Mohon tunggu...
Zein Fuady
Zein Fuady Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Universitas PTIQ Jakarta dan Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)

Bulu Tangkis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menagapa Islam Memiliki Tradisi Pemikiran yang Kaya? Menyelami Peran Penting Ilmu Kalam dalam Sejarah Islam dan Perbedaan Pendapat dalam Islam

29 Juli 2024   07:08 Diperbarui: 29 Juli 2024   07:08 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Mengapa Islam Meliliki Tradisi Pemikiran yang Kaya? Menyelami Peran Penting Ilmu Kalam dalam Sejarah Islam dan Perbedaan Pendapat dalam Islam

Islam dikenal memiliki tradisi pemikiran yang kaya dan beragam. Salah satu alasan utama di balik kekayaan intelektual ini adalah Ilmu Kalam, yang sering disebut sebagai teologi Islam. Ilmu Kalam memainkan peran penting dalam membentuk fondasi intelektual Islam dan menjawab berbagai pertanyaan mendasar tentang eksistensi, alam semesta, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Namun, kelahiran Ilmu Kalam tidak hanya disebabkan oleh perkembangan internal masyarakat Muslim, tetapi juga oleh interaksi dinamis antara Islam dan budaya-budaya asing.

Faktor-faktor Kemunculan Ilmu Kalam

1. Keingintahuan Alami Manusia

Salah satu faktor utama yang melahirkan Ilmu Kalam adalah sifat dasar pikiran manusia yang selalu ingin tahu. Sejak awal peradaban, manusia sering dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang eksistensi dan alam semesta. Pertanyaan-pertanyaan ini tidak bisa diabaikan begitu saja, dan pikiran manusia secara alami terdorong untuk mencari jawabannya.

Bayangkan hidup di masa awal Islam. Anda mungkin akan bertanya-tanya: Bagaimana alam semesta ini bermula? Apa yang menyebabkan pergerakan dan perubahan di sekitar kita? Apakah manusia memiliki kebebasan memilih atau semua sudah ditakdirkan? Apa sebenarnya jiwa dan roh itu, dan bagaimana hubungannya dengan tubuh kita? 

Bagaimana konsep kebangkitan setelah kematian dapat dijelaskan? Pertanyaan-pertanyaan ini mendorong para pemikir Muslim untuk menggali lebih dalam, baik melalui pengamatan alam maupun perenungan atas teks-teks suci.

Al-Qur'an sendiri, dengan ajakannya untuk merenungkan ciptaan Allah, memberikan landasan kuat bagi perkembangan pemikiran ini. Ditambah dengan dinamika sosial-politik masa itu, terciptalah lingkungan yang kondusif bagi lahirnya Ilmu Kalam. Ilmu Kalam menjadi wadah bagi umat Islam untuk memadukan dorongan intelektual mereka dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang ajaran agama mereka.

2. Pengaruh Budaya Asing

Faktor penting lainnya adalah pengaruh budaya asing. Pada masa awal perkembangan Islam, umat Muslim berinteraksi dengan berbagai aliran pemikiran dari peradaban sebelumnya, termasuk filsafat Yunani dan Persia. Interaksi ini memicu diskusi dan menawarkan solusi untuk beberapa masalah yang dihadapi umat Islam.

Tokoh-tokoh filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles memberikan gagasan tentang Tuhan yang sangat berbeda dari konsep dalam Islam. Misalnya, Plato menggambarkan Tuhan sebagai akal murni yang terpisah dari materi, sedangkan dalam Islam, Allah aktif dan berperan dalam segala sesuatu. Konsep tentang jiwa dan kebangkitan juga berbeda. Sementara sebagian besar filsuf Yunani percaya bahwa jiwa binasa bersama tubuh, Al-Qur'an mengajarkan keabadian jiwa.

Sebagai respons terhadap pengaruh ini, para pemikir Muslim berusaha memahami dan mempertahankan ajaran Islam melalui pendekatan rasional dan interpretasi teks agama. Inilah yang mendorong perkembangan Ilmu Kalam dan filsafat Islam.

3. Teks Agama dan Kondisi Sosial-Politik

Teks agama, terutama Al-Qur'an, juga memainkan peran penting dalam kelahiran Ilmu Kalam. Al-Qur'an sering menekankan pentingnya ilmu dan pemikiran rasional. Banyak ayat yang mengajak umat Islam untuk merenungkan ciptaan Allah dan menggunakan akal mereka untuk memahami kebesaran Ilahi. Misalnya, dalam Al-Baqarah [2]: 256, disebutkan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama, dan dalam Al-Kahfi [18]: 29, disebutkan bahwa kebenaran datang dari Tuhan, dan setiap individu bebas memilih untuk percaya atau tidak.

Selain itu, kondisi sosial-politik pada masa awal Islam juga berperan. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, umat Islam menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal yang memicu perdebatan dan perbedaan pendapat. Teks-teks agama, terutama ayat-ayat yang bersifat mutasyabihat (samar), membuka ruang bagi interpretasi yang berbeda-beda. Faktor-faktor politik, budaya, dan etnis juga mempengaruhi bagaimana teks-teks ini ditafsirkan.

