Perasaanmu berdebar-debar dan kamu serasa baru saja kehilangan dirimu. Refleks kau mendorongnya kemudian kau berlari. Berlari dengan perasaan yang sulit untuk kau jelaskan. Seketika kau lupa akan misimu yang harus kau jalankan. Bagimu sekarang adalah tidak ada yang lebih penting ceuali perasaanmu yang tiba-tiba saja selalu ingin berada di dekatnya.
***
Kamu, yang kini menetap di sebuah rumah kontrakan kecil tak lagi memikirkan apapun. Kecuali memikirkan tentang laki-laki yang bernama  Daniel itu yang kini lebih sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama-sama denganmu.
Hari pertama.
Hari ke dua.
Hari ke empat.
Hari ke lima.
Sampai pada hari ke enam, kalian selalu bertemu.
Hari ke tujuh, Daniel menghilang. Tak ada kabar meski kau mencoba untuk menghubunginya. Kau mengirimi pesan singkat, tetapi tak dibalas. Via terlepon, nomor yang dituju sedang tak aktif. Kamu muali merasa khawatir.
Hari ke delapan kamu ke sekolah. Menghampiri salah satu teman sekelasnya dan menanyakan Daniel.Temannya menjawab, Daniel sedang dirawat di salah satu rumah sakit karena sakit jantung. Kamu dilanda kekhawatiran dan kecemasan yang teramat. Hingga akhirnya kamu berlari, berlalu begitu saja entah menuju rumah sakit mana tanpa sempat bertanya lebih spesifik.
Ketakutan menghinggap di benakmu. Air matamu luruh satu-satu membasahi pipi. Baru kali ini kamu memiliki alasan untuk tetap hidup. Baru kali ini kamu memiliki alasan yang membuatmu lupa tentang keinginanmu untuk mati. Baru kali ini kamu merasakan kehadiran seseorang yang selalu bersedia berasa di sisinu. Menggengam tanganmu, tempat bersandarmu, tempat berkeluh kesahmu. Yang membuatmu merasa tak sendirian lagi. Yang membuatmu merasa tak kosong lagi. Yang membuatmu merasakan ingin hidup selama seribu tahaun lamanya.