Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesetaraan, Olimpiade Paris, dan Diskriminasi Atlet Berhijab

30 Juli 2024   23:15 Diperbarui: 30 Juli 2024   23:20 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cincin Olimpiade di Menara Eiffel menjelang Upacara Pembukaan Olimpiade Paris 2024 [Foto: Getty Images/David Ramos]

Hingga akhirnya cedera memaksa Boussaha minggir dari lapangan hijau. Ia mesti menepi untuk memilihkan diri. Pada 2023, ia pulih dari cedera panjang. Ia ingin kembali bermain di lapangan hijau. Namun, ia terkena diskriminasi dan rasialisme.

Sebagai seorang Muslimah, Boussaha memutuskan untuk berhijab. Keputusan itulah yang membuatnya tidak bisa bermain lagi di Prancis. Terpaksa ia hijrah ke Al Nassr di Arab Saudi. Dia pilih meninggalkan Prancis dan membela timnas senior Aljazair.

Ke mana Diallo dan konco-konco pengurus sepakbola Prancis ketika Boussaha dipaksa berhenti dari dunia sepakbola gara-gara hijab yang menghiasi kepalanya? Mereka tidak bersuara. Tidak juga membela hak asasi Boussaha untuk bermain sepakbola.

Mereka seperti kucing disiram air. Diam membisu alih-alih berteriak lantang membela keadilan dan kesetaraan pemain sepakbola.

/3/

Kesetaraan di Prancis memang sebatas aksioma. Sejak dahulu kala sudah begitu. Ya, kesetaraan kaum borjuis kapitalis dan kelas pekerja, misalnya, sebatas pemanis bibir belaka, tidak cukup berarti, tidak mengubah bentuk abstrak dari ketidaksetaraan aktual, dan tidak berfaedah apa-apa.

Kesetaraan yang kerap digembar-gemborkan di antero Prancis tidak lebih dari gagasan formalis dalam pengertian dialektis yang ketat. Dibicarakan, tetapi tidak dipraktikkan. Dimimpikan, tetapi tidak diwujudkan.

Jika semua manusia berada dalam keadaan setara, berarti semua manusia harus diperlakukan setara. Jika orang yang berkulit hitam manusia juga, berarti mereka harus segera diperlakukan sebagaiman lazimnya orang-orang memperlakukan manusia.

Jika semua atlet berada dalam keadaan setara, berarti semua atlet perempuan yang berhijab setara dengan atlet yang tidak berjilbab. Mereka sama-sama dapat mewakili Prancis di Olimpiade Paris.

Persoalan aksioma kesetaraan di Prancis sudah tampak pada masa Revolusi Prancis. Jakobin, selaku faksi penguasa Pemerintahan Teror, memberlakukan "ekstremisme politik egaliter" atau "radikalisme berlebihan".  

Ketika Revolusi Prancis pecah, histeria dan ketakutan menjadi sesuatu yang biasa. Kian parah akibat roti langka dan, kalaupun ada, harganya tidak terjangkau. Lalu, depresiasi mata uang yang terjun bebas. Pada musim panas 1793, warga Prancis rata-rata didera kemiskinan dan kelaparan.

Komite Keamanan Publik menyelenggarakan keamanan dan ketertiban negara dengan sifat kuasi-diktator. Komite itu didominasi oleh Maximilien Robespierre (1758--1794). Ia pemimpin idealis Jakobin yang masyhur sebagai pemimpin tanpa kompromi.

Maximillien Robespierre (Gambar: Pierre-Roch Vigneron-Public Domain)
Maximillien Robespierre (Gambar: Pierre-Roch Vigneron-Public Domain)

Pada 2 Juni 1793, faksi politik moderat Girondin tersingkir dari Konvensi Nasional, majelis legislatif Republik Prancis. Kemudian pada 17 September, seperti dibabar oleh William Doyle dalam The Oxford History of the French Revolution (2018: 251), Undang-Undang Tersangka diberlakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun