Mohon tunggu...
Zenfitri R. Situmorang
Zenfitri R. Situmorang Mohon Tunggu... Lainnya - Storyteller

Suka menulis, berolahraga dan bernyanyi. Buku favorit adalah buku biografi, filsafat, dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Saat Ini

29 Januari 2023   20:51 Diperbarui: 29 Januari 2023   21:11 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah-lah! Yang pasti hingga detik ini, sudah menjelang jam tiga dini hari, air mataku tak kunjung berhenti. Sudah ke sekian kalinya hidungku dipenuhi lendir yang membuatku sedikit sulit bernapas. Aku bergegas lagi ke kamar mandi untuk mengeluarkannya agar aku bisa kembali bernapas dengan lega.

Setelah berhasil membuang lender-lendir di hidungku, aku menegakkan kepalaku hingga menghadap cermin di kamar mandi. Aku terkejut melihat wajah seseorang di cermin. Mata yang begitu memerah dan bengkak. Hidung yang juga sudah memerah karena sudah terlalu banyak ditekan. Bentuk wajah yang membengkak. “Akukah itu?” batinku menatap bayangan wajah itu.

Meski kepalaku sangat pening dan tenagaku sudah hampir habis, aku menata ulang rambutku yang ikatannya sudah tak beraturan. Kulepaskan ikatannya dan kusisir pakai jariku dengan lembut. Kusatukan mereka dan kujadikan menyerupai ekor kuda.

Kunyalakan keran wastafel, kuraih airnya hingga aku bisa merasakan sensasi airnya di tanganku. Kubasuh tanganku hingga mengenai siku. Ku tangkup airnya dalam telapak tanganku dan kubawa ke arah wajahku. Kubasahi wajahku perlahan sambil menekannya dengan lembut. Kembali kuulangi sampai aku benar-benar bisa merasakan sentuhan airnya di wajahku.

 Setelah memastikan wajahku sudah kembali segar, aku kembali ke kamar tidurku. Kembali kutatap wajahku di cermin kamarku. Sungguh kasihan aku melihatnya. “Mengapa aku setega itu?” batinku kembali.

Kuambil handuk kecil, kutempelkan berulang-ulang ke wajahku. Setelah memastikan seluruh air sudah berpindah ke handuk, barulah aku berhenti melakukannya.

Mataku masih terlihat bengkak. Wajahku sudah sedikit mengempis. Kusapukan sedikit riasan agar terlihat lebih segar.

Aku mencoba tersenyum pada bayanganku di cermin, namun aku belum benar-benar melihat diriku. Kuulangi kembali, sampai senyumku bisa keluar dengan ikhlas. Barulah aku menemukan diriku yang sesungguhnya di cermin. Kemudian aku memeluk diriku dengan erat sambil berkata, “maafkan aku... maafkan aku… maafkan aku…” air mataku kembali menetes, tetapi tidak lagi menangisi hal yang sama dengan sebelumnya. Tetapi menangisi diriku yang telah kusakiti.

Kuambil buku harianku setelah mengganti semua pakaian yang kukenakan sedari tadi sore hingga saat ini sudah pukul empat dini hari. Lalu kutuliskan beberapa hal di dalamnya; siapa aku saat ini, di mana aku berada saat ini, bersama siapa aku saat ini, apa saja yang kumiliki saat ini, dan semua kenyataan-kenyataan yang ada padaku saat ini. Kutuliskan semuanya dengan leluasa, tanpa mengarang sedikit pun.

Perlahan kupejamkan mataku dan kumasukkan kenyataan-kenyataan itu satu per satu ke dalam hati dan pikiranku. Saat memejamkan mata, aku merasakan sesuatu yang mengganjal di tempat tidurku. Aku merabanya dan ternyata handphone-ku yang sedari tadi sudah tenggelam di bawah selimutku. Aku mengeceknya sebentar, dan kulihat sudah ada belasan panggilan telepon WA yang terlewatkan. Andre. Mungkin dia mengkhawatirkanku tadi.

Ingin kuhubungi kembali, tetapi aku menahannya. “Ah, sudahlah. Aku tak membutuhkannya saat ini.” pikirku. Aku harus bisa menerima kenyataan bahwa saat ini ia adalah kekasih orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun