Terpilihnya Prabowo Subianto
Riset dari UNESCO pada 2019 menemukan fakta bahwa 70% pekerja Indonesia ingin pindah ke luar negeri untuk mencari kehidupan yang lebih layak (better quality of life), pilpres telah usai pesta demokrasi terbesar di Indonesia sudah dilaksanakan.Â
Prabowo Subianto kini terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia, segenap hati dan kepercayaan ratusan juta masyarakat kini berada dalam pundaknya.Â
Beliau lah yang memiliki pertanggungjawaban dan kewenangan paling besar untuk negara ini selama 5 tahun ke depan, ada banyak hal yang harus dipikirkan, dipertimbangkan, dan dilakukan untuk memajukan Indonesia.Â
Prabowo Subianto selama ini dikenal publik sebagai sosok yang tegas dan nasionalis, banyak orang terutama pendukungnya yang yakin bahwa Pak Prabowo tidak bisa disetir oleh pihak lain.Â
Selalu menegakan sistem Meritokrasi (mengutakamakn kompetensi dan prestasi) dalam pemerintahan, tidak ada yang namanya titip jabatan atau politik balas budi meskipun kenyataannya sebaliknya.Â
Achmad Fauzi Jurnalis Suara.com menjelaskan, setidaknya ada 16 proyek strategis nasional yang menjadi PR bagi pemerintahan Prabowo Subianto.Â
Menteri Koordinator Ekonomi Airlanga Hartarto mengatakan meskipun proyek strategis nasional, tapi tidak sepenuhnya menggunakan anggaran negara ada juga yang dikerjakan bersama swasta dengan dana dari investor.Â
Ini disebut dengan istilah Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), angka investasinya juga tidak sedikit pemerintah juga sudah merencanakan secara matang dan berkelanjutan.
                                                              Â
Sistem yang Rusak di Indonesia
Baru-baru ini Presiden Jokowi meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia dalam salah satu pidatonya di sidang tahunan MPR, beliau mengakui keterbatasannya selama 10 tahun memimpin negeri ini dan masih banyak kekhilafan yang ia lakukan.Â
Namun permintaan maaf harus disertai dengan komitmen untuk tidak melakukan kesalahan yang sama, juga komitmen untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.Â
Begitu juga dalam konteks berenegara permohonan maaf harus disertai dengan komitmen pemerintah, untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dan memperbaiki sistem yang sudah ada sehingga publik tidak kecewa.Â
Karena ucapan tanpa tindakan itu omong kosong, kalau mengutip kata-kata Pak Prabowo 'Tidak hanya omon-omon' selama 10 tahun ini pemeritahan Pak Jokowi berfokus pada pembangunan infrastruktur.Â
Tapi di sisi lain kita ditunjukan praktek-praktek Nepotisme secara terselubung, dengan memajukan anaknya sulungnya sebagai Wakil Presiden dan mengotak-atik Konstitusi.Â
Juwita Hayyuning Prastiwi Dosen Ilmu Politik Unversitas Brawijaya, sekaligus Jurnalis THE CONVERSATION menjelaskan bahwa demokrasi Indonesia sekarang berada dalam titik terendah.Â
Terhitung sejak pasca reformasi tahun 1998, hali itu dijelaskan oleh Edward Aspinall dan Marcus Mietzner Peneliti Politik dari National University Australia.Â
Pada pilpres 2019 Presiden Jokowi pernah berjanji akan menjaga demokrasi dan kebebasan berekspresi, tapi nyatanya banyak kebijakan dan tindakan pejabat pemerintah di bawah kepemimpinnannya yang cenderung reprsesif.Â
Salah satunya adalah keputusan Presiden Jokowi mengesahkan Revisi Undang-Undang KPK, meski saat itu sudah didemo besar-besaran dan ditentang oleh banyak pihak.
Indonesia Harusnya Baik
Pak Prabowo pernah berkata dalam salah satu pidatonya "Kalau mau negara kita maju dan hebat yang dihormati, yang dihargai, yang harus dipromosikan, segera diberikan penghargaan adalah mereka yang berprestasi."Â
Kalimat tersebut menunjukan bahwa Prabowo Subianto memiliki visi agar Indonesia menerapkan sistem Meritokrasi, dimana pemegang seseorang dipilih dan diberikan jabatan berdasarkan prestasi dan kompetensi.Â
Bukan karena dia keluarga Presiden lalu diberi keistimewaan sehingga bisa memegang jabatan tinggi, seseorang dipilih berdasarkan kepintaran dan pengabdiannya kepada negara.Â
Bukan berdasarkan dia temannya siapa atau anaknya siapa, statement tersebut terdengar sangat bijak dan ideal karena mengedepankan prinsip kompentensi di atas segalanya.Â
Banyak ide-ide dalam visi misi beliau yang menarik dan sangat bagus salah satunya adalah menegkan kembali sistem Meritokrasi ini, karena semua visi misi itu dapat lebih cepat tercapai apabila dikerjakan oleh orang yang kompeten.Â
Heru Samosir Penulis Jurnal Cakra Wikara Indonesia menjelaskan, di Indonesia penafsiran Meritokrasi tertulis pada UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).Â
Peraturan tersebut secara tegas menekankan sistem Meritokrasi sebagai prinsip dalam pengisian jabatan di ASN, artinya negara ketika memilih atau menyeleksi orang untuk mengisi jabatan tertentu.Â
Harus berdasarkan kompentensi, kualifikasi, dan kinerja secara adil, bukan berdasarkan latar belakang politik, keluarga, ras, agama, etnis, atau jenis kelamin.Â
Meritokrasi memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warga negara yang memiliki kompentensi untuk mendapat jabatan, meski nyatanya sampai kini anak pejabat lebih mudah untuk menduduki jabatan tinggi di pemerintahan.
Politik Dagang
Sistem politik inilah yang membuat Indonesia sulit maju sudah ada sejak 1955 saat itu adalah pertama kalinya Indonesia menggunakan sistem partai politik untuk Presiden, jadi mulai tahun itu calon Presiden wajib diusung oleh partai politik.Â
Kebijakan ini dibuat agar seorang kandidat Presdien dapat melakukan kampanye secara lebih masif, namun setiap kebijakan pasti ada risikonya semakin banyak partai yang mendukung seorang Presiden.Â
Artinya semakin banyak juga kue yang harus dibagi-bagi, dengan kata lain ada banyak jabatan dan kursi yang harus dibagi-bagi kepeda petinggi-petinggi partai pendukung ketika Presiden sudah terpilih.Â
Dimana kebanyakan petinggi-petinggi partai itu, tidak memiliki kompetensi di bidang jabatan yang diberikan karena semuanya berdasarkan balas budi.Â
Inilah yang disebut dengan Politik Dagang karena menggunakan sistem timbal balik, banyak Pengamat Politik yang menyebutnya dengan istilah Jabatan Titipan.Â
Ahmad Muhajir Dosen Sejarah Universitas Andalas sekaligus Jurnalis Kumparan.com menjelaskan para Elit Politik memiliki wewenang yang kuat, mereka adalah orang-orang yang menduduki jabatan tinggi di sebuah partai.Â
Pejabat lembaga-lembaga negara seperti Kejaksaan, Kementrian, Hakim dan lain sebagainya yang masih berstatus kader partai politik mereka semua menciptakan koneksi dan pengaruh yang luas.Â
Di dalam struktur pemerintahan pengaruh partai bisa sangat besar, mulai dari posisi tertinggi hingga terbawah semuanya bisa dipengaruhi kebijakan oleh kepentingan partai.Â
Berakhirnya Pilpres 2024 menimbulkan pertanyaan, apakah rakyat akan kembali dipertontonkan Politik Dagang Sapi oleh para Elit Politik?.
Kewenangan Presiden
Berdasarkan aturan dan birokrasi sederhana Presiden itu berhak memilih sampai memberhentikan Menteri-Menterinya tanpa bisa diganggu gugat, inilah yang dinamakan Kewenangan Eksekutif termasuk pemerintahan Prabowo Subianto nanti.Â
Beliau bisa memilih Menteri tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun termasuk partai pendukung dan Timses, karakter tegas sejauh ini belum luntur dari seorang Prabowo Subianto di mata publik.Â
Rakyat tahu bahwa ia berasal dari Militer sama seperti Soeharto yang juga dikenal dengan ketegasannya, jadi seharusnya Pak Prabowo bisa memilih Menteri-Menteri yang berkompeten di bidangnya.Â
Tapi di sisi lain harus diakui bahwa Kewenangan Eksekutif ini tidak sepenuhnya di tangan Presiden, karena partai politik boleh mengusulkan nama-nama yang layak duduk di kursi Menteri.Â
Karena itu semua diatur dalam Konstitusi, Kewenangan Ekskutif tidak boleh digunakan secara sembarangan oleh satu orang.Â
Lala Nilawanti Jurnalis Gramedia Blog menjelaskan sebagai pemimpin tertinggi negara, Presiden memiliki hak mutlak untuk merekrut orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan Eksekutif.Â
Jabatan-jabatan tersebut di antaranya adalah Menteri, Menteri Koordinator, Menteri Negara, dan jabatan lainnya yang setara dengan Menteri, sebagai negara demokrasi Indonesia memiliki tujuan yang tertulis dalam undang-undang.Â
Presidenlah yang berkewajiban menjalankan undang-undang yang sudah ditetapkan, hak Presiden ini tertulis pada pasal 17 ayat 2 UUD 1945.Â
Pemerintahan Prabowo Subianto diharapkan bisa tegas dan selektif dalam memilih Menteri-Menteri yang memiliki kompetensi di bidangnya, agar program kerja yang sudah dirancang dapat terlaksana dengan baik.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI