Dengan tegas Sayyidina Ali menjawab: "Aku khawatir membunuhmu bukan karena Allah tapi karena dendam dan kebencianku padamu akibat ulahmu yang telah meludahiku".
Kisah Sayyidina Ali ini menjadi cermin bagaimana menjaga hati dan niat dalam kemarahan, lebih-lebih jika kemarahan itu dilakukan demi agama.
Menghindari Kemarahan yang Tidak Perlu
Maka bisa disimpulkan, jika kemarahan bukan karena hal-hal yang bersifat seperti membela diri ketika diserang, membela kehormatan, harta benda, kepentingan umum, menolong orang yang terdzalimi, dan mempertahankan agama, alangkah lebih baik memilih untuk diam.
Pentingnya Menahan Amarah dalam Islam
Menjaga diri dari amarah adalah bagian dari sunnah Nabi. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim:
Artinya: Orang yang kuat itu bukanlah orang yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat itu adalah orang yang mampu menahan dirinya ketika marah.
Dalam hadits lain juga disebutkan:
Artinya: Barangsiapa yang menahan amarah sedang dia mampu melampiaskan, maka Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari kiamat hingga dia disuruh memilih bidadari mana saja yang dia sukai. (HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya 15574 dan at-Tirmidzi dalam Sunannya, no. 2021).
Hal ini juga diperkuat dengan hadits riwayat Abdullah Ibnu Abbas yang berbunyi:
"Jika salah seorang dari kalian marah, maka diamlah."