Mohon tunggu...
Silla Agustin
Silla Agustin Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Penulis/Juara lomba cerpen/SMA Negeri 1 Pandaan

Aku tidak sebaik kamu, pun dengan tulisanku. "Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu." _Ali bin Abi Thalib

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Lentera Humaira

11 Februari 2024   16:35 Diperbarui: 11 Februari 2024   16:41 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

"Umi, Humaira minta maaf. Semua ini salah Humaira. Jika saja tadi Humaira tidak--" Semakin diperjelas desir perih luruh membuat cairannya menetes. Seperti ada pecahan beling yang menancap di tenggorokannya. Sungguh, Humaira tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Ia benar-benar merasa bersalah. Semua ini terjadi karena dirinya.

"Tidak, Sayang. Semua ini bukan salahmu, tapi umi." 

"Tidak Umi." Gadis itu menjawab sembari menggelengkan kepala secepat kilat. Sungguh, jika di antara orang yang harus disalahkan, itu adalah dirinya bukan yang lainnya. Humaira kembali berhambur memeluk Umi Zahra. Ia tergugu. Namun, Humaira memilih membungkam mulutnya dengan satu tangan agar suara isak itu tidak terdengar oleh yang lain. Rasa sakit itu melebihi rasa sakit ketika ia berusaha mengikhlaskan pria itu untuk sahabatnya. Ilahi, sungguh ia sangat ikhlas melepas pria itu jika Anisa kembali pulih dan ceria seperti sedia kala.

Jika saja cinta ini tidak pernah hadir, maka banyak orang tidak akan terluka karena dirinya. Sungguh, ia sangat menyesal karena telah jatuh cinta. Jika saja ia tidak melabuhkan hatinya kepada yang lain selain Allah, mungkin kejadiannya tidak akan serumit ini. Gadis itu juga tidak akan pernah terbaring di ruangan dengan bau khas obat-obatan ini. Namun, cinta ini bukanlah kesalahan. Cinta adalah anugerah. Bukan tanpa alasan Allah menggerakkan hati untuk mencintai seseorang bukan?

"Umi hanya takut, Nak. Setiap umi melihat Anusa, hal buruk selalu menghantui umi. Mengapa musibah ini menimpanya, kenapa tidak umi saja?" Humaira menggeleng kuat. Perkataan Umi Zahra membuatnya berkali-kali lipat hancur. Rasa bersalahnya semakin menggunung.

"Tidak, Umi. Tidak  ... jangan berkata seperti itu." Semakin Umi Zahra menangis, hati Humaira terasa semakin sesak. Tangisan itu berasal dari seorang ibu. Humaira dapat melihat wajah uminya dalam diri Umi Zahra. Mungkin jika semua terjadi kepada dirinya, Umi Malikah juga akan sama terlukanya seperti ini. Humaira tidak tega melihatnya.

"Sudah, Mbak Zahra. Tidak ada yang harus disalahkan. Musibah ini semua datangnya dari Allah. Saya yakin Nak Anisa akan baik-baik saja. In syaa Allah." Umi Malikah mendekat, di detik yang sama pula wanita itu menepuk-nepuk pelan pundak wanita paruh baya di sampingnya. Umi Zahra berhambur ke pelukan uminya.

Humaira kembali menatap netra yang masih terpejam di ruangan yang bertuliskan ICU, tangan dinginnya terlihat seputih kapas. Seperti sebuah porselen yang rapuh bahkan hanya untuk tersentuh. Ia semakin menggenggam erat tangan Anisa, berharap gadis itu dapat merasakan sentuhannya.

Aku mohon. Bangun, Nis. Buka matamu. Bukankah besok adalah hari yang selama ini kamu tunggu? Pernikahanmu dengan Mas Arya. 

Netranya tidak dapat berhenti meneteskan air mata, sedangkan hatinya tak henti berucap. Humaira berharap sahabatnya bisa segera membuka mata dan kembali memeluk erat tubuhnya. Sungguh, ia akan ikhlas jika Humaira bisa melihat Anisa menikah dengan pria yang dicintainya.

Ah, iya. Mengapa Humaira melupakan seseorang yang semenjak kedatangannya ke ruangan ini tidak bereaksi sedikitpun. Tidak ada sepatah kata yang keluar dari bibir manisnya. Pria itu diam seribu bahasa, hanya tatapan kosong yang tersisa. Ia tak tahu apa yang sebenarnya pria itu pikirkan, tapi Humaira yakin betapa terlukanya sosok itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun