Aku mengacuhkannya karena belum kenal. Lagi pula aku sebagai seorang perempuan juga harus pintar menjaga diri. Namun, lelaki misterius itu tetap kukuh mengajakku ngobrol. Kujawab singkat ajakannya karena saat ini waktunya kurang tepat.
"Ntar, aku kuliah dulu, nanti jika ada waktu luang, aku sempatkan, ya."
Lelaki itu kutinggalkan dengan cepat, sampai terengah-engah napas ini menaiki tangga lantai dua.
Konsentrasiku kuliah pagi itu menjadi buyar karena bayangan lelaki berhidung mancung. Saat jam kuliah usai, kakiku terasa berat melangkah. Kembali suara dan bayangan lelaki itu hadir di pikiranku.
Tiba-tiba lelaki itu sudah duduk tepat di sampingku. Dia menduduki kursi yang tadi digunakan Harsya teman satu indekos. Kebetulan dia pulang lebih awal karena badan kurang sehat.
      Saat ini, dosen dan teman-teman lain sudah meninggalkan ruangan. Tinggallah aku dan lelaki misterius itu.
Mataku tidak ingin menatapnya, tapi dia dengan cepat memegang lenganku yang pura-pura membereskan beberapa buku referensi dan catatan kuliah.
"Heh, kenapa nggak mau jawab, sih? Kenalan, ya? Namaku Fadli, mahasiswa sini juga, semester empat, dua tahun yang lalu," kata lelaki misterius itu sambil mengulurkan tangan mengajakku berkenalan.
Aku merasa tersudut, tidak kuasa menolak uluran tangannya.
Tangan yang cukup dingin kurasakan. Wajahnya juga sedikit pucat, tapi senyumnya selalu mengembang.
"Wina," kataku lirih.