Mohon tunggu...
048_B_SHINDY PUSPITA
048_B_SHINDY PUSPITA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Surabaya

Hallo aku shindy! hoby aku makeup dan cita" aku makeup artist!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Arsa-Arsi (Kehendak atau Harapan)

2 Desember 2022   05:59 Diperbarui: 2 Desember 2022   06:04 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sebenarnya saya tidak ingin melakukan pekerjaan ini, namun orang tua saya memaksa untuk melanjutkan bisnis haram yang sudah mereka bangun, setiap hari saya dipaksa menjual barang haram, namun tidak sekalipun saya menggunakannya, kemudian ayah saya meninggal ibu saya memaksa untuk saya yang melanjutkan, demi hidup mewah pastinya, meskipun ini bukan kehendak saya, namun tindakan saya tidak dapat dibenarkan, saya menyerahkan diri, saya sudah lelah bermain kucing-kucingan dengan polisi" Roy terkekeh di akhir kalimat. Aku menatapnya tak percaya, jahat sekali orang tuanya.

"Untuk tiga permintaan itu, aku hanya ambil satu, saya cuman ingin dipeluk saja. Menghabiskan sisa waktu saya dengan kamu sudah cukup membuat saya merasa hidup kembali, saya sangat bersyukur dokter sudi menemani saya di sisa waktu saya, dan maaf jika saya tidak memberitahu apa pun sebelumnya."

Lagi, entah sudah air mata ke berapa yang jatuh. Segera kurengkuh tubuh yang lama kurindukan itu. Kuluapkan yang terpendam, sekaligus kujalankan tugasku. Saat yang aku takutkan tiba, hari eksekusi. Roy diminta berganti baju berwarna putih.

Kemudian di ikat di sebuah tiang, dia juga di tanya ingin di tutup matanya atau tidak? Tidak katanya.

Di depannya sudah berdiri 12 penembak jitu, di antara mereka entah siapa yang senapannya berisi peluru. Proses eksekusi disaksikan hakim, pengawas dan beberapa penjaga. Akulah yang bertugas mengecek dan mengawasi terdakwa. Tiba saatnya eksekusi dimulai. Para penembak jitu mulai mempersiapkan diri, menunggu aba-aba dari ketua.

"Tiga.. dua.. satu.."

Pelatuk ditarik, peluru pertama mengenai atas telinga Roy, ia jatuh terduduk dilantai. Aku mendekat dengan perasaan campur aduk, detak jantungnya masih ada, dia melihatku seperti ingin mengatakan sesuatu, mengucur darah dari telinga dan hidungnya.

"Terdakwa dinyatakan masih hidup"

Aku menjauh lagi, kembali ditembakkan peluru kedua, kali ini tepat mengenai jantungnya. Roy jatuh tersungkur ke depan. Aku kembali bertugas mengecek apakah ia sudah meninggal atau belum, kubalikkan badannya. Kubawa kepalanya pada kakiku. Ia masih tersenyum, bibirnya membiru, namun masih sempat mengucapkan terima kasih. Roy sudah meninggal.

"Terdakwa dinyatakan meninggal pada pukul 04.15 Waktu Indonesia Barat (WIB)"

Air mataku tak terbendung lagi, bahuku bergetar, kudekap ia dalam pelukanku, untuk yang terakhir kali. Hingga saat ini, setiap bulan Oktober aku tidak pernah lupa berziarah ke makamnya. Tenang saja Roy sesuai perintahmu, aku tidak akan pernah melupakanmu, dirimu juga akan selalu punya tempat tersendiri dalam hatiku dan juga hidupku.

Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun