Dia mengedikkan bahu. "Belum ada diagnosa dokter, baru analisa!"
Sabda naik ke mobil, lalu duduk di belakang setir. "Diagnosis, itu kata yang baku. Analisis, bukan analisa!"
"Mahasiswa UI?"
Sabda mengangguk.
"Ilmu Budaya?"
"Pantas!"
"Pantas apa?"
Dia tersenyum sambil mengerling. "Sudah empat ucapanku yang kamu tegur dalam rentang setengah jam. Ambulans, sirene, diagnosis, dan analisis. Dalam situasi segenting ini kamu masih sempat mengkritik kata-kataku. Tidak bisa kubayangkan seandainya kita berada dalam situasi berbeda, mungkin lebih banyak lagi ucapanku yang kamu kritik."
"Kamu marah?"
Dia menggeleng. "Tidak."
"Syukurlah!"