Sejak malam di mana Ranti mengajak Arlan menikah, dia terus merenung. Penyesalan selalu datang terlambat. Wanita itu mulai memikirkan cara agar Arlan mau menikahinya.
Berbalik dengan Arlan, dia juga mulai memikirkan cara menghindari ajakan nikah dari Ranti. Sejak awal dia memang tak berniat menikahi wanita itu. Lagi pula dia mulai bosan. Berbagai gaya untuk mengekspos kenikmatan sudah mereka lakukan. Dia jenuh. Ranti tidak menarik lagi di matanya.
.
Tiap kali bertemu, Ranti selalu menanyakan perihal tanggung jawab. Arlan semakin bosan. Dia pun menjauh. Ranti tak terima. Dia sudah terlanjur kehilangan semua. Dia rela berhenti sekolah demi menikah dengan Arlan.
Ranti semakin gencar, mengajak Arlan menikah, hingga Arlan marah. Pertengkaran pun tak terelakkan.
"Aku sudah kehilangan semua demi Abang. Abang mau lari kan dari tanggung jawab?" tanya Ranti.
"Tanggung jawab apa? Kau kan tidak hamil."
"Aku sudah tak perawan."
"Itu salahmu. Kenapa kau tak menjaganya."
Bagai sembilu yang tak kasat mata, menusuk hati Ranti, semakin dalam hingga dia tak bisa berdiri. Kehilangan harga diri dan merasa tak punya muka lagi.
"Abang bilang akan menikahiku makanya aku memberinya."