Mohon tunggu...
Yayi Solihah (Zatil Mutie)
Yayi Solihah (Zatil Mutie) Mohon Tunggu... Guru - Penulis Seorang guru dari SMK N 1 Agrabinta Cianjur

Mencintai dunia literasi, berusaha untuk selalu menebar kebaikan melalui goresan pena.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pesan Terakhir

12 Februari 2021   06:19 Diperbarui: 12 Februari 2021   06:22 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Iya, Neng. Nasib kita sedang jelek. Pabrik terancam bangkrut, dan kami kena imbasnya," lirih Wahyu. Matanya tampak berkaca-kaca memberikan surat PHK kepada sang istri.

Pikirannya sungguh kalut mengingat Mira kini berbadan dua. Taksiran tanggal persalinan sudah dekat. Dapat dibayangkan biaya yang akan dibutuhkan untuk menyambut si kecil lahir. Belum lagi untuk membeli peralatan dan baju, ditambah kenduri tasyakuran akikah

"Neng, maafin Akang, ya. Akang akan coba kerja serabutan untuk biaya persalinan kamu nanti," ungkapnya sambil meraih jemari Mira, "Akang dengar dari tetangga, kalau kuli tambang pasir di bukit seberang kampung cukup besar upahnya," lanjutnya berusaha menenangkan sang istri.

"Kang ... kuli tambang pasir itu penuh risiko. Neng takut a--"

"Sudah! Yakinlah kepada Allah. Apa pun pekerjaannya. Asal itu halal, Akang akan tetap lakukan demi keluarga kita. Doakan saja, biar semuanya lancar, Neng." Wahyu menempelkan telunjuknya di bibir Mira. Ia tahu risiko pekerjaan barunya begitu besar. Namun, untuk saat ini, hanya kuli tambang pasirlah pilihan yang terbaik untuknya.

***

"Kang Wahyu ...." Suara lirih Mira terdengar berat.

Matanya sembap, kantung kehitaman tampak menggelayuti bagian bawah mata bulatnya akibat tangis yang tak henti sejak kemarin. Perempuan yang sudah sepuluh bulan dinikahi Wahyu--pemuda miskin dari kampung sebelah--kini menatap kosong, hidupnya semakin hampa.

"Ayo, diminum dulu, Neng!" Seorang wanita tua menyodorkan sebuah gelas berisi air putih. Mira hanya menggeleng lemah.

"Aku ingin ikut dengan Kang Wahyu!" teriaknya mengagetkan tetangga yang sejak tadi berkerumun.

"Istighfar, Neng! Ikhlaskan suamimu pergi." Wanita tua itu memeluk Mira. Hatinya begitu pilu menghadapi kenyataan yang begitu pahit diterima sang putri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun