“Inda, inikah yang membuatmu menangis pulang sekolah tadi?”
(Inda adalah panggilanku di rumah, karena sewaktu kecil tidak fasih untuk mengucapkan huruf “L” dan “R”, dan nama panggilan itu berlanjut hingga aku dewasa).
Akupun hanya mengangguk sebagai pertanda jawaban “Iya”
“Ibu belum menjawab pertanyaanku.” sanggahku
“Karena Allah menyanyangimu, Inda. Maka Allah menciptakan Inda sebagai anak yang sangat special. Apakah Inda tidak ingin menjadi anak yang special di mata Allah?”
***
Dua pekan ini, aku memasuki kelas baru, kelas 2-A SMP Harapan Negeri, kelas baru, teman baru, suasana baru, dan juga para pahlawan tanpa jasa yang baru pada tahun ajaran baru 2005. Seolah langkahku selalu berat memasuki ruang kelas. Bagaimana tidak jika selalu disambut dengan olok – olokkan rambut keriting dan kulit hitam. Awalnya aku hanya diam saja, tak terlalu memperdulikan apa kata mereka, mungkin mereka hanya ingin bercanda denganku. Toh tidak semua teman baruku memperlakukanku demikian, dan memang aku terlahir sebagai gadis bertubuh kecil, pendek, berkulit hitam, dan lengkap dengan rambut kritingku. Tidak ada yang salah dengan apa yang mereka katakan kepadaku. Semua itu memang benar adanya. Tapi, haruskah itu menjadi bahan bully-an setiap hari?
Apalah daya, kenyataanpun juga berkata lain, salah seorang guruku juga terkena demam pem-bully-an terhadapku, tak hanya secara lisan baik di kondisi sepi maupun di khalayak ramai para siswa, namun juga secara tertulis melalui SMS, Beliau orang yang sangat kuhormati, ikut – ikutan mem-bully fisikku. Tidak salah jika aksi tersebut akhirnya diikuti oleh sebagian teman – teman sejawatku, sesuai dengan filosofi Guru yaitu “Digugu lan Ditiru”.
***
“Hei, manusia langka. Kamu kayak ikan laut yang di panggang di tepi laut, pantes ya hitam gosong”
Begitulah kurang lebih bunyi SMS yang dikirim guru Matematika ku malam itu. SMS yang serupa dan setopik itu tidak hanya sekali, sudah hampir lima kali mampir di folder inbox message ku.