana secara kebetulan hal ini bisa terjadi.
 "Untuk rapat hari ini kita sepakati kunjungan kita adakan dalam 2 minggu lagi, diharapkan semua sie harus sudah mulai ada pergerakan. Kalau ada kekurangan atau ketidakjelasan bisa tanya kepada aku maupun Zahra. Kalau sampai sini semuanya paham rapat akan aku tutup. Terimakasih semua untuk kehadirannya." Ucap Marvel kepada seluruh anggota.
 Setelah rapat selesai mereka akhirnya pulang ke rumah masing-masing tak terkecuali Marvel dan tiga perempuan ini. Saat Azzahra hendak pulang, ia dihampiri oleh Marvel.
 "Hei, kita belum berkenalan secara resmi kan?" ucap Marvel.
 "Oh iya juga, Kamu Marvel kan? Salam kenal ya." Ucap Azzahra.
 "Salam kenal juga, oh iya, aku lihat kamu dekat dengan Cathleen, dia itu teman baikmu?" Tanya Marvel.
 "Iyap, kita teman dekat dari kecil. Kamu juga kok bisa kenal Cathleen dari mana?." Tanya Azzahra.
 "Oh itu ceritanya panjang sih, ribet juga jelasinnya. Kapan-kapan aku jelasin deh kalau sudah selesai acara ini." Balas Marvel.
 Tak lama Cathleen menghampiri mereka berdua.
 "Za, kan aku sudah bilang jangan ngajak ngomong si Marvel. Dia itu buaya, inget?!!! BU-WA-YA. Yaudah ayo cepet kita pulang aja gak usah sama si buaya satu ini." Ucap Cathleen sambil menarik tangan Zahra yang nampaknya ia punya dendam pribadi dengan Marvel.
 Hari silih berganti, Marvel dan Azzahra semakin dekat satu sama lainnnya. Mengingat mereka adalah pemimpin dari acara ini maka tak heran bila mereka sering menghabiskan waktu bersama.
 "Abi, Umi, Zahra pamit ya mau pergi dulu." Pamit Azzahra kepada Abi dan Uminya.
 "Kamu mau pergi lagi nak?" Tanya Abi.
 "Iya Abi, Ara ada janji ke perpustakaan sama si Marvel buat bahas kunjungan ke Gunung Semeru." Jawab Zahra.
 "Oh si Marvel lagi toh, berdua lagi?" Tanya Abi dengan nada meninggi.
 "Abi, Ara sama Marvel cuma berteman dan gak lebih kok. Marvel juga anak baik Abi percaya kan?" Jawab Azzahra dengan gugup.
 "Abi percaya sama Ara, tapi Abi tidak percaya sama Marvel." Ucap Abi dengan tegas.
 "Udah Abi, Zahra kan cuma keluar sebentar kan buat belajar dan gak lebih. Ara ingat ya, jangan pulang terlalu malam, hati-hati ya sayang." Ucap Umi yang menenangkan mereka berdua.
 "Baik Umi, Ara pergi dulu." Ucap Zahra dengan bergegas bahkan tanpa pamit kepada orang tuanya.
 Dengan segera Zahra bergegas pergi dari rumahnya. Ia sudah sedari tadi ditunggu oleh Marvel di depan rumahnya untuk menjemputnya. Hening terasa sepanjang perjalanan, hanya alunan radio di dalam mobil yang bersuara tanpa ada satupun dari mereka yang memulai percakapan. Bahkan sesampainya di perpustakaan masih tak ada yang memulai percakapan.
 Saat di perpustakaan, waktu sudah menunjukkan waktu untuk tutup dan tetap tak ada satupun dari mereka yang memulai percakapan. Merasa ada yang janggal, Marvel mencoba memberanikan dirinya untuk memulai pembicaraan.
 "Ra, udah mau tutup nih. Kamu mau pulang atau..." Ucap Marvel.
 "Langsung pulang aja." Ucap Zahra yang langsung memotong pembicaraan Marvel.
 Dengan segera Azzahra membenahi barang-barang dan berjalan menuju pintu keluar. Melihat tingkahnya membuat Marvel semakin kebingungan apa yang terjadi dengan Azzahra.
 Setelah Marvel mengantarnya pulang, Azzahra langsung meninggalkannya tanpa ada pamit. Azzahra langsung masuk ke kamar tanpa diketahui oleh kedua orang tuanya. Bahkan Azzahra pun melewatkan makan malam, hal itu membuat orang tuanya semakin khawatir kepada dirinya.
 Azzahra menangis tersedu-sedu di kamarnya, pikirannya semakin kacau, ia semakin bertanya kepada dirinya sendiri apakah ia benar-benar jatuh cinta kepada Marvel.
"Apakah benar ini rasanya jatuh cinta? Mengapa rasanya harus seperti ini? Apakah memang rasanya harus sesakit ini?" Tanya dirinya dalam pikirannya.
 Tok... tok... tok...
 "Ara, Kamu sudah tidur? Umi masuk ya." Terdengar suara Umi yang mengetok pintu kamar Zahra.
 Zahra mendengar ketukan pintu itu tapi tak menghiraukannya. Saat Umi masuk ke kamarnya, Zahra berpura-pura sedang tertidur.
 "Ara, Kamu sudah tidur ya nak? Kalau belum, semoga kamu mendengarkan apa yang ingin Umi sampaikan ya." Ucap Umi kepada Zahra yang pura-pura tidur.
 "Ara kan sudah dewasa, sudah seharusnya Ara tahu kalau Ara dengan Marvel itu berbeda. Umi dan Abi tahu kalau Ara punya rasa suka ke Marvel walau Ara sendiri tidak mengakuinya, tapi kami tidak ingin kamu berharap lebih kepadanya nak. Umi hanya bisa berpesan kepada Zahra jangan terlalu jatuh atau berharap kepada manusia, yang indah dalam pikiran Zahra belum tentu sesuai dengan kenyataan yang ada." Ucap Umi.
 "Kalau gitu selamat tidur ya anak cantiknya Umi." Ucap Umi sambil mengecup pipi putri tunggalnya itu.
 Setelah Umi keluar dari kamar, ucapan Umi semakin membuat pikiran Azzahra kacau. Apa yang Azzahra rasakan saat ini adalah ia benar-benar jatuh hati kepada Marvel. Tangisannya semakin menjadi-jadi hingga matanya sembab dan membuatnya ketiduran hingga esok pagi.
 Hari yang ditunggu semua orang telah tiba. Semua sedang berkumpul di titik temu untuk berangkat ke Gunung Semeru. Semua sangat antusias tak terkecuali Zahra. Sesampainya di lokasi semua panitia langsung melaksanakan tugas sesuai arahan yang telah diberikan. Semua kegiatan berjalan lancar hingga malam pun telah tiba. Saat waktu kosong Marvel menyempatkan diri untuk menemui Azzahra.
 "Za, Kamu waktu itu gaapa kan? Aku jadi khawatir setelah kamu gak beri aku kabar apapun." Ucap Marvel yang penuh kekhawatiran.
 "Maaf, aku pergi dulu." Ucap Zahra yang tiba-tiba menjauhi Marvel.
 Marvel tak tinggal diam. Ia mencoba mencari tahu apa yang terjadi, bahkan secara tidak sadar ia telah mengikuti kemanapun Zahra pergi. Marvel seketika menarik tangan Zahra karena ia butuh penjelasan akan apa yang terjadi padanya.
 "Ih apaan sih narik-narik aku?!! Bisa gak sih gak usah ngikutin aku?!! Risih tahu gak !!!" Ucap Zahra dengan nada risih.
 "Za, aku cuma butuh penjelasan, kenapa sih kamu tiba-tiba berubah? Chat gak dibalas, ngabarin aku juga enggak. Kamu yang selalu cerita ke aku kok tiba-tiba sekarang mencoba menjauhiku? Kalau aku ada salah bilang Za biar aku sadar salahku itu apa." Ucap Marvel dengan penuh khawatir.
 Segera Zahra melepaskan genggamannya Marvel dan pergi meninggalkannya begitu saja. Zahra pergi tanpa arah hingga menjauhi kerumunan namun Marvel tetap mengikutinya. Zahra terpojok ke arah jalan buntu yang membuat dirinya dihadang oleh Marvel saat ia mencoba berbalik arah.
 "Zahra, tolong beri aku penjelasan yang pasti. Sekarang hanya kita berdua, ungkapkanlah apa yang ada di dalam isi hatimu aku tahu kamu gak bisa menahannya terlalu lama." Ucap Marvel dengan penuh permohonan.
 Hati Zahra pun luluh tak bisa menahan tangis. Ia menutupi mukanya dan menangis sejadi-jadinya di hadapan Marvel. Seketika Marvel bingung harus berbuat apa. Dengan segera ia melepas jaketnya dan menyelimuti Azzahra.
 "Aku.. hiks.. aku gak tahu aku berhak mengatakan ini atau enggak, tapi aku suka sama kamu Vel. Aku gak tahu apakah salah kalau aku mengatakan ini kepadamu tapi aku gak mau membuat Abi dan Umi kecewa kalau aku suka sama kamu." Ucap Azzahra sambil menahan tangisnya.
 Marvel memegang tangan Azzahra dan berusaha menenangkannya bahwa semua baik-baik saja.
 "Za, udah ya, semua akan baik-baik saja kok. Aku tahu memang tidak mudah bagi kita untuk bersama, namun mengapa tidak kita coba terlebih dahulu kan?" Ucap Marvel.
 "Aku janji semua akan baik-baik saja kalau kita coba terlebih dahulu, bagaimana? Hari ini hingga acara selesai saja?" Ucap Marvel dengan mohon.
 Zahra terjatuh dalam cintanya Marvel. Tepat pada hari itu mereka memiliki hubungan khusus antara pria dan wanita. Bagi Zahra malam itu adalah malam yang penuh warna, bahkan Marvel tidak sungkan memberikan perhatian kecil kepada Zahra. Kehadiran Marvel sudah tidak bisa ditolaknya lagi saat ini.
 Sejak malam itu hingga hari terakhir acara, mereka banyak menghabiskan waktu berdua. Hingga mereka lupa akan janji mereka sendiri yang telah dibuat bersama.
 "Velll, gimana kalau lusa kita pergi cari es krim? Aku pengen banget." Ucap Zahra manja.
 "Boleh nih, kalau lusa berarti besoknya setelah acara hari terakhir kan?" tanya Marvel kepada pacarnya.
 "Iya dong, aku mau menikmati es krim berdua sama pacarku ini." Jawab Zahra
 "Oke deh, tapi sekarang kamu balik ke kamarmu dulu ya ini kan sudah malam." Ucap Marvel.
 "Oke sayang" Ucap Zahra manja.
 Acara telah berakhir dan semua pulang ke rumah masing-masing. Zahra teringat apakah hubungan mereka akan baik-baik saja atau tidak. Beberapa hari mungkin adalah waktu yang singkat bagi mereka untuk menikmati hari-hari mereka.
 Tidak bisakah hubungan kita berakhir selamanya? Aku merindukannya di setiap sudut ruang kamarku, bayangannya tak bisa lepas dari pandanganku. Aku tak ingin hubungan ini berakhir begitu saja.
 Suatu hari saat Azzahra yang sedang asik menyirami tanaman di depan rumahnya, ia dikagetkan dengan seorang kurir yang tiba-tiba mengirimnya barang. Azzahra bingung seingatnya dia tidak sedang membeli barang online.
 Saat membuka paket tersebut air mata seketika menetes dari pelupuk matanya. Paket tersebut berisikan es krim beraneka rasa mengingatkan Azzahra kepada satu sosok, sosok yang sedang ia rindukan, Marvel. Di dalam paket tersebut berisikan juga sebuah surat, surat kerinduan yang ditulis oleh Marvel untuk sang pemilik hatinya Azzahra Amerta.
Bukan awan, namun tempat bernaung
Bukan bintang, namun seterang mentari
Cinta...
Yang kata orang selalu membuat gila
Dunia berkata kamulah segalanya
Namun Galaksi menyela kamulah titik di dunia
Benar...
Titik yang mengubah segalanya
Kerinduan yang tercipta tanpa pertemuan
Kasih yang terbentuk tanpa kata sayang
Juga kata yang terucap tanpa dipaksakan
Hadir begitu saja.
Kisah cinta memang tak selalu indah,
tapi mampu membekas di hati para perasanya
Perjalanannya juga tidak pernah mudah,
tapi mampu membuat para perasanya bergumam
Bukan ilusi maupun metafora
Melainkan ketulusan yang tak pernah lekang
Rasa yang tak pernah terpikirkan
Maupun argumen hati yang masih menjadi rahasia
Cinta tak selalu puitis
Tak selalu dengan kata romantis
Ia hanya milik siapa yang jatuh padanya
Karena cinta bukanlah kepekaan,
tapi arti dari perasaan itu sendiri.
Semoga kamu menikmati es krim yang kuberikan ini, makanlah satu es krim setiap hari agar aku tahu berapa lama kamu merindukanku selama ini.
   Salam hangat
   Marvel
 Seketika Zahra menangis menjadi-jadi di kamar, Umi yang kaget mendengar tangisan anaknya segera menghampirinya.
 "Astagfirullah Ara kamu kenapa nangis?" tanya umi yang mencoba menenangkan anaknya sambil memeluknya.
 "Umi... Ara.. Ara sangat mencintai Marvel." Ucap Azzahra sambil memeluk Uminya.
 "Sudah sayang tak apa, sekarang kamu tenangkan diri kamu dulu ya." Ucap Umi.
 Di dalam kamarnya Zahra masih menangis sambil memandang surat yang ditulis Marvel untuknya. Azzahra juga sangat merindukan Marvel, ingin rasanya dia menemui Marvel dan memeluknya untuk menyalurkan semua kerinduannya. Tapi semuanya sudah terlambat, tidak ada yang bisa dia lakukan selain mengharapkan jika memang Marvel adalah jodohnya maka ia akan bertemu kembali.
 Abi yang melihat putrinya menangis di pelukan istrinya langsung menghampiri keduanya. Ikut khawatir apa yang sedang terjadi, melihat putri kesayangannya menangis benar-benar mengiris hatinya.
 "Ara, kenapa menangis?" Ucap Abi Azzam sambil memeluk Azzahra.
 "Abi..." Azzahra tidak bisa berkata apapun dan hanya bisa memeluk abinya.
 "Ara kenapa? Ada yang jahat sama Ara?" Tanya Abi.
 Setelah merasa tenang akhirnya Azzahra mau berbicara kepada Abinya.
 "Abi, Ara ingin bisa bersama dengan Marvel" Ucap Ara kepada abinya dengan air mata yang terus jatuh dari matanya.
 Abi yang mendengar perkataan itu mencoba untuk menahan amarahnya.
 "Ara, kamu tidak bisa seegois ini" Ucap Abi
 Azzahra yang mendengarkan ucapan abinya dibuat semakin menangis.
 "Abi, Ara gak mau jauh sama Marvel". Ucap Ara dengan memohon.
 "Abi, Ara bisa ajarkan Marvel untuk mengenal islam, cukup kasih Ara waktu" mohon Azzahra kepada Abinya.
 "Ara, kamu belum tahu apa-apa. Mungkin kamu bisa mengajarkan mengenal Islam kepadanya, tapi apa kamu tahu apa yang terjadinya setelahnya jika suatu hari dia akan masuk Islam? Ia mungkin akan di cap buruk di keluarganya, ia mungkin dicampakkan dari keluarganya dan bahkan ditinggalkan."" Ucap Abi yang menahan amarahnya.