Penyebab Awal Terjadinya Perbedaan Pendapat di Kalangan Umat Islam

Perbedaan pendapat di kalangan umat Islam sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW dan terus berlanjut hingga kini. Pada awalnya, perbedaan ini muncul dari masalah-masalah ijtihad yang tidak mengakibatkan pengkafiran seorang mukmin. Masalah-masalah ini bertujuan untuk menegakkan ritual keagamaan dan memberikan pemahaman yang jelas tentang hukum-hukumnya. Berikut beberapa perbedaan pendapat yang paling penting:

1.  Selama Sakit Rasulullah SAW

Perbedaan pendapat pertama terjadi saat Rasulullah SAW sakit parah. Beliau bersabda, "Bawalah kepadaku kertas, aku akan menuliskan sesuatu untuk kalian agar kalian tidak tersesat sepeninggalku." Namun, Umar bin Khattab berkata, "Sesungguhnya Nabi telah dikuasai oleh rasa sakit, cukuplah bagi kita Kitabullah." Perbedaan pendapat ini menyebabkan kegaduhan di hadapan Rasulullah SAW hingga beliau bersabda, "Pergilah dariku, tidak sepatutnya ada pertengkaran di hadapanku."

2. Pasukan Usamah

Perbedaan lain terjadi mengenai pasukan Usamah. Rasulullah SAW memerintahkan agar pasukan ini dipersiapkan, namun sebagian sahabat memilih menunggu dan melihat apa yang akan terjadi pada Rasulullah SAW dalam sakitnya. Sebagian lain berpendapat wajib mengikuti pasukan Usamah berdasarkan sabda Rasulullah SAW.

3. Kematian Rasulullah SAW

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, umat Islam berbeda pendapat tentang kenyataan kematiannya. Umar bin Khattab berkata, "Siapa yang mengatakan bahwa Muhammad telah wafat, akan kupenggal dengan pedangku ini." Namun, Abu Bakar Ash-Shiddiq menjawab, "Barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah wafat. Dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup, tidak akan mati." Perkataan Abu Bakar ini akhirnya diterima oleh umat Islam.

4. Tempat Pemakaman Rasulullah SAW

Umat Islam juga berbeda pendapat mengenai tempat pemakaman Rasulullah SAW. Kelompok dari Mekkah menginginkan agar beliau dimakamkan di sana, sementara kelompok dari Madinah menginginkan kehormatan tersebut. Masalah ini terselesaikan ketika Abu Bakar menyebutkan riwayat yang menyatakan bahwa para nabi dimakamkan di tempat mereka wafat.

5. Imamah dan Warisan Nabi

Perbedaan pendapat juga muncul mengenai imamah (kepemimpinan) dan warisan dari nabi, serta pertempuran melawan mereka yang menolak membayar zakat. Umar berpendapat bahwa kaum Muslim tidak seharusnya memerangi mereka berdasarkan sabda Rasulullah SAW. Namun, Abu Bakar Ash-Shiddiq berpendapat bahwa salah satu haknya adalah mendirikan shalat dan membayar zakat, dan siap memerangi mereka yang menolak.

6. Penunjukan Khalifah

Perbedaan berlanjut dalam penunjukan Abu Bakar terhadap Umar sebagai khalifah, kemudian dalam masalah syura (musyawarah) hingga keputusan jatuh kepada Utsman, yang pembunuhannya pun menjadi bahan perdebatan. Selain itu, perbedaan pendapat muncul dalam kepemimpinan Ali dan Muawiyah serta peristiwa di Perang Jamal dan Siffin.

Faktor Eksternal yang Memperburuk Perpecahan

Perpecahan di kalangan umat Islam juga diperburuk oleh para munafik yang menampakkan keislaman di depan umum, namun sebenarnya tidak benar-benar muslim. Ibn Hazm al-Andalusi menyebutkan bahwa bangsa Persia yang kehilangan kekuasaan mereka oleh bangsa Arab, yang dianggap lebih rendah oleh bangsa Persia, berusaha menghancurkan Islam dengan tipu daya. Mereka menarik simpati kaum Syiah dengan menampakkan cinta kepada keluarga Rasulullah SAW dan mengutuk kezaliman terhadap Ali RA, hingga akhirnya menyesatkan mereka dari Islam.

Para sejarawan menyebutkan bahwa umat Islam telah terpecah menjadi hampir tujuh puluh tiga aliran, dan setiap aliran tersebut percaya bahwa merekalah yang selamat. Aliran-aliran ini berbeda dalam hal tauhid, imamah, hukum, fatwa, dan aspek-aspek agama lainnya. Mereka saling menjauhi dan mengkafirkan satu sama lain.

Perbedaan pendapat di kalangan umat Islam merupakan fenomena yang kompleks dan memiliki akar yang dalam sejak zaman Rasulullah SAW. Faktor-faktor internal seperti ijtihad dan kepemimpinan, serta faktor eksternal seperti tipu daya munafik, semuanya berkontribusi pada perpecahan ini. Meski demikian, memahami sejarah dan konteks perbedaan ini dapat membantu kita menghargai keragaman dalam umat Islam dan mencari cara untuk bersatu kembali dalam keyakinan dan tujuan bersama.

Referensi Utama:

Faishal Badir 'Aun, 'Ilmu al-Kalm wa Madrisihi, Kuliyyatul al-Adb, Jmi'ah 'ain Syams.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun