Untuk yang kesekian kali Marno harus menanggung sakit hati. Lukanya makin menganga setelah beberapa kali sempat tertipu oleh kecantikan, kemolekan dan bujuk rayu, Â kata indah, Â gemulai perempuan yang didekatinya. Sebut saja, Sri, Arum, Sanah, Romlah, dan terakhir Mirna.
Mereka, rupanya dekat dengan Marno hanya ingin memiliki hartanya. Memang belum sampai ke taraf hubungan yang serius. Ketika Marno mengetahui bahwa perempuan-perempuan itu hanya memanfaatkan kelebihan hartanya, ia tersadar. Beberapa kali kencan, Marno harus berpikir ulang. Dia dipelorotin.
Marno lelaki tiga puluh tahun, berprofesi sebagai pedagang yang cukup sukses. Rumah, mobil, serta materi sudah ada di tangannya.
Pantas saja jika banyak perempuan mencoba mengambil hatinya. Matre? Saya kira hampir semua perempuan senang dengan harta, meski tidak semuanya begitu. Ada yang benar-benar suka pada Marno tanpa embel-embel matre di belakangnya.
Mirna perempuan berkulit putih, tinggi semampai, rambut lurus panjang, hidung mancung. Tampaknya Mirna lebih cocok jika menjadi bintang film. Tanpa make up saja sudah cantik, apalagi jika berdandan. Wuih, Marno menjadi klepek-klepek. Tak jemu mata memandangnya.
"Wahai bidadari, cantik nian dikau. Pasti sangat beruntung orang yang mendapatkanmu," rayu Marno selangit.
Terakhir Mirna diketahui telah menjalin hubungan asmara dengan lelaki lain selain Marno. Padahal Marno ingin sekali segera melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.
Kecewa. Jelas, di depan mata Mirna berdua dengan lelaki tampan kedapatan sedang makan di sebuah restoran.
Mata Marno terlihat jalang ketika mendapatkan kenyataan ternyata kekasihnya mendua. Sakit hatinya. Tangannya dikepalkan kuat. Giginya gemeretak. Dadanya serasa terbelah. Denyut nadinya makin memburu. Marno merasa dilecehkan.
Sebagai lelaki dirinya merasa rendah di mata Mirna. Harga dirinya merasa terinjak-injak.
Dua hari yang lalu Mirna merayunya, akhirnya Marno menggelontorkan sejumlah dana. Tak tahunya hanya menipu.