Bukan kali ini saja Sam berkata seperti itu kepada Sabda. Semenjak ia tahu bahwa Kana jatuh cinta kepada Sabda, kalimat itu sering ia ucapkan. Kadang sebagai pembuka obrolan, kadang buat penutup perbincangan.
Sabda tahu bahwa Sam tidak bercanda, tetapi ia tidak sakit hati. Jangankan sakit hati, tersinggung juga tidak. Seperti hari-hari lain ketika mendengar kalimat itu, ia hanya menimpalinya dengan senyum. Setidaknya ia masih menangkap pujian terselubung di dalam kalimat itu, karena kata musibah diikuti kata terbaik.Â
Lagi pula, ia tidak layak sakit hati atau tersinggung. Wajahnya yang pas-pasan, seperti tudingan Sam, memang tidak setanding dengan paras jelita Kana. Itu baru paras, belum menyangkut bebet, bibit, dan bobot.
Hanya saja, bagi Sabda, sekarang bukan waktu yang tepat untuk membahas apakah memang benar ia musibah belaka bagi Kana atau sebenarnya anugerah. Sabda, juga Sam dan Willy, baru saja mengikuti unjuk rasa yang berakhir kacau. Ada tiga mahasiswa, empat pedagang, dan dua penumpang yang harus dirawat di rumah sakit. Barangkali mereka berusaha mengalihkan pikiran Sabda dari peristiwa tadi, namun bukan dengan mengulas Kana atau apa saja yang berkenaan dengan perasaan gadis gedongan itu kepadanya.
Mestinya Sam, atau Willy, menanyakan nasib orang-orang yang ia antar ke rumah sakit. Atau, mereka menanyakan pengalamannya menjadi sopir ambulans dadakan. Ini tidak. Otak dan lidah mereka seolah hanya berisi Kana.
Willy ikut meledek. "Sedangkan Kana anugrah terbaik bagimu!"
"Anugrah?" tanya Sabda.
Willy mengangguk. "Betul!"
"Kamu salah, Willy, mestinya kamu...."
"Aku tidak salah," tandas Willy.
"Barangkali aku memang Si Buruk Rupa apabila dibandingkan dengan Kana Si Dara Jelita," ujar Sabda dengan nada pelan tapi tegas. Setelah menelan ludah dan menghela napas, ia berkata, "tetapi belum tentu aku ini musibah baginya. Dia baik, bahkan sangat baik. Aku bisa saja menerima cintanya. Mengucapkan 'ya' selalu lebih mudah daripada mengatakan 'tidak'. Tetapi cinta tidak sesederhana itu. Sekali aku mengiya, aku tidak akan beralih pada hati yang lain. Adakah yang lebih baik daripada cinta? Tidak ada. Ya, aku tahu itu. Namun, aku menolak cinta yang hanya mengundang masuknya rupa-rupa nestapa."