"Baik, coba saya periksa dulu kucingnya."
Ia mengelus lembut kepala kucingnya sebelum meletakkannya pada meja periksa, ah sepertinya dia laki-laki yang lembut. Kucingnya tidak terluka parah, hanya tergores sedikit, di bersihkan lukanya lalu di obati sudah cukup. Selama aku melakukan pekerjaanku, selama itu juga matanya tak pernah meninggalkan ke mana tanganku bergerak.
"Baik sudah selesai, sekarang giliran Anda yang saya obati."
Akhirnya ia mengalihkan pandangannya berganti padaku. "oh? I- iya dok." ia mencondongkan wajahnya ke depan, ini bukan posisi yang tepat.
"Anda tidak perlu seperti itu, biar saya saja yang duduk di depan Anda."
"Ohh iya, maaf."
Aku berdiri, lalu duduk di sebelahnya, ia juga langsung menghadapku, mengikis jarak di antara kami. Tak ada percakapan, kami sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Sudah selesai" Aku menempelkan plester coklat pada dahinya sebagai tahap akhir.
Dia tersenyum,
"Terima kasih dokter O-live Ma-issy." ia mengeja namaku dari tanda pengenal yang aku pakai.
"Panggil Olive saja, dan siapa nama mu?" Alisku terangkat mengisyaratkan bertanya siapa namanya.