Weber juga menawarkan wawasan penting tentang hubungan antara hukum dan kekuasaan yang sangat relevan dalam era demokrasi, di mana otoritas didasarkan pada hukum, bukan pada karisma atau tradisi semata. secara umum pemikiran Max Weber memahami struktural sosial dan politik.
* Menurut saya pikiran HLA Hart sangat relevan dalam konteks masa kini, karena hukum harus dipahami sebagai serangkaian aturan yang mengatur perilaku, di mana perbedaan antara hukum yang berlaku (law as it is) dan hukum yang seharusnya (law as it ought to be) sangat penting.
 Di era modern ini, konsep Hart tentang rule of recognition (aturan pengakuan) yang menjelaskan bagaimana sebuah aturan dianggap sebagai hukum oleh sistem hukum sangat penting untuk menilai keabsahan hukum dalam masyarakat pluralis dan demokratis.Â
Ini juga relevan dalam perdebatan tentang legalitas vs moralitas dalam penerapan hukum, terutama dalam masalah-masalah hak asasi manusia, keadilan sosial, dan teknologi hukum (seperti hukum siber).Â
secara umum pemikiran HLA hart memberikan pondasi bagi kajian tentang legitimasi dan otoritas hukum dalam sistem hukum modern. Keduanya tetap penting sebagai referensi untuk menghadapi tantangan dalam sistem hukum, birokrasi, dan otoritas pada zaman sekarang.
Gunakan Pemikiran Mark Weber dan HLA Hart untuk menganalisis perkembangan hukum di Indonesia.
Menggunakan pemikiran Max Weber dan HLA Hart, kita dapat menganalisis perkembangan hukum di Indonesia dengan memperhatikan dua aspek utama: **birokrasi dan otoritas hukum** (Weber) serta **positivisme hukum dan rule of recognition** (Hart).Â
1. Pemikiran Max Weber: Rasionalisasi, Birokrasi, dan Otoritas Rasional-Legal
Weber berpendapat bahwa sistem hukum modern cenderung mengarah pada rasionalisasi hukum bahwa dalam masyarakat modern, hukum semakin dikodifikasikan dan di formulasikan.Â
Di Indonesia, kita dapat melihat proses ini melalui kodifikasi hukum yang muncul sejak masa kolonial. Namun, perkembangan pasca-kemerdekaan memperlihatkan upaya untuk mengembangkan hukum nasional yang lebih mencerminkan nilai-nilai lokal, meskipun prosesnya sering kali terhambat oleh tumpang tindih antara sistem hukum adat, hukum agama, dan hukum negara.Â
Rasionalisasi ini seringkali menimbulkan konflik dalam penegakan hukum di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang masih mengutamakan hukum adat. Dan birokrasi, di mana hukum menjadi alat untuk mencapai keteraturan sosial dengan prinsip efisiensi dan aturan yang jelas.Â