Pengantar
Dalam kehidupan bermasyarakat tentunya ada begitu banyak keberagaman yang menarik untuk dibahas salah satunya adalah fenomena Anak Punk, ini bukan lagi fenomena yang baru dalam masyarakat khususnya di Indonesia.Â
Tentu kalian sering melihat di pinggir jalan atau emperan toko di daerah perkotaan, ada segerombolan orang dengan pakaian nyentrik celana robek-robek, tato di sekujur tubuh, lengkap dengan banyak tindik di wajah dan telinganya.Â
Penampilan Anak Punk selalu dipandang negatif oleh sebagian masyarakat khususnya di Indonesia, karena dianggap bertentangan norma-norma etika yang berlaku.Â
Tujuan saya menulis artikel ini adalah untuk mempertanyakan sekaligus menggali lebih dalam, mengenai stigma buruk yang ditempelkan masyarakat terhadap Anak Punk.
Sebelumnya perlu kita pahami bersama definisi kata 'Punk' secara historis yang merupakan sub-kebudayaan yang pertama kali muncul di London Inggris, sebagai simbol gerakan perlawanan terhadap gaya hidup mewah atau glamor di era 80-an.Â
Melansir dari Hai.grid.id pada awalnya orang-orang Punk di Inggris melakukan perlawan terhadap kaum Hedonis, melalui musik dan fashion mereka yang terkesan lusuh/berantakan.Â
Seiring berkembangnya zaman orang-orang Punk mengembangkan ideologi sekaligus pandangan hidup, untuk melawan pandangan hidup Hedonisme masyarakat modern.Â
Nilai-nilai dalam ideologi Anak Punk yang pertama adalah Do it Yourself (DIY), yakni gaya hidup yang berusaha melakukan dan menjalani segala sesuatu sendiri sehingga orang-orang Punk tidak mudah terpengaruh trend yang ada di masyarakat, apalagi untuk membeli barang-barang yang mahal.Â
Kemudian lanjutan dari DIY adalah Anti Kemapanan yang mana orang-orang Punk selalu mempertanyakan bahkan menentang tren-tren mainstream di masyarakat, karena seperti seperti yang dijelaskan seblumnya bahwa Punk merupakan simbol perlawanan.
Kenapa Sering Dianggap Kriminal?Â