 "Abi memang tidak pernah memikirkan perasaan Ara." Ucap Zahra dengan meninggikan nada bicaranya.
 Zahra keluar dari kamarnya dan pergi entah kemana tanpa tujuan. Orang tuanya masih merasakan kesedihan anaknya dan mencoba mencari cara apa pilihan terbaik bagi anaknya. Orang tuanya memutuskan untuk menitipkan Azzahra ke Canada bersama neneknya. Berita keberangkatan Zahra ke Canada secara tiba-tiba membuat sahabatnya ikut sedih. Zahra menceritakan semua kesedihannya kepada mereka berdua. Tentang ia yang terpaksa pindah dan tentang ia yang merindukan Marvel setiap harinya. Mereka bertiga menangis sejadi-jadinya melihat sahabatnya yang akan pergi meninggalkan mereka.
 Berita keberangkatan Azzahra masuk sampai ke telinga Marvel. Tanpa ia ketahui bahwa hari keberangkatan dijadwalkan lebih cepat dari seharusnya. Segera Marvel menuju bandara dan mencoba menghubungi Azzahra namun tak ada balasan.  Sesampainnya di bandara tanpa tujuan ia mencari Zahra kemanapun, ia khawatir bila Zahra sudah di ruang tunggu. Setiap detik yang berlalu membuatnya semakin cemas, ia menengok kesana kemari bahkan meneriaki nama Zahra namun tak ada respon dari orang sekitar.
 "Vell?" Ucap seorang perempuan yang berada di belakangnya.
 "Zahra.." Ucap Marvel yang seketika kekhawatirannya mereda.
 Marvel memeluk Zahra dengan sangat erat. Rasa rindu mereka saling terbalaskan, tak kuat menahan rasa rindu Zahrapun menangis berada di pelukan Marvel.
 "Maaf.., Aku harus pergi Vel." Ucap Zahra yang menahan tangisnya.
 "Za, Aku percaya kalau kita ini adalah takdir yang tertunda. Aku akan berjuang sekuat tenagaku untuk hubungan kita, aku janji. Kamu akan menungguku kan?" Ucap Marvel yang menangis.
 "Aku akan menunggumu, Vel." Ucap Zahra.
 "Maaf, tapi aku harus pergi sekarang. Semoga kita bertemu lagi Marvel."
 5 tahun berlalu
 Semua terasa begitu cepat, Zahra masih setia menunggu Marvel untuk menepati janji. Tanpa kabar darinya hingga saat ini membuatnya terus memikirkan perjuangan apa yang dimaksud oleh Marvel.
 "Ara, sudah nenek bilang kan jangan sering melamun. Semenjak kamu disini kamu selalu melamun, nenek tahu bagaimana rasanya merindukan seorang pujaan hati tapi kamu harus bisa merelakannya ya." Ucap nenek Zahra.
 "Ara gak memikirkan apapun kok nek, Ara hanya sedikit kelelahan setelah pergi tadi kok." Ucap Zahra
 "Kalau gitu kamu makan dulu ya nak, ada kue jahe kesukaanmu di meja, nenek mau mandi dulu." Ucap nenek Zahra.
 "Iya nek."
 Saat Zahra hendak mengambil kue di meja, terdengar suara bel rumah berbunyi. Dengan segera Zahra menuju pintu masuk hendak membuka pintu untuk tamu itu.
 "Assalamualaikum." Ucap seorang cowok yang suaranya nampak tak asing di telinganya.
 "Wa.. Wa. Waalaikumsalam." Jawab Zahra yang terengah-engah mengucapkannya.
 Pintu pun terbuka, Zahra nampak syok sekaligus senang. Marvel, seseorang yang dia rindukan sekarang berada di depannya ucapan salam dari Marvel dan peci di atas kepalanya,benar-benar membuat Azzahra tidak percaya dengan apa yang dia lihat dan dengar sekarang.
 Apakah menjadi muslim adalah perjuangan yang Marvel maksud?
 Segera ia mempersilahkan Marvel untuk masuk, Marvel duduk di ruang tamu bersama Zahra namun tak satupun dari mereka ada yang berani memulai pembicaraan.
 "Hai, I'm sorry who are you?" Tanya Neneknya Zahra yang terkejut melihat kehadiran Marvel di ruang tamu.
 "Hai, my name is Marvel. Me and Zahra has known each other, and i'm also from Indonesia." Ucap Marvel.
 "Wow, nenek gak nyangka kamu fasih ngomong bahasa inggris. Kalau gitu nenek ke belakang dulu ya silahkan kalian lanjut ngobrolnya aja nenek akan buatkan minum." Ucap nenek dengan gembira.
 "Terimakasih banyak ya nek." Ucap Marvel.
 Nenek Azzahra jalan dengan terbirit-birit ke belakang untuk membuatkan mereka minum. Keheningan yang sedaritadi dirasakan akhirnya pecah karena nenek Zahra. Dengan memberanikan diri Marvel memulai pembicaraan.
 "Kamu apa kabar Za?" Tanya Marvel.
 "Aku baik kok, kamu tahu rumah nenek dari siapa?" Tanya Zahra.
 "Aku tahu dari teman-temanmu kok, katanya dulu mereka pernah kesini jadi aku memberanikan diriku untuk kesini menemuimu." Jawab Marvel.
 "Za.., perjuanganku sudah selesai dan aku berhasil membuktikan kalau aku bisa menjadi seorang Muslim." Ucap Marvel yang membuat Zahra terkejut.
 "Jadi, selama ini kamu tak pernah mengabari aku karena kamu belajar untuk menjadi seorang muslim?" Tanya Zahra.
 "Iya Za, awalnya aku ragu tapi aku mendapat dorongan untuk memberanikan diri. Aku mulai menemui dan belajar dari para ustadz dan belajar banyak dari mereka. Sampai akhirnya aku benar-benar yakin untuk menjadi seorang muslim. Aku sangat bersyukur Za bisa mendapatkan hidayah yang besar ini dari ALLAH SWT. Aku juga senang bertemu denganmu, karena darimu aku bisa mengenal-Nya" Ucap Marvel yang membuat Zahra kagum.
 "Za, sekarang aku sudah tidak ingin banyak bicara atau menjajikanmu sesuatu yang belum pasti. Aku di sini ingin mengetahui jawabanmu Za karena kemarin aku menemui abi dan umi mu untuk melamarmu. Tidak mudah untuk meyakinkan beliau tapi saya berhasil meyakinkan beliau jika saya bisa menjadi imam yang baik untukmu. Beliau bilang akan setuju jika kau juga setuju, jadi bagaimana jawabanmu Za?Apakah kau setuju menikah denganku?" Ucap Marvel dengan serius.
 Zahra terharu dengan apa yang barusan ia dengar. Perjuangan Marvel benar-benar tak mudah dan ia sangat bersyukur bisa bertemu dengan orang baik seperti Marvel.
 "Iya, aku mau menjadi istrimu bagi anak-anak kita nanti."
 Mendengar jawaban Azzahra, Marvel sangat merasa senang dan bersyukur. Perjuangan yang ia lakukan benar-benar membawa kepada kebahagian yang sesungguhnya.
 Tak lama setelah Marvel melamar Azzahra, pernikahan mereka berdua diberlangsungkan. Seperti yang selalu Marvel katakan, mereka berdua memang sebuah takdir. Sejauh apapun mereka berpisah, mereka akan kembali pada satu sama lain. Karena sejatinya Marvel dan Azzahra memang ditakdirkan untuk bersama.
"Sejauh apapun kita, jika memang kamu takdirku maka kita akan selalu bertemu."
"Ingatlah Semesta selalu mempunyai cara untuk mempertemukan kita pada takdir kita"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H