Penguasa negeri menjual BBM (hasil tambang) kepada rakyat dengan harga tinggi
Pada akhirnya penguasa negeri menempuh cara yang mudah untuk meningkatkan penerimaan negara namun menyengsarakan rakyat dengan menjual BBM (hasil tambang) kepada rakyat dengan harga tinggi.
Hasil penjualan tersebutlah tampaknya untuk membiayai pengeluaran negara seperti pengeluaran karena kebijakan populis atau kebijakan “kartu” yakni “kartu Indonesia pintar” , “kartu Indonesia sehat” maupun “kartu keluarga sejahtera”
Padahal banyak cara untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa menyengsarakan rakyat sebagaimana kebijakan menaikkan harga BBM seperti dengan meningkatkan produksi BBM atau dengan menekan pengeluaran negara seperti membangun kilang minyak atau mengatasi mafia minyak dalam urusan impor MIGAS maupun transportasinya karena yang disebut mafia adalah makelar yakni G to B (Government to Business). Seharusnya pemerintah melakukan deal langsung G to G (Government to Government)
Cara lain meningkatkan penerimaan negara tanpa menyengsarakan rakyat sebagaimana kebijakan menaikkan harga BBM adalah memperbaiki kontrak kerjasama dengan kontraktor nasional dan asing yang bersifat adil, bermartabat, dan sederajat.
Kebijakan yang lain tanpa menyengsarakan rakyat sebagaimana kebijakan menaikkan harga BBM adalah menekan pengeluaran negara agar biaya dapat dialihkan untuk pos-pos yang produktif contohnya mengendalikan cost recovery yakni pergantian seluruh biaya yang dikeluarkan kontraktor nasional dan asing dalam ekploitasi minyak dan gas bumi (migas).
Berbagai praktek manipulasi, markup cost recovery, penipuan keuangan negara, telah menyebabkan tingginya biaya yang harus ditanggung negara dalam melakukan eksploitasi migas.
Dana Cost Recovery yang harus ditanggung oleh pemerintah (APBN) meningkat setiap tahun tapi produksi turun.
Tahun 2012 biaya cost recovery telah mencapai USD 15,13 miliar atau Rp. 147.66 triliun. Sementara jumlah produksi minyak mentah nasional terus mengalami penurunan yakni sebesar 830 ribu barel/hari.
Ini merupakan fakta yang sangat aneh karena tahun 2004 cost recovery hanya sebesar USD. 5,603 atau Rp. 53.22 triliun, namun produksi minyak mentah sebanyak 1,124 juta barel perhari.
Dana Cost Recovery yang harus ditanggung oleh pemerintah (APBN) semakin besar dan tidak dapat diterima secara akal sehat.
Bayangkan produksi 2012 sebesar 830 ribu barel/hari atau sebesar 298.8 juta barel pertahun. Dengan asumsi 25 persen dibagikan kepada kontraktor swasta dan asing, tersisa sebesar Rp. 224.1 juta barel/tahun.
Sementara dana Cost Recovery sebesar Rp 147,668 triliun. Dengan demikin penyedotan minyak biayanya mencapai Rp. 659.232/barel.
Jika harga minyak 70 USD/barel, maka itu hampir setara dengan Rp. 665.000/barel. Artinya lebih baik beli minyak mentah dari luar negeri saja daripada mengeksploitasi minyak dengan biaya cost recovery yang sangat tinggi.
Begitupula cara lain meningkatkan penerimaan negara tanpa menyengsarakan rakyat adalah mengintensifkan penerimaan pajak yang selama ini lebih banyak “beredar” di kalangan individu atau kelompok oknum petugas pajak atau “pasar gelap pajak” sebagaimana ditunjukkan dalam kasus Gayus Tambunan.
Begitupula cara lain dengan mengintensifkan pencegahan tindak korupsi sehingga dana APBN yang banyak bocor bisa diarahkan ke pos-pos yang produktif.
Politisi senior dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Kwik Kian Gie telah berulang kali membuat tulisan bahwa istilah “subsidi BBM” adalah pembohongan publik belaka.
Begitupula Anggito Abimanyu, salah satu fundamentalis neo-liberal Indonesia yang selalu bersikeras menaikkan harga BBM dengan alasan “mengurangi beban subsidi BBM”, mengakui bahwa tidak ada subsidi dalam BBM. “Masih ada surplus penerimaan BBM dibanding biaya yang dikeluarkan,” katanya dalam acara talkshow di TVOne hari Senin (13/3/2012)
Berikut contoh kutipan tulisan Kwik Kian Gie yang bersumber dari http://kwikkiangie.com/v1/2012/03/kontroversi-kenaikan-harga-bbm/
***** awal kutipan ****
Kepada masyarakat diberikan gambaran bahwa setiap kali harga minyak mentah di pasar internasional meningkat, dengan sendirinya pemerintah harus mengeluarkan uang ekstra, dengan istilah “untuk membayar subsidi BBM yang membengkak”.
Harga minyak mentah di pasar internasional selalu meningkat. Sebabnya karena minyak mentah adalah fosil yang tidak terbarui (not renewable). Setiap kali minyak mentah diangkat ke permukaan bumi, persediaan minyak di dalam perut bumi berkurang. Pemakaian (konsumsi) minyak bumi sebagai bahan baku BBM meningkat terus, sehingga permintaan yang meningkat terus berlangsung bersamaan dengan berkurangnya cadangan minyak di dalam perut bumi. Hal ini membuat bahwa permintaan senantiasa meningkat sedangkan berbarengan dengan itu, penawarannya senantiasa menyusut.
Sejak lama para pemimpin dan cendekiawan Indonesia berhasil di-“brainwash” dengan sebuah doktrin yang mengatakan :
“Semua minyak mentah yang dibutuhkan oleh penduduk Indonesia harus dinilai dengan harga internasional, walaupun kita mempunyai minyak mentah sendiri.”
Dengan kata lain, bangsa Indonesia yang mempunyai minyak harus membayar minyak ini dengan harga internasional.
Harga BBM yang dikenakan pada rakyat Indonesia tidak selalu sama dengan ekuivalen harga minyak mentahnya.
Bilamana harga BBM lebih rendah dibandingkan dengan ekuivalen harga minyak mentahnya di pasar internasional, dikatakan bahwa pemerintah merugi, memberi subsidi untuk perbedaan harga ini.
Lantas dikatakan bahwa “subsidi” sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, sedangkan pemerintah tidak memilikinya. Maka APBN akan jebol, dan untuk menghindarinya, harga BBM harus dinaikkan.
Pikiran tersebut adalah pikiran yang sesat, ditinjau dari sudut teori kalkulasi harga pokok dengan metode apapun juga. Penyesatannya dapat dituangkan dalam angka-angka yang sebagai berikut.
Harga bensin premium yang Rp. 4.500 per liter ekuivalen dengan harga minyak mentah sebesar US$ 69,50 per barrel. Harga yang berlaku US$ 105 per barrel.
Lantas dikatakan bahwa pemerintah merugi US$ 35,50 per barrel. Dalam rupiah, pemerintah merugi sebesar US$ 35,50 x Rp. 9.000 = Rp. 319.500 per barrel. Ini sama dengan Rp. 2009, 43 per liter (Rp. 319.500 : 159). Karena konsumsi BBM Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, dikatakan bahwa kerugiannya 63 milyar x Rp. 2009,43 = Rp. 126,59 trilyun per tahun.
Maka kalau harga bensin premium dipertahankan sebesar Rp. 4.500 per liter, pemerintah merugi atau memberi subsidi sebesar Rp. 126,59 trilyun. Uang ini tidak dimiliki, sehingga APBN akan jebol.
Pikiran yang didasarkan atas perhitungan di atas sangat menyesatkan, karena sama sekali tidak memperhitunkan kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki minyak mentah sendiri di dalam perut buminya.
Pengadaan BBM oleh Pertamina berlangsung atas perintah dari Pemerintah. Pertamina diperintahkan untuk mengadakan 63 milyar liter bensin premium setiap tahunnya, yang harus dijual dengan harga Rp. 4.500 per liter. Maka perolehan Pertamina atas hasil penjualan bensin premium sebesar 63.000.000.000 liter x Rp. 4.500 = Rp. 283,5 trilyun.
Pertamina disuruh membeli dari:
Pemerintah 37,7808 milyar liter dengan harga Rp. 5.944/liter = Rp. 224,5691tr
Pasar internasional 25,2192 milyar liter dengan harga Rp. 5.944/liter = Rp. 149,903 tr
Jumlahnya 63 milyar liter dengan harga Rp. 5.944/liter = Rp. 374,4721 tr
Biaya LRT 63 milyar liter @Rp. 566 = Rp. 35,658 tr
Jumlah Pengeluaran Pertamina Rp. 410,13 tr
Hasil Penjualan Pertamina 63 milyar liter @ Rp. 4.500 = Rp. 283,5 tr
PERTAMINA DEFISIT/TEKOR/KEKURANGAN TUNAI Rp. 126,63 tr.
Tabel di atas menunjukkan bahwa setelah menurut dengan patuh apa saja yang diperintahkan oleh Pemerintah, Pertamina kekurangan uang tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun.
Pemerintah menambal defisit tersebut dengan membayar tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun yang katanya membuat jebolnya APBN, karena uang ini tidak dimiliki oleh Pemerintah.
Ini jelas bohong di siang hari bolong. Kita lihat baris paling atas dari Tabel denga huruf tebal (bold), bahwa Pemerintah menerima hasil penjualan minyak mentah kepada Pertamina sebesar Rp. 224,569 trilyun.
Jumlah penerimaan oleh Pemerintah ini tidak pernah disebut-sebut. Yang ditonjol-tonjolkan hanya tekornya Pertamina sebesar Rp. 126,63 trilyun yang harus ditomboki oleh Pemerintah.
Kalau jumlah penerimaan Pemerintah dari Pertamina ini tidak disembunyikan, maka hasilnya adalah:
• Pemerintah menerima dari Pertamina sejumlah Rp. 224,569 trilyun
• Pemerintah menomboki tekornya Pertamina sejumlah (Rp. 126,63 trilyun)
• Per saldo Pemerintah kelebihan uang tunai sejumlah Rp. 97,939 trilyun
Perhitungan selengkapnya dapat di-download di http://kwikkiangie.com/v1/wp-content/uploads/2012/03/Rincian_Perhitungan_BBM_Maret_2012.pdf
***** akhir kutipan *****
Jadi kesimpulannya subsidi BBM atau defisit Pertamina jika BBM Premium dijual dengan harga Rp. 4.500 adalah diakibatkan pemerintah menjual BBM kepada Pertamina dengan harga tinggi yakni harga pasar bukan harga pokok produksi.
