Mohon tunggu...
Zhee Rafhy
Zhee Rafhy Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Amatir

Sajak kecil yang tidak puitis, Lelaki kecil yang tidak romantis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Euforia Patah Hati

19 Mei 2019   23:08 Diperbarui: 19 Mei 2019   23:55 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Duniaku, dunianya, jelas merupakan suatu hal yang berbeda. Tetapi kami bertahan lebih lama juga berkat kau yang selalu berhasil meredam egoku hingga aku bisa lebih bersabar. Meski sebenarnya ia sempat beberapa kali melarang kita berhubungan lagi. Ia cemburu. Ia mengancam akan mencelakaimu jikala tak ku turuti kemauannya. Karena itu aku menghilang dari sisimu. Hingga aku benar-benar berada pada titik batasku ketika aku menyaksikan lelaki itu bermain di belakangku. Kesabaranku habis, aku hancur, remuk tak berbentuk. Saat itu tanpa tahu diri aku menghubugimu lagi.

Kau datang saja meski sebenarnya kau sendiri sedang sibuk. Untuk kesekian kali kau berhasil membuat air mataku kering hingga ke muaranya. Meski sebenarnya hatiku masih tetap sakit tak tertara. Kau bilang kau merindukanku, kau tak suka melihatku menagis dan akan mengisi hari-hariku dengan senyum. Kau tak akan rela membiarkan seseorang membuatku menangis lagi. Dan hari itu kau mengatakan apakah aku mauu.... perkataanmu keburu aku potong.

"Maaf Yan, aku belum bisa. Tetapi bukan berarti....." aku menjeda perkataanku.

"Haaa.. " kau melongo bingung.

"Aku... akuu.. masih butuh waktu Yan. Kalau kau memang mencintaiku kenapa kau tak pernah jujur dari dulu?"

"Mak... maksudku bukan begituu. aku ingin bertanya apakah kau mau memulai persabatann kita lagi seperti dulu?"

Aku hanya terdiam samberi menatap kearahmu. Kau tertawa kecil kemudian berusaha menghindari tatapanku. Setelahnya cukup lama kita terdiam. aku menahan malu setengah mati, dan kau menahan canggung sekuat hati. Kemudian aku pulang sendirian. Berjalan kaki sejauh yang aku bisa semberi menikmati kekecewaan. Aku tidak tahu kenapa tetapi hatiku malah kian terasa semakin remuk. Meski sebenarnya aku telah lupa lelaki itu dan juga kenyataan bahwa aku sedang patah hati. Tetapi entah kenapa aku justru semakin merasa kecewa dan sakit dari luka patah hatiku sebelumnya.

Cukup lama aku mematung di sudut kamarku yang sengaja aku padamkan lampunya. hanya sebuah lampu meja yang tetap aku biarkan menyala menemaniku dalam keremangan. Cukup lama, kemudian tiba-tiba ada pesan singkat darimu.

Aku tersenyum tanpa alasan melihat namamu terpapang di layar ponselku. Kau meminta maaf buru-buru pergi dan tak mengantarku pulang. Kau bilang kau ada rapat mendadak. Kau harus pergi meski sebenarnya kau sangat ingin membicarakan perihal perkataanku itu. Dan malam itu kau mengatakan kepadaku bahwa telah sejak lama kau menyayangiku lebih dari sekedar seorang sahabat. Meski pun mungkin tak ada yang special. Kau mengirimnya hanya melalui pesan singkat, dan aku tak perlu heran. kamu memang terlalu pengecut untuk itu.

Setelahnya kita memulai segalanya untuk mejadi sepasang kekasih, mengorbangkan ikatan persahabatan di antara kita. Dan aku tidak tahu harus menjadi apa? Menjadi orang paling beruntung atau menjadi orang yang paling bodoh. Karena kau tampaknya  tak memberi kejelasan tentang hubungan kita. Satu-satunya hal yang aku tahu kau menyayangiku, dan aku pun begitu.

Kau tak pernah bertanya apakah aku mau menjadi kekasihmu atau tidak? Kita tiba-tiba berkencan dan mengumbar kata-kata manis dan juga kemesraan di hadapan publik. Semua orang tampak iri melihat kemesraan kita. Aku bisa merasakannya lewat tatapan-tatapan yang berhamburan dari indra mereka. Tetapi aku tak mau peduli dengan orang lain, yang jelasnya aku bahagia, dan kau pun merasakan hal yang sama. Karena cinta itu soal rasa, bukan sekedar omongan. Karena cinta itu soal kesetiaan, bukan sekedar ikatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun