"Za," ujar Titi perlahan sambil mengusap air mata yang terus membasahi pipiku. Kamu pasti bisa, Za. Dengan mantap Titi mengucapkan kata itu. Aku mengangguk. Tak lama kemudian jemari ini kembali asyik menari di atas keyboard. Yachaku pasti bisa. I believe I can. Itulah kata-kata yang selalu kuucapkan di saat aku lagi down. Selain itu, Titi juga tak kalah penting dalam menyemangati meskipun terkadang ia tidak suka  melihatku yang keras kepala kalau dinasehati. Tapi itulah aku. Aku takkan berhenti sampai batinku bilang berhenti.
Entah jam berapa laporanku selesai. Yang jelas aku sudah terkapar begitu saja di lantai.
Kriiinng.
Tiba-tiba hp-ku berdering. Dengan mata masih dalam keadaan terpejam kuangkat juga.
"Halo" Suaraku sangat terdengar serak. Maklum saat itu aku antara tidur dan bangun. Â
"Halo, Za." Terdengar di seberang sana suara Jeni.
"Gimana, Za? Laporan kita udah beres kan?" Jeni langsung nyerocos tanpa perlu menanyakan keadaanku terlebih dulu.
Laporan kita? Laporan gue aja kali! Gumamku dalam hati.
"Hhm;udah kok. Tenang aja. Semua dah beres," jawabku.
Yachmemang semua sudah beres kukerjakan tadi malam.
"Gitu donk," jawab Jeni sekenanya. Itu baru teman namanya. Ya udah, ntar lagi gue ke kosan lo. Biar punya gue, gue aja yang print sendiri," tukasnya lagi. Oce!.