Contoh lain adalah Carrefour. Hipermarket ini dengan mudah bisa ditemui di pusat pusat kota. Mereka bebas bersaing dengan bebas pedagang tradisional. Padahal di negara asalnya Carrefour dilarang berdiri di tengah kota melainkan di pinggir kota.
Inilah pasar bebas, pasar yang menggunakan hukum rimba. Seperti konsep Darwin sosial dimana ikan besar tidak dilarang memangsa ikan kecil. harimau dibiarkan bebas bersaing dengan ayam. Orang kaya dibiarkan bebas tanpa hukum. Yang terjadi adalah duel yang tidak seimbang yang kuat akan menghancurkan yang lemah. Tak ada hukum disini yang ada hanya siapa yang “survive” dialah yang bertahan.
Kebijakan perdagangan bebas ini tidak ada bedanya dengan liberalisme klasik, yaitu sama dalam hal melahirkan monopoli ekonomi dan konglomeratisme.
Kedua, memangkas anggaran publik untuk layanan sosial.
Mengurangi anggaran sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan air bersih yang dibutuhkan rakyat miskin sebagai pengaman sosial, karena semuanya itu adalah bantuan dari pemerintah. Indonesia adalah negara yang paling patuh dalam menerapkan prinsip ini.
Penghapusan subsidi BBM, swastanisasi pendidikan pada jenjang perguruan tinggi, belum terealisasinya anggaran pendidikan sebesar 20% yang diamanatkan undang undang, swastanisasi rumah sakit adalah contoh kongkrit.
Semua itu dilakukan dengan alasan ketidak tersediaan anggaran. Pemerintah tidak menyadari bahwa akibat kebijakan ini mengintainya bencana kelaparan dan kekurangan gizi pada rakyat pedesaan. Berita berita tentang bayi bayi yang kekurangan gizi adalah awal dari semua bencana itu.
Namun anehnya pemerintah malah mensubsidi orang kaya. Boediono ketika menjabat Direktur BI tahun pada tahun 1998 memberi subsidi kepada pengusaha pengusaha kaya atau yang disebut sebagai BLBI sebesar 400 triliun dan ketika menjabat kepala bappenas dia mengucurkan dana rekap perbankan sebesar 600 triliun.
Lebih aneh lagi obligor tersebut di beri kan release and discharge. Menyelamatkan perekonomian nasional adalah alasan yang diumumkan pemerintah ketika kritik datang bertubi-tubi. Inilah logika neoliberal menolak mensubsidi rakyat kecil tetapi royal mensubsidi orang kaya.
Ketiga, rampingkan peran negara melalui privatisasi BUMN.
Umumnya kekayaan negara dunia ketiga terkonsentrasi pada BUMN dan pertambangan. Privatisasi akan menghasilkan penjarahan kekayaan nasional oleh multinasional corporate dalam waktu singkat.