"Kakakku! kebetulan dia sedang melakukan penelitian di sini. Aku gak bisa melawan dia."
"Ya udah, kita ketemu di kampus besok." Yusuf tersenyum menatapku dengan lembut.
***
Akhirnya aku pulang, Kakak marah besar melihatku dekat dengan Yusuf yang mempunyai seorang kakak penderita sakit jiwa.
"Jauhi dia! Atau Ayah akan memindahkan kuliahmu. Rima!" bentak Kakak, bagai petir yang menyambar di siang bolong.
"Ayah sudah punya calon yang terbaik untukmu, ayah hanya ingin kamu menikah dengan Ardika Maheswara, putera dekan kampus kita yang kini kuliah di Australia."
Genangan air mata yang sedari tadi kutahan kini tumpah membanjiri setiap inci lekuk pipiku. Aku baru mengenal arti cinta pertama kepada Yusuf.
Arghh ....! Tuhan, mengapa kau ciptakan jalan yang lain untukku?
Batin ini kian meradang menghadapi kenyataan pahit ini.
Yusuf memang pemuda biasa, dari keluarga sederhana. Tetapi kemandiriannya meraih cita-cita membuatku kagum, dia sosok yang sangat cerdas dan ramah kepada semua orang, membuat dia begitu cepat dikenal di kampus.
***
Hari itu aku melambaikan tangan terakhir kalinya kepada Yusuf. Ya, aku berpisah dan orangtuaku memilih memindahkan kuliahku. Hidupku memang sudah terlampau kaku dengan aturan. Ayahku yang nota bene seorang pejabat, selalu mengekangku dengan berbagai aturan, begitupun kakak yang sudah menikah dengan cara dijodohkan. Akulah pelestari kebiasaan 'sakral' yang sangat memuakkan itu sekarang.
Aku akan selalu mengenang Yusuf di palung terdalam hatiku, walau aku mungkin tak akan pernah bertemu dengannya lagi. Dia telah mengajarkan arti kehidupan sesungguhnya kepadaku.