Penguasa negeri menjual BBM kepada Pertamina dengan harga tinggi yakni harga pasar diakibatkan UU no. 22 tahun 2001 pasal 28 ayat 2. yang bunyinya: “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.”
Sedangkan persaingan usaha dalam bentuk permintaan dan penawaran yang dicatat dan dipadukan dengan rapi adalah di New York Mercantile Exchange atau disingkat NYMEX
Kwik Kian Gie menyatakan bahwa hal itu akal-akalannya korporat asing yang ikut membuat Undang-Undang no. 22 tahun 2001 tersebut.
Mengapa bangsa Indonesia yang mempunyai minyak di bawah perut buminya diharuskan membayar harga yang ditentukan oleh NYMEX ?
Itulah sebabnya Mahkamah Konstitusi menyatakannya bertentangan dengan konstitusi kita.
Putusannya bernomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.”
Setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan bahwa kebijakan penguasa negeri tersebut bertentangan dengan UUD maka penguasa negeri menyiasatinya dengan menerbitkan PP nomor 36 tahun 2004, pasal 27 ayat (1) masih berbunyi : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi, kecuali Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, DISERAHKAN PADA MEKANISME PERSAINGAN USAHA YANG WAJAR, SEHAT DAN TRANSPARAN”.
Ini benar-benar keterlaluan. UUD dan MK dilecehkan dengan PP
Lalu apakah kita tetap akan membiarkan penguasa negeri menjalankan roda pemerintahan melanggar UUD 1945 yang dicetuskan oleh para pendiri bangsa termasuk didalamnya para ulama terdahulu kita?
Pemerintah menyerahkan kepada pasar menyebabkan jurang kaum kaya dengan kaum miskin semakin menganga.
Pemerintah tak dapat berbuat apa apa karena pasar dilarang diintervensi sekalipun pasar menunjukkan kebengisan secara telanjang.
Keadaan tersebut adalah buah (hasil) dari konsep yang diusung oleh mereka berpemahaman liberalisme.
Liberalisme tumbuh di Eropa sebagai reaksi dari sistem theokrasi-feodal yang menindas rakyat Eropa.
Kaum aristokrat dan gereja menguasai seluruh tanah pertanian yang merupakan mata pencarian penting pada masa itu, sedangkan petani hanyalah berfungsi sebagai penggarap dengan hasil tidak mencukupi hidup keluarganya. Kejinya semua kezaliman tersebut oleh aristokrat dan gereja di legalisasi melalui penafsiran tunggal gereja terhadap ajaran bible.
Akibat penindasan tersebut muncullah gerakan sekulerisme yang berujung pada revolusi di Amerika dan Prancis. Revolusi ini mengubah wajah Eropa yang monarchi-feodal ke demokrasi-liberal. Suatu bentuk pemerintahan yang menggantikan tuhan gereja menjadi tuhan akal.
Pemerintahan yang menumpas habis seluruh hak previlege gereja dan aristokrat kemudian menempatkan seluruh manusia dalam hak dan kewajiban yang sama. Walaupun persamaan hak itu hanya dalam kertas karena realitanya tetap ada yang mendapatkan hak previlege itu, yaitu: kaum indrustriawan kapitalis dan para politisi, tidak untuk rakyat kecil.
Seiring dengan revolusi Perancis, muncul pemikiran baru tentang ekonomi yang di suarakan oleh Adam Smith dan David Ricardo. Prinsipnya pemikiran mereka adalah apa yang di sebut laisses faire. Suatu konsep dimana perekonomian hendaknya diserahkan kepada mekanisme pasar dan sekaligus menolak intervensi pemerintah dalam menentukan corak di pasar. Dalam perjalanannya konsep ini banyak membawa kezaliman tersendiri yang lebih parah dibanding zaman feodalisme
Akibat keleluasaaan yang demikian hebatnya terhadap sumber sumber kekayaan maka kaum kapitalis menciptakan kondisi dimana seluruh sektor perekonomian dapat dikontrol sedemikian rupa, inilah yang disebut monopoli.
Berbagai sektor vital dengan mudahnya diakses kaum kapialis seperti minyak, transportasi, pertambangan dll. Sedangkan rakyat banyak hanya menjadi penonton atau pekerja dengan upah rendah dan jam kerja yang tinggi.
Yang mengerikan adalah dengan kekuasaan modal yang demikian hebat, pemerintah dengan mudahnya dikontrol untuk mengeluarkan kebijakan yang sesuai dengan misi mereka.
Suatu kolaborasi gaya feodal, yang mana zaman feodal kaum aristokrat dan gereja menggunakan ajaran ajaran nasrani untuk melegalisasi kebijakannya. Diera kapitalisme ini pemerintah/politisi melegalisasi semua hawa nafsu kaum borjouis dengan apa yang di sebut undang undang negara.
Melihat ekses ini para sejarahwan menyimpulkan bahwa dalang dibalik revolusi di Eropa adalah para bankir, indrustriawan dan pedagang Yahudi.
Pendapat ini logis, mengingat yang meraih keuntungan dari revolusi adalah mereka bukan rakyat petani Eropa.
Bahkan dengan gamblang semua itu di ungkapkan dalam buku the protocol of the learned elders of zion, sebuah buku yang menjadi panduan kaum yahudi dalam menguasai dunia. Protocol no1 ayat 25 menjelaskannya” jauh di masa lalu kitalah yang pertama kali meneriakkan “Liberte, equalite dan fraternite” kata kata berulang kali diucapkan oleh “stupid pull parrot” (pembeo yang bodoh)
Berikut kutipan tulisan Muhammad Herry selanjutnya yang bersumber dari http://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/muhamad-herry-karyawan-swasta-neoliberalisme-analisa-sejarah.htm
***** awak kutipan *****
Tidak puas dengan permainan lokal kaum kapitalis dimotori Inggris, Prancis, Belanda dan Portugis mulai menjarah dunia timur dan seenak perutnya membagi baginya. Sehingga di awal abad dua puluh nyaris seluruh dunia berada dalam kontrol mereka.
Bencana pun mulai terjadi. Selama dekade terakhir abad 19, koloni koloni Eropa mengalami bencana kelaparan, kekeringan dan penyakit yang membunuh jutaan manusia diseluruh dunia.
Ironisnya kaum kapitalis sebenarnya mampu mencegah bencana tersebut. Persediaan makan dan obat obatan tersedia dalam jumlah besar. Namun karena sedemikan miskinnya, rakyat koloni tak mampu membeli bahan makanan tersebut. Selain itu untuk mempertahanan harga kaum kolonialis lebih senang memusnahkan bahan makanan tersebut pada menyumbangkan untuk kaum miskin.
Penindasan dan kebengisan kolonialisme menimbulkan gejolak gejolak dan pertumpahan darah sepanjang abad 19 dan 20 yang tak pernah terjadi semassif ini dan memakan korban jutaan dalam sejarah dunia.
Perang terjadi antara penjajah dengan rakyat negara negara terjajah. Antara negara kolonial pun terlibat persengketaan yang berujung pada perang dunia. Kemudian pertentangan semakin marak ketika ideologi komunis tumbuh dan berkembang di Rusia dan menunjukkan dirinya sebagai musuh dari kapitalisme.
Pertentangan diatas akhirnya berujung great depresian pada tahun 1929 bursa saham hancur dan uang menjadi tidak bernilai. Karena orang harus membeli sebuah roti kecil dengan segerobak uang.
Perekonomian dunia terpuruk, pengangguran terjadi dimana. Kondisi ini kemudian memunculkan pemikiran baru tentang ekonomi, yaitu keynesian. Atau konsep negara kesejahteraan (welfare state).
Paham ini bertolak belakang dengan prinsip laises faire, yaitu menghendaki adanya campur tangan pemerintah dalam bentuk investasi dan fiskal untuk mencapai full employment dan menaikkan permintaan agregat.
Menjelang awal tahun 80-an negara negara indrustri pemenang perang dunia kedua seperti Amerika dan Inggris yang telah memiliki banyak perusahaan diseluruh dunia terutama didunia ketiga, ingin membangkitkan kembali paham liberalisme ini namun dalam bentuk yang lain yaitu konsep perdagangan bebas, ekspansi modal dan globalisasi.
Inilah yang kemudian disebut neoliberalisme. Presiden Reagan dari Amerika dan Margaret Tatcher dari Inggris dianggap sebagai “icon” pertama gagasan minimalisasi peran negara dalam lapangan ekonomi.
Tetapi anehnya yang di haruskan menjalankan gagasan ini adalah negara negara dunia ketiga, sedang negara negara kaya, seperti AS, Jerman, Prancis, Jepang, dan Belanda tidak ada yang mempraktekannya dalam skala yang sama.
Tujuan semua itu jelas agar negara kaya dengan segala kekuatan ekonomi, militer dan media massa bisa bebas memeras seluruh kekayaan alam dan pasar negara dunia ketiga tanpa ada hambatan hukum lokal.
Untuk memuluskan agenda diatas tindakan militer dianggap terlalu riskan sehingga yang umum dilakukan adalah mulai dari tekanan politik, media massa, intervensi militer, rekayasa ekonomi.
Semua itu di mulai dengan apa yang disebut“utang luar negri”. Melalui badan yang disebut IMF mereka mendiktekan keinginannya kepada negara dunia melalui LOI (letter of intent). Pada umumnya LOI berisi beberapa hal utama:
Pertama, perdagangan bebas,
Kaum neo liberal, mengembangkan konsep perdagangan bebas yang bukan lagi bertaraf nasional namun taraf global yaitu perdagangan dunia.
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu pada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau tanpa hambatan perdagangan lainnya (tanpa regulasi legal).
Bentuk-bentuk hambatan perdagangan yang ditolak kaum neoliberalisme (dalam perdagangan bebas): bea cukai, kuota, subsidi yang dihasilkan dari pajak sebagai bantuan pemerintah untuk produsen lokal, peraturan administrasi dan peraturan anti-dumping. Realisasinya adalah pembentukan forum AFTA, APEC dan GATT .
Menurut kaum neoliberalisme pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan perdagangan adalah produsen dan pemerintah. Kebijakan yang bersifat nasionalis, protektif, dan populis akan mempermiskin negara dunia ketiga.
Sedangkan disisi lain pasar bebas akan membuat ekonomi mereka efisien, kompetitif dan bertaraf dunia.
Di Indonesia kaum neoliberalisme ini diwakili oleh Sri Mulyani. Dalam wawancara dengan kompas dia berpendapat senada dengan kaum neoliberal. Menurutnya pasar bebas diperlukan agar tidak terjadi monopoli oleh perusahaan swasta.
Namun yang tidak disampaikan kepada kita adalah dalam perdagangan bebas perusahaan multinasional bebas juga membunuh indrustri kecil yang tadinya diproteksi pemerintah.
Kasus di Indonesia adalah apa yang terjadi pada petani tebu dan beras. Pada musim panen, kedua petani tersebut harus gigit jari ketika mereka tak mampu menjual produksinya disebabkan kalah bersaing dengan produk impor.
Anehnya pemerintah dalam kasus ini tanpa malu malu melakukan impor dengan alasan menjaga stabilitas harga. Siapakah yang diuntungkan? Yang jelas kaum kaya dikota dan perusahaan makelar beras dan gula. Padahal negara negara kaya seperti Belanda, AS, Jerman, Jepang melakukan proteksi terhadap indrustri pertanian mereka sendiri.
Jika dikemudian hari para petani tersebut mulai meninggalkan ladang mereka karena dianggap tidak menguntungkan dan tak ada keberpihakan negara, maka yang terjadi adalah hancurnya pertanian kita dan negara nantinya tergantung pada impor. Bahaya kelaparan akan muncul jika impor kemudian menjadi sulit.
Contoh lain adalah Carrefour. Hipermarket ini dengan mudah bisa ditemui di pusat pusat kota. Mereka bebas bersaing dengan bebas pedagang tradisional. Padahal di negara asalnya Carrefour dilarang berdiri di tengah kota melainkan di pinggir kota.
Inilah pasar bebas, pasar yang menggunakan hukum rimba. Seperti konsep Darwin sosial dimana ikan besar tidak dilarang memangsa ikan kecil. harimau dibiarkan bebas bersaing dengan ayam. Orang kaya dibiarkan bebas tanpa hukum. Yang terjadi adalah duel yang tidak seimbang yang kuat akan menghancurkan yang lemah. Tak ada hukum disini yang ada hanya siapa yang “survive” dialah yang bertahan.
Kebijakan perdagangan bebas ini tidak ada bedanya dengan liberalisme klasik, yaitu sama dalam hal melahirkan monopoli ekonomi dan konglomeratisme.
Kedua, memangkas anggaran publik untuk layanan sosial.
Mengurangi anggaran sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan air bersih yang dibutuhkan rakyat miskin sebagai pengaman sosial, karena semuanya itu adalah bantuan dari pemerintah. Indonesia adalah negara yang paling patuh dalam menerapkan prinsip ini.
Penghapusan subsidi BBM, swastanisasi pendidikan pada jenjang perguruan tinggi, belum terealisasinya anggaran pendidikan sebesar 20% yang diamanatkan undang undang, swastanisasi rumah sakit adalah contoh kongkrit.
Semua itu dilakukan dengan alasan ketidak tersediaan anggaran. Pemerintah tidak menyadari bahwa akibat kebijakan ini mengintainya bencana kelaparan dan kekurangan gizi pada rakyat pedesaan. Berita berita tentang bayi bayi yang kekurangan gizi adalah awal dari semua bencana itu.
Namun anehnya pemerintah malah mensubsidi orang kaya. Boediono ketika menjabat Direktur BI tahun pada tahun 1998 memberi subsidi kepada pengusaha pengusaha kaya atau yang disebut sebagai BLBI sebesar 400 triliun dan ketika menjabat kepala bappenas dia mengucurkan dana rekap perbankan sebesar 600 triliun.
Lebih aneh lagi obligor tersebut di beri kan release and discharge. Menyelamatkan perekonomian nasional adalah alasan yang diumumkan pemerintah ketika kritik datang bertubi-tubi. Inilah logika neoliberal menolak mensubsidi rakyat kecil tetapi royal mensubsidi orang kaya.
Ketiga, rampingkan peran negara melalui privatisasi BUMN.
Umumnya kekayaan negara dunia ketiga terkonsentrasi pada BUMN dan pertambangan. Privatisasi akan menghasilkan penjarahan kekayaan nasional oleh multinasional corporate dalam waktu singkat.
Kejinya, ketika salah satu perusahaan multinational ini dinegara lain mengalami masalah keuangan, mereka tinggal menjual asset dinegara lain lagi untuk membantu membantu keuangan perusahaan yang rugi tersebut. Ujungnya bisa diprediksi yaitu PHK massal mengancam jutaan pekerja pada perusahaan ex BUMN ini.
Ketika Boediono menjadi menkeu keluarlah kebijakan privatisasi yang nyeleneh bahkan pada asset yang strategis. Contoh bank BCA, indosat. Bisa dibayangkan BUMN diatas akhirnya hanyalah menjadi pusat kepentingan kaum multinational yang semakin kaya sedangkan rakyat negara ini harus puas hanya jadi jongos.
***** akhir kutipan *****
Kenaikan harga BBM mendorong biaya produksi yang lebih tinggi sehingga menurunkan keuntungan komparatif (comparative advantage) yang dimiliki Indonesia.
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien atau biaya produksi lebih rendah serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang / tidak efisien atau biaya produksi lebih tinggi.
Akibatnya negara kita “gemar” impor dan “malas” berproduksi sehingga menjadikan negara kita semata-mata pasar bagi negara-negara lain
“ Peperangan terhadap ekonomi Indonesia melalui Neo Liberal belum akan berhenti karena target dari peperangan neo liberal adalah mencabut Pasal 33 dalam Undang-Undang Dasar 45,” kata Revrisond Baswir , Dosen Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada (UGM)
Meski upaya neo liberal mencabut Pasal 33 UUD 45 belum terwujud, di sisi lain neo liberalisme telah berhasil menjadikan Indonesia sebagai Negara pecundang melalui intervensi sejumlah UU yang terkait dengan energy dan mineral.
Beda dengan Republik Rakyat China (RRC), menurut Revrisond , dihajar bagaimana pun ekonominya, RRC akan tetap aman karena China punya taktik, strategi dan daya tahan untuk meredam tipu-daya neo liberalism. ” Indonesia, secara sengaja memberi peluang bagi neolib untuk intervensi sektor perekonomian bangsa melalui UU yang dibuat DPR,” ujar Revrisond.
Dalam kesempatan yang sama , mantan Ketua Bappenas Kwik Kian Gie mengatakan agen-agen kolonialisme sudah masuk dan berada di dalm pusat-pusat kekuasaan dan pusat-pusat pengambilan keputusan politik di pemerintahan, parlemen dan institusi Negara lainnya.
Agen-agen kolonialisme ada di pusat-pusat pengambilan keputusan. Bahkan terhadap proses pembahasan sejumlah UU yang terkait dengan ekonomi, harus di supervise oleh kolonialisme,” kata Kwik Kian Gie
Berikut kutipan tulisan Kwik Kian Gie lainnya dari http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/megawati-prabowo-dan-contoh-kasus-tentang-demokrasi-gaya-uud-2002/ tentang kebijakan Megawati dahulu yang kemnungkinannya akan selaras dengan kebijakan penguasa negeri Jokowi karena dia hanyalah “petugas partai”
***** awal kutipan ******
Prabowo ingin “menghentikan penjualan aset negara yang strategis dan atau yang menguasai hajat hidup orang banyak”. Presiden Megawati menjual Indosat, tidak berani menolak Exxon Mobil yang ingin mengubah TAC blok Cepu menjadi kontrak bagi hasil sambil sekaligus memperpanjangnya sampai tahun 2030, padahal kontrak sudah habis di tahun 2010. Tiga anggota Dewan Komisaris Pertamina yang sekaligus menteri-menteri BUMN, ESDM dan Keuangan sangat pro Exxon Mobil.
Prabowo ingin “mewajibkan eksportir nasional yang menikmati fasilitas kredit dari negara untuk menyimpan dana hasil ekspornya di bank dalam negeri.” Menteri Keuangannya Presiden Megawati kokoh dalam pendiriannya dalam sistem lalu lintas devisa yang sebebas-bebasnya. Sang Menteri Keuangan ini diangkat sebagai Gubernur Bank Indonesia oleh DPR dengan suara bulat. Fraksi PDI-P ikut mendukungnya dengan sangat mantab.
Prabowo ingin “mencetak 2 juta HA lahan baru untuk meningkatkan produksi beras, jagung, kedelai, tebu yang dapat mempekerjakan 12 juta orang”. Kebijakan Presiden Megawati bersama Menko Perekonomian dan Menteri Keuangannya yalah bahwa itu urusan swasta murni. Pemerintah tidak boleh ikut-ikutan dalam produksi komoditi tersebut. Kalau swasta tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia, harus diimpor, karena harus ikut globalisasi yang menghapus batas-batas negara bangsa.
Prabowo ingin “melarang penyaluran kredit bank pemerintah untuk pembangunan perumahan dan apartemen mewah, mall, serta proyek-proyek mewah lainnya.” Menteri Keuangannya Presiden Megawati tidak pernah berpikir demikian. Sebaliknya, bank-bank pemerintah harus berbadan hukum PT yang perilaku dan aturan mainannya sepenuhnya seperti bank swasta.
Prabowo ingin “meninjau kembali semua kontrak pemerintah yang merugikan kepentingan nasional.” Semua kontrak pemerintah dengan perusahaan asing yang mengeduk sumber daya mineral kita merugikan bangsa Indonesia. Kabinet Megawati tidak mau mengutik ini, karena mengguncangkan kepercayaan pihak asing pada sifat good boy-nya para menteri Presiden Megawati dalam hal patuh pada kontrak, yang sekali liberal tetap liberal.”
******* akhir kutipan ******
Begitupula Kwik Kian Gie menuliskan pada http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/nasionalisme-kontemporer-di-amerika-serikat-artikel3/ tentang menteri-menteri Berkeley Mafia mengemis supaya investor asing, tanpa peduli apakah mereka BUMN atau tidak, membeli apa saja di Indonesia, termasuk yang vital seperti Indosat, Telkom, infrastruktur, pembangkit listrik, air bersih, menggali mineral dengan kontrak yang tidak transparan.
Begitupula seharusnya penguasa negeri mentaati Undang-Undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang melarang ekspor bijih mineral serta mengharuskan melakukan pengolahan dan pemurnian bijih mineral di dalam negeri sebelum diekspor.
Dalam pertimbangan dan konsideran undang-undang tersebut telah jelas tercantum sebagai berikut
**** awal kutipan *****
Menimbang:
a. bahwa mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan;
b. bahwa kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan;
c. bahwa dengan mempertimbangkan perkembangan nasional maupun internasional, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sudah tidak sesuai lagi sehingga dibutuhkan perubahan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat mengelola dan mengusahakan potensi mineral dan batubara secara mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
***** akhir kutipan *****
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Justru, pemerintahan SBY melakukan penundaan pelaksanaan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara dalam batas waktu tertentu sehingga dapat pula menimbulkan ketidak-pastian hukum sebagaimana contoh kabar http://www.ima-api.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1332%3Alarangan-ekspor-ditunda-pengusaha-smelter-kecewa&catid=47%3Amedia-news&Itemid=98&lang=id
***** awal kutipan ******
Kalangan pengusaha di sektor pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) menilai, kebijakan pemerintah yang masih akan mengizinkan ekspor mineral mentah (ore) atau konsentrat dapat menghambat masuknya investor ke Indonesia. Pasalnya, kebijakan tersebut akan membuat program hilirisasi mineral yang diinstruksikan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara menjadi kian tak pasti.
Radius Suhendra, Direktur Utama PT Indoferro, pengelola smelter nickel pig iron (NPI) mengaku kecewa dengan sikap pemerintah lantaran investasi yang telah dikeluarkan perusahaannya tidak direspons dengan kepastian hukum. “Kalau sekarang ekspor ore (mineral mentah) dibuka hingga tiga tahun ke depan, nanti pada 2017, akan ada kesempatan lagi sehingga ekspor ore tetap dibuka,” keluh Radius.
Sejatinya, apabila komitmen larangan ekspor ore tetap berjalan, akan banyak investor masuk ke industri smelter mengingat posisi Indonesia cukup penting sebagai penghasil mineral. Sepasang tahun ini saja, sudah banyak perusahaan lokal yang mampu menggaet investor untuk bekerja sama dalam pembangunan pabrik pemurnian mineral di dalam negeri.
Namun, menurut Radius, kebijakan penundaan larangan ekspor mineral mentah di tahun 2014 akan membuat investor membatalkan investasi mereka dalam proyek pembangunan smelter. “Rencana pemerintah ini tidak memberikan kepastian hukum bagi investor, padahal pembangunan smelter butuh investasi yang besar,” ujar dia
***** akhir kutipan ******
Bahkan perusahaan pertambangan Amerika seperti Freeport dan Newmont Mining masih juga mengajukan keberatan kepada pemerintah RI terhadap kebijakan penundaan pelaksanaan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara dalam batas waktu tertentu dengan kebijakan pajak ekspor progresif sebagaimana kabar pada https://www.ipotnews.com/m/article.php?jdl=Keberatan_Pajak_Ekspor__Freeport_Ingin_ke_Arbitrase_&level2=newsandopinion&id=2659411&img=level1_bigtopnews_1
***** awal kutipan *****
Meski telah mendapatkan pelonggaran ekspor konsentrat tembaga, Freeport McMoRan Copper & Gold diduga tetap keberatan dengan kebijakan pajak ekspor progresif yang diberlakukan pemerintah Indonesia. Bahkan, ada sumber yang menyatakan raksasa tambang Amerika Serikat itu kemungkinan mengajukan gugatan arbitrase jika pemerintah Indonesia tak mundur dari ketentuan pajak ekspor yang dinilai sangat memberatkan itu.
“(Gugatan ke) Arbitrase internasional adalah sebuah kemungkinan, jika pemerintah tidak bergerak dari isu pajak ekspor,” kata seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut, yang minta tidak disebutkan namanya karena masalah tersebut sangat sensitif, seperti diberitakan Reuters, Jumat (17/1).
Seperti diberitakan, UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) menetapkan per 12 Januari 2014 tidak boleh lagi ada eskpor mineral tambang mentah. Ekspor hanya boleh dilakukan terhadap mineral yang sudah diolah. Namun, nyatanya, hingga masa berlaku tiba, belum ada perusahaan tambang yang membangun smelter (pabrik pemurnian). Sebagian kecil perusahaan baru menyatakan komitmen untuk membangun demi mendapatkan izin tetap bisa mengekspor mineral mentah.
Akhirnya, pemerintah mengambil jalan tengah dengan mengeluarkan aturan berupa peraturan pemerintah (PP), bahwa perusahaan tambang boleh mengekspor konsentrat (mineral yang diolah hingga kadar tertentu) namun dengan menaikkan pajak ekspor yang jumlahnya progresif hingga 2017, demi memaksa perusahaan tambang membangun smelter.
Pajak ekspor tembaga dengan kadar 15 persen ditetapkan 25 persen dan akan mencapai 60 persen pada akhir 2016, sebelum akhirnya dilarang pada 12 Januari 2017.
Selama ini, Freeport diketahui telah mengolah sebagian kecil bijih tembaga (mentah) menjadi konsentrat, namun sebagian besar tetap diekspor dalam bentuk mentah.
Banyak analis yang menyatakan bahwa PP yang dirilis pemerintah jelas merupakan akomodasi terhadap dua perusahaan tambang besar yang beroperasi di Indonesia, Freeport dan Newmont Mining (juga dari Amerika Serikat).
Namun, rupanya, setidaknya menurut sumber tersebut, Freepot agaknya keberatan dengan besaran pajak ekspor karena hal ini tidak ada dalam kontrak mereka selama ini. Karena itu, bersama pihak Newmont, bakal menemui pejabat Kementerian Keuangan pada sore hari ini. Freeport dan Newmont adalah penghasil sebagian besar tembaga Indonesia, yang merupakan produsen terbesar dunia.(ha)
Pihak Freeport, masih menurut Reuters, menolak mengomentari masalah ini. Namun, sebelum pemerintah mengeluarkan PP pekan lalu, seorang juru bicara Freeport sempat menyatakan bahwa gugatan hukum hanya ditempuh sebagai jalan terakhir
***** akhir kutipan *****
Pada hakikatnya larangan ekspor mineral tambang mentah, konsentrat ataupun bongkahan besi, timah, bauksit, galena dan lain lain adalah untuk mencegah “lari” nya mineral-mineral ikutan lainnya dalam bongkahan yang justru nilainya lebih mahal daripada mineral yang tercantum dalam “kontrak pertambangan”
Contohnya Freeport dikenal sebagai usaha pertambangan tembaga namun memungkinkan ada mineral-mineral ikutan lainnya seperti biji emas atau bahkan bahan berakhiran “ium” seperti uranium sebagaimanacontoh kabar pada http://www.antaranews.com/print/211863/
Bahkan menurut kabar negara NKRI memliki cadangan uranium sebanyak 70.000 ton sebagaimana contoh kabar dari http://indocropcircles.wordpress.com/2013/07/24/indonesia-miliki-cadangan-uranium-70000-ton/ Kita ketahui pula bahwa isotopnya digunakan sebagai bahan bakar reaktor nuklir dan senjata nuklir.
Jadi wajarlah amanat UUD 1945 bahwa kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Hal ini telah pula diperingatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa janganlah kekayaan alam atau pertambangan dikuasai oleh “orang-orang jahat”
Dari Ibnu Umar Ra. ia berkata: “Pada satu ketika dibawa ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sepotong emas. Emas itu adalah emas zakat yang pertama sekali dibawa oleh Bani Sulaim dari pertambangan mereka. Maka sahabat berkata: “Hai Rasulullah! Emas ini adalah hasil dari tambang kita”. Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Nanti kamu akan dapati banyak tambang-tambang, dan yang akan menguasainya adalah orang-orang jahat“. (HR. Baihaqi).
Pertambangan akan dikuasai orang-orang jahat baik secara langsung ataupun dikuasai kaum muslim namun “diserahkan” kepada orang-orang yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya “Barang siapa menahan (menutup) anggur pada hari-hari pemetikan, hingga ia menjualnya kepada orang Yahudi, Nasrani, atau orang yang akan membuatnya menjadi khamr, maka sungguh ia akan masuk neraka” (At Thabraniy dalam Al Ausath dan dishahihkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolaniy).
Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Baihaqiy ada tambahan “orang yang diketahui akan membuatnya menjadi khamr”
Berdasarkan hadits ini, As Syaukani menyatakan haramnya menjual perasan anggur kepada orang yang akan membuatnya menjadi khamr ( Nailul Authar V hal 234). Kesimpulan tersebut dapat diterima, karena memang dalam hadits tersebut terdapat ancaman neraka sebagai sanksi bagi orang yang mengerjakan. As Syaukani tidak hanya membatasi jual beli anggur yang akan dijadikan sebagai khamr, tetapi juga mengharamkan setiap jual-beli yang membantu terjadinya kemaksiatan yang dikiaskan pada hadits tersebut
Telah jelas keharaman jual-beli yang membantu terjadinya kemaksiatan.
Firman Allah ta’ala yang artinya “….dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran/permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.” (QS Al Ma’idah [5]:2)
Tentu perdagangan dengan non muslim tidaklah terlarang. Firman Allah ta’ala yang artinya, “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah : 8 )
Namun pada kenyataannya kekayaan alam yang dikaruniakan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada negeri-negeri kaum muslim berada, telah dapat kita lihat “diserahkan” oleh para penguasa negeri yang bersekutu dengan orang-orang yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla sehingga secara tidak langsung mereka membantu orang-orang yang dimurkaiNya untuk membunuh kaum muslim diberbagai belahan negara.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda bahwa kita boleh mengingkari kebijakan penguasa negeri jika bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah
Dari Ummu Salamah radliallahu ‘anha berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “akan terjadi sesudahku para penguasa yang kalian mengenalinya dan kalian mengingkarinya. Barangsiapa yang mengingkarinya maka sungguh ia telah berlepas diri. Akan tetapi siapa saja yang ridha dan terus mengikutinya (dialah yang berdosa, pent.).” Maka para sahabat berkata : “Apakah tidak kita perangi saja mereka dengan pedang?” Beliau menjawab : “Jangan, selama mereka menegakkan shalat bersama kalian.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya).
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa orang yang tidak mampu melenyapkan kemungkaran tidak berdosa semata-mata karena dia tinggal diam, akan tetapi yang berdosa adalah apabila dia meridhai kemungkaran itu atau tidak membencinya dengan hatinya, atau dia justru mengikuti kemungkarannya.” (Syarh Muslim [6/485])
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaknya ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka hendaknya merubah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim)
Jadi boleh jadi kemudharatan yang menerpa kaum muslim di berbagai belahan dunia dapat diakibatkan contohnya karena para ulamanya melihat kemungkaran seperti penguasa negeri bersekutu dengan kaum yang dimurkaiNya namun berdiam diri, tidak membencinya dengan hatinya atau malah justru mereka mengikuti atau meridhai kemungkarannya.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H