Yang Terbaik, Tak Harus Dimiliki
Pengorbanan, mungkin telah menjadi sahabat yang sangat setia denganku. Menerima pesan bahwa tak selamanya hidup ini tentang apa yang diinginkan, terkadang Tuhan lebih tau apa yang kita butuhkan. Sekarang, mungkin bukan waktu yang tepat. Beralih dalam konsekuensi yang terus menghukum diriku, hingga penyesalan terhadap masa lalu sempat menjadi topik hangat yang berkicau di pikiranku.
Sulit memang menerima masa lalu. Menjadi keharusan meninggalkan pendidikan yang begitu luar biasa 2 tahun silam. Apa yang sekarang terjadi, mungkin inilah balasan atas perbuatanku. Semuanya terasa sirna, ketika keterpaksaan harus menjadi alasan. Padahal, mereka sudah memperlakukanku layaknya seperti sahabat sendiri. Aku merasa berdosa dengan keputusanku meninggalkan kota itu, yang mengajarkan banyak kedewasaan dalam bertindak.
Aku mengakui semuanya saat ini, ketika aku terpuruk dalam kesunyian, tersungkur dalam jurang kegelapan dan terkapar dalam dinginnya kehampaan. Semuanya kini memandangku sebelah mata, terbelenggu dengan cita-cita yang kini hanya menjadi angan semata. Harapan perlahan gugur bak nasi yang telah menjadi bubur. Bagaikan rata dengan tanah, karena diriku terlalu lemah dalam melangkah.
Tapi, semuanya kini telah aku sadari. Memang benar, hidayah ataupun petunjuk bisa datang dari siapa yang Dia kehendaki. Singkat cerita setelah menyelesaikan pekerjaan, aku mengambil secangkir air hangat untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang. Rekan kerja ku bernama Gery melihatku begitu kurang bersemangat. Dia pun menghampiri tempat dudukku dan bertanya " Ada apa Zul ? Lemah benar gak nampaknya kau ini ? Cerita lah, kita kan cs ". Dia menyuruhku terlebih dahulu untuk menikmati tetes demi tetes tegukan air hangat dan makan sebuah bantalan tepung manis sebelum bercerita.
Akhirnya aku ungkapkan apa yang terjadi sebenarnya, meskipun enggan menyebut inti sari ceritanya. Dengan singkat Gery menasehati, " Bro. Yang namanya jodoh, rezeki dan maut itu sudah diatur oleh Allah SWT. Tugas kita hanya mempersiapkan dan berikhtiar semaksimal mungkin sebelum tiba saatnya. Semangat Bro ! "
Ya, itu sangat singkat namun aku merasakan getaran yang tak biasanya. Sudah aku pastikan itu adalah hidayah. Tak ku sangka hal itu datang dari rekan kerja yang berbeda departemen. Sosok nya yang easy going, sedikit nakal dan bahkan seperti tak punya beban membuatku geleng-geleng kepala.Â
Jadi, janganlah menilai seseorang dari satu sudut pandang. Masing-masing punya potensi yang terpendam dan akan keluar dari sarangnya ketika dibutuhkan. Aku pun bangkit dari tempat duduk dan kembali menuntaskan pekerjaan. Yang terbaik, tak harus dimiliki. Aku yakin, Tuhan akan mempersiapkan hadiah lebih indah di masa yang akan datang.
Yang Terbaik, Kembali Jalani Mimpi
Kota hujan mungkin akan menjadi destinasi kembali untukku, namun arah dan tujuan belum menentu. Kenangan, itulah yang membuat tekad ini semakin membulat. Bahkan, keluarga dan teman-temanku semasa perkuliahan singkat disana bertanya kapan aku kembali kesana. Pandemi, menjadi alasanku untuk membela diri atas kerinduan dengan tetesan air hujan kota itu. Memang benar terkadang kesempatan tidak datang dua kali, menjadi mimpi untuk diriku bisa kembali. Â
Waktu, mungkin menjadi sesuatu yang sangat penting untuk disadari. Betapa berharganya dia, sesuatu yang takkan pernah kembali menyia-nyiakan nya.Â