Mira meronta-ronta seperti orang kesurupan.
"Lepasin aku, Mak. Aku ingin nyusul Kang Wahyu!" Mira kembali berontak. Sejak kemarin dirinya sudah beberapa kali tak sadarkan diri.
***
Sore itu Wahyu bersiap dengan bekal di tas lusuhnya. Isinya nasi timbel, ikan asin, dan sambel terasi. Menu harian yang selalu setia menemani bekerja.
Hujan masih mengguyur dengan deras diiringi petir yang saling menyambar. Sementara Mira--istrinya yang sedang mengandung 9 bulan--tampak cemas.
"Kang, tak usah berangkat, ya. Hujan dari pagi belum reda, aku takut ditinggal sendirian," gumamnya seraya menahan langkah Wahyu.
Ada sebersit kekhawatiran yang muncul di benaknya. Entah mengapa perasaan itu makin membuncah dalam dada.
"Akang udah biasa hidup begini, Neng. Kalau Akang diam di rumah, kita makan apa?"
"Iya, tapi ... hari ini saja Akang gak usah pergi. Kan, ada waktu lain Kang." Tangan Mira meraih jemari kokoh milik suaminya.
Wahyu bergeming untuk sejenak. Namun, seulas senyum kini terukir. Seolah memberikan keyakinan kepada wanita itu agar melepasnya berjuang mengais rejeki.
***