"Tentu saja."
Dia berjengit. "Tuhan menolongnya!"
"Salah satu dari sekian banyak tugas Tuhan adalah menolong hamba-Nya!"
"Sarkas!"
"Tidak. Semua agama meyakini bahwa Tuhan yang mereka puja adalah Muara Segala Kasih."Â
Sabda memegang dadanya dengan tangan kanan. "Ketika kita yakin bahwa Tuhan tidak tidur, berarti kita percaya bahwa Tuhan sedang bertugas 'menjaga hamba-Nya'. Tuhan tidak butuh doa kita. Dia akan menolong kita dengan atau tanpa doa. Kasih sayang Tuhan tidak boleh kita sempit-sempitkan. Dan, tidak akan sempit walaupun seluruh insan di muka bumi ini menyempitkan kasih sayang-Nya."Â
Ia berhenti sejenak. Mengerling sekilas, lalu berkata, "Kuasa Tuhanlah sehingga si Nenek tadi tiba di rumah sakit dalam tepat waktu---memilih aku untuk membopong tubuhnya, menunjuk kamu sebagai pengambil keputusan, kunci mobil ambulans yang tidak dikantongi oleh sopirnya, dan petugas jaga UGD yang bereaksi dengan cepat menolong. Semuanya itu bukan peristiwa kebetulan. Sudah ada yang mengatur!"
Dia menatap Sabda beberapa lama, mengalihkan pandangan ke jalan, lalu menoleh kepadaku. "Ternyata kamu lelaki yang handal...."
"Bukan handal!"
Mata gadis itu membelalak.
Seraya konsentrasi menyetir, Sabda berkata, "Itu salah kaprah. Mestinya andal. Kita banyak menyiksa kata-kata berawalan huruf vokal dengan menambahkan 'h' di depan huruf pertama. Imbau kita jadikan himbau. Impit kita sebut himpit. Empas kita eja hempas."